Tanjakan “Penganten” Cimenyan


Kecamatan Cimenyan merupakan daerah perbatasan antara Kabupaten Bandung dan Kota Bandung. Letaknya berada di sebelah timur Kota Bandung. Tempatnya bisa kita akses dari Padasuka, Bandung, jalan yang menuju Saung Angklung Udjo lurus terus, sekitar 30 menit menggunakan sepeda motor bisa sampai ke Cimenyan.

Layaknya Punclut (Puncak Utara Ciumbuleuit), Cimenyan memiliki tempat dengan view yang sangat bagus bernama Caringin Tilu (Cartil). Di sana kita bisa melihat keindahan Kota Bandung, Gunung Manglayang bahkan sampai kepulan asap Gunung Kamojang Garut. Tempat terkenal di Cartil yaitu Tanjakan Penganten. Masyarakat sekitar memanfaatkannya dengan membuka warung-warung makan lesehan dengan menu seperti nasi timbel, nasi beras merah dan ayam goreng.


Warung-warung lesehan tersebut memiliki sekat-sekat seperti ruangan warnet yang hanya berkapasitas sangat terbatas. Sehingga tak ayal, pengunjungnya banyak diminati oleh pasangan anak-anak muda. Apalagi dengan lokasinya yang jauh dari pemukiman warga.

Pernah suatu waktu, warga mendapati satu pasangan yang sedang melakukan adegan mesum tersebut. Sejak saat itulah Tanjakan Penganten mendapat perhatian serius dari masyarakat sekitar.

Imam Kurnia, salah seorang da’i Hidayatullah Jawa Barat yang bertugas di pos da’i Caringin Tilu, Cimenyan, merupakan salah satu anggota aktif yang bergabung dengan Aliansi Pergerakan Islam (API) Jawa Barat. Setiap dua kali dalam seminggu beliau memberikan ta’lim kepada warga Cimenyan di masjid yang tidak jauh dari Tanjakan Penganten, Cartil. Hari Jumat kemarin saya bersama beliau diantar menuju lokasi masjidnya.

Bersama dengan Ustad Yeye, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kecamatan Cimenyan dan support dari kawan-kawan API Jabar, kami berencana untuk menutup warung-warung yang berada di Tanjakan Penganten tersebut. Dasar pendirian warung-warung tersebut tidak lain hanya untuk menjamu pasangan muda-mudi yang ingin bermaksiat. Mayoritas, seperti yang diungkap oleh MUI Kecamatan dan Da’i Hidayatullah adalah pasangan muda-mudi yang ingin bersenang-senang dan akhirnya meresahkan masyarakat sekitar.

 MUI beserta Muspika setempat bukan saat ini saja mengingatkan para pemilik warung dan pengunjung untuk sama-sama tidak melakukan perbuatan maksiat di wilayah Cartil. Spanduk peringatan pun sudah dipasang. Namun bukannya diindahkan, perbuatan maksiat semakin menjadi. Cartil telah berubah menjadi kawasan khusus untuk para “penganten”. Masyarakat pun berang, apalagi momentum tahun baru kemungkinan akan dipadati oleh pasangan yang ingin meramaikan Cartil.

Potensi maksiat dari warung-warung tersebut pada akhirnya menyisihkan potensi-potensi lain karena meresahkan masyarakat Cimenyan. Rencana tata ruang pun pada akhirnya tinggal sesuatu yang tak berharga. Pemerintah setempat harus tegas, kalau punya planning seperti apa kawasan timur ini, maka laksanakan dengan sebaik-baiknya. Tapi bila tidak diurus, maka Cartil kini hanyalah milik mereka -para pasangan "penganten"-.  Ritual-ritual semi penganten pun bisa dengan jelas kita saksikan dari jalanan bila melewati tempat tersebut. Bila sudah seperti itu kondisinya, maka tidak ada jalan lain selain tutup warung-warung tersebut. Wallahu’alam bishshawab.

Suasana Kuliah S3

Umumnya, orang akan membayangkan suasana perkuliahan program Doktoral atau Strata Tiga itu menyeramkan. Faktanya, justru suasananya lebih sa...