Dampak Utang Luar Negeri Terhadap Perekonomian Negara

Pendahuluan

Utang Luar Negeri (ULN) merupakan salah satu sumber pembiayaan yang berasal dari pinjaman luar negeri. Hingga akhir kuartal pertama tahun 2019, Bank Indonesia mencatat utang luar negeri Indonesia menembus angka 389,3 miliar dollar AS atau senilai Rp 5.533 triliun (kurs 14.215 rupiah per dollar AS). Utang ini berasal dari pemerintah, bank sentral dan kelompok swasta. Pemerintah berdalih, utang luar negeri digunakan untuk membiayai pembangunan yang membutuhkan biaya tinggi seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Selain itu, utang juga digunakan untuk menutup defisit anggaran yang diakibatkan postur belanja negara lebih besar dibandingkan dengan pendapatan negara. 

Pembiayaan pembangunan menggunakan utang dibolehkan merujuk pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Hanya saja, sesuai dengan Pasal  12 ayat (3) disebutkan batas maksimal utang pemerintah adalah 60% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Saat ini, rasio utang Indonesia berkisar antara 30-35%. Para ekonom pun berpendapat utang luar negeri kita masih berada di batas aman. Namun demikian, pilihan menggunakan utang luar negeri sebagai salah satu sumber pembiayaan negara juga memiliki beberapa konsekuensi. 



Dampak Utang Luar Negeri

Trend peningkatan jumlah utang luar negeri dalam lima tahun terakhir terus meningkat. Pada akhir kepemimpinan SBY di tahun 2014, jumlah ULN mencapai 293,3 miliar dollar AS dan lima tahun setelahnya menjadi 389,3 miliar dollar AS. Peningkatan ULN ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah untuk meningkatkan anggaran pembangunan infrastruktur di daerah. Dengan komitmen Nawacita membangun dari Pinggiran, Presiden Jokowi sejak periode pertama kepemimpinannya gencar melakukan peningkatan infratruktur berupa jalan, jembatan, pembangunan bandara, pelabuhan, dll. 

Dalam konteks anggaran, pemerintah harus membayar bunga utang setiap tahunnya melalui APBN. Bunga utang dan cicilannya ini merupakan beban yang harus dibiayai oleh negara. Jumlah bunga pun tidak tanggung-tanggung mencapai Rp 21 triliun (2019). Makin besar jumlah utang, maka beban APBN untuk membayar bunganya juga akan lebih besar. Hal ini tentu akan berdampak pada penyesuaian pembiayaan untuk belanja modal termasuk untuk program yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Di sisi lain, karena utang luar negeri menggunakan mata uang asing terutama dollar AS maka melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar akan berpengaruh terhadap jumlah utang. Sebagai contoh jika utang kita sebesar 100 dollar AS dengan kurs rupiah 14.000 dollar As maka jumlahnya yaitu Rp 1.400.000. Apabila rupiah terdepresiasi maka kurs rupiah melemah semisal menjadi 15.000 per dollar. Hal ini membuat jumlah utang kita menjadi 100 dollar dikali 15.000 yaitu Rp 1.500.000 atau terdapat peningkatan sebesar Rp 100.000. Hal ini menunjukkan, kondisi pasar dunia sangat mempengaruhi perekonomian Indonesia. Melemahnya nilai rupiah terhadap dollar sekecil apapun akan berimbas pada jumlah utang dan bunga yang harus dibayar

Optimalkan Penerimaan Negara

Hal lain yang jauh lebih penting adalah apabila kita menjadikan utang luar negeri sebagai sumber pembiayaan pembangunan prioritas, maka secara bertahap ketergantungan kita terhadap luar negeri akan semakin tinggi. Kita seharusnya dapat belajar dari negara Yunani misalnya yang jatuh dan bangkrut akibat tidak mampu membayar utang. Dana bantuan dari negara lain yang selama ini memberikan dana talangan kepada Yunani, akhirnya berhenti dan menjadikan perekonomian negara tersebut collaps



https://mediacenter.riau.go.id/foto_berita/medium/optimalisasi-penerimaan-pajak-daerah-perlu-beragam-solusi.png

Sementara itu, seiring dengan meningkatnya utang luar negeri, pemerintah seharusnya juga meningkatkan kemampuannya dalam mengoptimalkan penerimaan negara. Hal ini untuk menjawab permasalahan dimana utang luar negeri digunakan untuk membiayai defisit negara karena pendapatan negara jauh lebih sedikit dibandingkan dengan belanja negara. Faktanya, Kemenkeu merilis diperkirakan sekitar Rp 120 triliun pajak tidak dapat masuk ke dalam kas negara akibat tidak terpenuhinya target. 


Penutup

Meningkatnya utang luar negeri akan berdampak pada semakin besarnya beban APBN untuk membiayai bunga dan cicilan utang. Akibat beban utang yang tinggi dalam APBN, penyesuaian anggaran untuk pembangunan dan program peningkatan kesejahteraan masyarakat bisa terjadi. Kondisi pasar dunia yang mempengaruhi dollar dan berdammpak pada melemahnya nilai tukar rupiah akan berdampak pada jumlah utang dan bunga yang semakin membengkak. Pemerintah seharusnya tidak terus menerus mengandalkan utang sebagai salah satu sumber pembiayaan negara namun juga bekerja keras untuk mengoptimalkan penerimaan negara seperti pajak. 


Purwakarta, 30 November 2019



***


Tulisan ini dibuat sebagai bagian dari pendalaman penulis dalam memahami tugas mata kuliah Pengembangan Masyarakat dan Pembangunan Daerah di Prodi S2 Manajemen Pembangunan Daerah FEM Institut Pertanian Bogor. Mata kuliah ini diampu oleh Dr. Lala Kolopaking. 



Sumber bacaan:

http://www.koran-jakarta.com/perlu-waspadai-pertumbuhan-utang-luar-negeri-swasta/
https://finansial.bisnis.com/read/20170727/9/675468/sebut-utang-indonesia-melebihi-batas-indef-pak-yusril-baca-dulu-undang-undang
https://nasional.kontan.co.id/news/bunga-utang-makin-besar-indef-ingatkan-pemerintah-waspada-mengelola-utang




Suasana Kuliah S3

Umumnya, orang akan membayangkan suasana perkuliahan program Doktoral atau Strata Tiga itu menyeramkan. Faktanya, justru suasananya lebih sa...