Seandainya saya menjadi Anggota DPD RI


Dewan Perwakilan Daerah (DPD) merupakan perwakilan masyarakat daerah yang dipilih langsung oleh masyarakat tanpa melalui partai politik. Meski tidak dipungkiri bahwa mayoritas anggota DPD adalah anggota partai politik namun hal yang perlu diingat adalah anggota DPD dipilih oleh masyarakat atas nama individu. Oleh karena itu, legitimasi setiap anggota DPD sesungguhnya lebih besar dibandingkan dengan anggota DPR. Hal inilah yang menjadi pecutan sehingga membuat motivasi dan tanggung jawab untuk bekerja lebih keras lagi.

Sebagai anggota DPD maka fungsi, tugas dan wewenang sudah diatur oleh regulasi yaitu UU No. 27 tahun 2009. Walaupun dalam perjalanannya, wewenang DPD hanya terbatas pada tahap pembahasan dengan DPR, sehingga banyak kritikan dari publik bahwa DPD hanya semacam lembaga penasehat di parlemen saja, karena keputusan mengenai Undang-Undang ada di tangan DPR dan Pemerintah. Meskipun demikian, DPD sebagai lembaga legislatif tidak hanya berkutat pada persoalan minimalisnya kewenangan yang diberikan, meskipun hal itu harus terus diperjuangkan agar sistem ketatanegaraan kita lebih baik, tetapi prioritas DPD sebagai perwakilan dari masyarakat daerah adalah hal yang utama.

Persoalan pelik yang menimpa negara kita diantaranya kemiskinan yang merajalela, korupsi di segala bidang dan reformasi birokrasi yang tak kunjung selesai. Persoalan-persoalan tersebut tidak hanya berkutat di ibukota negara tetapi semakin menyebar dan mengakar di setiap daerah. Hal inilah yang seharusnya menjadikan DPD bekerja lebih keras dalam memaksimalkan perannya dan berfikir inovatif untuk ikut menuntaskan persoalan-persoalan tersebut.

Hal yang difahami bersama adalah negara ini dibangun dengan asas kekeluargaan dan gotong royong. Semakin terdegradasinya kekuatan tersebut jelas akan membawa negara ini semakin korup dan menjadikan masyarakatnya semakin individualistis. Proses pembangunan daerah sesungguhnya sudah dilakukan, tetapi yang jarang terjadi adalah daerah yang membangun. Daerah yang tidak hanya tergantung dari dana perimbangan APBN, namun bisa membangun daerahnya dengan memaksimalkan potensi Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM). Inilah yang menjadi harapan setiap daerah. Di saat negara kita hidup dari ketergantungan bantuan luar negeri, maka diperlukan daerah-daerah percontohan yang mandiri, yang menjadi teladan bagi masyarakatnya.

Sebagai lembaga legislatif, DPD harus bekerja bersama daerah. Bekerja tidak hanya sendiri, tetapi dengan kekuatan bersama masyarakat daerah. Program kerja DPD disusun bukanlah jiplakan atau hasil karya akademisi kontrakan, tetapi hasil karya bersama masyarakat daerah. Anggota DPD tidak lagi berpikir karena kantor saya di Jakarta, maka merasa kesulitan untuk berhubungan dengan masyarakat daerah. Alasan-alasan seperti itulah yang menjadikan anggota DPD tidak punya mental daerah, mental bekerja keras. Sistem memang harus terus diperbaiki, namun sekali lagi, semangat daerah adalah kerja keras. Logikanya, republik ini tidak akan berdiri jikalau tidak ada persatuan dari daerah-daerah. Maka dari itu, setiap anggota DPD harus menyadari hal ini. Tidak ragu untuk turun ke daerah, mengelilingi pelosok-pelosok, dan bersama dengan para stake holders daerah merumuskan solusi terbaik untuk daerahnya.  

Negara yang kuat disokong oleh daerah yang kuat. Tidak mungkin negara ini berdaya kalau kondisi daerahnya miskin dan korup. Bekerja tidak hanya untuk rakyat, tetapi bekerja bersama rakyat.  


Penulis, Ramlan Nugraha tinggal di Kota Bandung. 

Suasana Kuliah S3

Umumnya, orang akan membayangkan suasana perkuliahan program Doktoral atau Strata Tiga itu menyeramkan. Faktanya, justru suasananya lebih sa...