Pendekatan Islam dalam Tata Kelola Sumber Daya Alam dan Lingkungan


A.    Pengantar

 

Salah satu prioritas Presiden Joko Widodo pada periode kedua pemerintahannya adalah komitmennya untuk menjaga keberlanjutan sumber daya alam di Indonesia. Presiden menegaskan dalam pembangunan transformasi ekonomi  lima tahun ke depan akan menghilangkan ketergantungan pada sumber daya alam dengan meningkatkan  daya saing manufaktur dan jasa modern yang mempunyai nilai tambah tinggi. Adanya komitmen Presiden Jokowi ini menjadi penting mengingat pembangunan di Indonesia khususnya di sektor industri masih sangat bergantung pada Sumber Daya Alam (SDA).


Adanya komitmen pemerintah untuk menggeser arah kebijakan pengelolaan sumber daya alam ini cukup beralasan. Hal ini mengingat fakta dimana Indonesia memiliki laju deforestasi yang masih tinggi. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), laju deforestasi tahun 2017-2018 mencapai 480 ribu hektar. Di sisi lain, kemampuan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) yang dilakukan pemerintah melalui Ditjen Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (PDASHL) baru mencapai 200 ribu hektar. Kesenjangan antara angka laju deforestasi dengan kemampuan pemerintah dalam melakukan RHL tentu menimbulkan beberapa dampak terhadap kondisi lingkungan. Berkurangnya tutupan hutan akibat eksploitasi hutan secara terus-menerus ini menyebabkan dampak kerusakan lingkungan hingga berbagai kerugian terhadap kehidupan manusia.


Di sisi lain, pengelolaan hutan di Indonesia memberikan peluang kepada pihak swasta atau perusahaan untuk dapat memanfaatkan hutan melalui pemberian ijin usaha pemanfaatan hutan. Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menyebutkan pemanfaatan hutan tidak hanya dilakukan oleh pemerintah atau badan usaha milik negara namun juga dapat diselenggarakan oleh pemegang izin usaha pemanfaatan hutan, baik izin usaha pemanfaatan kawasan, pemanfaatan hasil hutan dan jasa lingkungan (Nurrochmat,2016). Data KLHK menyebutkan hingga akhir tahun 2018, jumlah area berizin yang diberikan pemerintah adalah 39,72 juta hektar atau 31% dari total kawasan hutan seluas 126 juta hektar. Dari jumlah tersebut, area berizin yang dikuasai swasta adlah 32,7 juta hektar atau 86,4% sedangkan untuk masyarakat adalah 5,4 juta hektar atau 13,6% (KLHK,2018).  


Pemberian ijin konsesi oleh pemerintah kepada pengusaha bukannya tanpa konsekuensi. Pada kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang melanda Indonesia pada tahun 2019, disinyalir penyumbang karhutla terbesar berasal dari wilayah konsesi  yaitu perusahaan perkebunan kelapa sawit dan Hutan Tanaman Industri (HTI). Contoh kasus di Kalimantan Barat, KLHK melakukan penyegelan terhadap lahan dari 26 perusahaan kelapa sawit dan satu lahan milik perseorangan terkait karhutla. Austin (2019)[1] menyebutkan industri sawit telah menyebabkan terjadinya deforestasi seluas 2,08 juta hektar atau 23% dari jumlah kerusakan hutan nasional sepanjang tahun 2011 hingga 2016. Pemerintah bukannya tanpa usaha untuk mengatasi hal tersebut. Untuk mengatasi masifnya laju deforestasi akibat sawit, pemerintah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit. Melalui regulasi ini, pemerintah melalui Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan melakukan penundaan izin baru perkebunan sawit selama tiga tahun. Pada praktiknya, implementasi Inpres ini belum berjalan optimal karena masih berkutat  pada konsolidasi data terkait tutupan sawit di tingkat kementerian.


Tidak dapat dipungkiri, tata kelola sumber daya alam dan lingkungan di Indonesia masih didominasi oleh pendekatan Developmentalis. Sumber daya alam dianggap  aset ekonomi yang memicu eksplorasi dan eksploitasi oleh manusia. Akibatnya kita melihat berbagai kerusakan lingkungan dan menimbulkan berbagai bencana yang melanda di berbagai daerah di Indonesia. Peran negara dalam mengelola sumber daya alam dan lingkungan menjadi titik pangkal persoalan yang perlu dibenahi sekaligus dicarikan solusi untuk mengatasi hal tersebut. Berbagai pendekatan untuk mewujudkan tata kelola sumber daya alam dan lingkungan yang berorientasi pada keseimbangan alam dan manusia perlu dimunculkan sebagai alternatif baru dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan.

 

B.     Perspektif Islam dalam Mengelola SDA dan Lingkungan

 

Zuchdi (2012) menyebut krisis lingkungan hidup (environmental crisis) yang terjadi saat ini - baik dalam konteks individu maupun masyarakat luas – merupakan gambaran akan krisis spiritual paling dalam yang melanda umat manusia. Menurutnya, hal ini disebabkan karena pendewaan humanisme yang menjadikan prioritas manusia lebih dari segalanya, termasuk terhadap alam. Hal serupa disampaikan Meadows (1972) dalam buku berjudul “The Limits to Growth” yang menjelaskan tentang kerusakan lingkungan hidup yang sangat cepat merupakan bahaya terbesar bagi umat manusia di masa depan. Menurutnya, hal ini akibat gagalnya upaya konservasi alam mengimbangi kegiatan ekspolitasi sumber daya alam dengan teknologi modern. Dari pandangan ini kita melihat destruksi lingkungan hidup yang diakibatkan eksploitasi terhadap alam juga telah menjadi pemikiran para peneliti sebelumnya.


Islam sebagai agama yang universal tidak hanya terletak pada eksklusivitas ritual beragama saja. Islam merupakan agama yang mengesakan Tuhan (tauhid), mengajarkan etika dan norma kebaikan, mengedepankan rasionalitas bagi akal pikiran dan relevan melintasi zaman. Sebagai panduan dalam melaksanakan kehidupan beragama, Islam memiliki Al Quran sebagai kitab suci yang berisi ayat-ayat terkait dengan firman Allah Subhanahu wa ta'ala (qauliyah) dan ayat-ayat semesta (kauniyah).

 

1.      Menjaga Alam dari Kerusakan Disebabkan oleh Manusia

 

Di dalam Al Qur’an, Allah Subhanahu wa ta'ala telah mengingatkan kepada manusia tentang masalah krisis lingkungan yang terjadi. Adanya krisis lingkungan merupakan akibat dari perbuatan manusia yang mengabaikan ajaran agama yaitu perintah dalam Al Quran untuk menjaga interaksi manusia dan alam. Hal ini dijelaskan dalam Al Quran yang berbunyi:


Text Box: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, sehingga Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (QS. Ar-Rum: 41)

 Qur’an (2017) menyebutkan “Al-Fasad” dalam ayat di atas dimaksudkan sebagai segala bentuk pelanggaran atas sistem atau hukum yang dibuat oleh Allah, dan diterjemahkan sebagai “perusakan”. Perusakan dalam konteks ini seperti pencemaran lingkungan ataupun eksploitasi terhadap alam yang berlebihan. Perbuatan manusia dalam melakukan eksploitasi sumber daya alam yang tidak memperhatikan lingkungan tentunya tidak hanya merusak unsur ekologi saja, namun juga meliputi semua unsur yang ada seperti air, tanah, tumbuh-tumbuhan, udara dan hewan. Akibat perbuatan tersebut, maka kerusakan lingkungan terjadi dimana-mana dan menimbulkan kerugian bagi manusia sendiri.

Text Box: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan dimuka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang yang beriman”. (QS. Al-A’raf:85)
 

 Pada ayat di atas terdapat perintah agar manusia tidak berbuat kerusakan di bumi. Mulyo (2011) berpandangan lingkungan hidup dalam perspektif Islam bukan saja dilihat dari aspek muamalah (hubungan manusia dengan manusia), namun juga memiliki dimensi teologis. Lebih lanjut menurutnya, perbuatan yang dapat menyebabkan kerusakan (mafasid) terhadap lingkungan harus dihindari sebagaimana perintah dalam ayat di atas. Ini juga menegaskan bahwa para pelaku pengrusakan terhadap sumber daya alam dan lingkungan bertentangan dengan apa yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa ta'ala.

 

2.      Upaya Menjaga Kelestarian Lingkungan Hidup

 

Upaya menjaga kelestarian lingkungan dari berbagai ancaman kerusakan yang ditimbulkan oleh manusia harus segera dilakukan. Berkaitan dengan hal tersebut, Nabi Muhammad SAW pernah bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Tirmizi, dan Ahmad.

Text Box: “Dari Anas bahwa Rasulullah saw bersabda: Tidak ada seorang muslim pun yang menanam pohon atau memelihara tanaman, kemudian dimakan oleh burung, manusia atau binatang ternak niscaya itu menjadi sedekah baginya”/ (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim, Tirmizi dan Ahmad)
 

 

 


Hadis di atas mengandung norma berupa ajakan kepada manusia untuk mengelola sumber daya alam dengan produktif. Qur’an (2017) menyebutkan secara substansi hadis ini menitikberatkan kepada penggunaan tanah agar dikelola secara produktif yang menghasilkan suatu tanaman atau bangunan di atasnya sebagai bagian dalam mengembangkan ekonomi. Khat (2016) menyebut hadis ini memberikan pelajaran kepada manusia agar menanam pohon atau tanaman. Dengan kegiatan tersebut, kelestarian lingkungan akan terjaga termasuk adanya buah-buahan yang dapat bermanfaat bagi makhluk hidup yang membutuhkan.


Upaya menjaga kelestarian dengan menanam pohon dan membuat lahan yang asalnya tidak produktif menjadi sesuatu yang bernilai tambah merupakan salah satu ajaran yang terkandung dalam Islam. Dalam sebuah riwayat disebutkan seorang laki-laki bertemu dengan sahabat nabi yang sudah tua bernama Abu Darda. Pada saat itu Abu Darda sedang menanam pohon. Lalu, laki-laki tersebut bertanya kepada Abu Darda: “Wahai Abu Darda, mengapa engkau tanam pohon ini, padahal engkau sudah tua sedangkan pohon ini tidak akan berbuah kecuali sekian tahun lamanya?” Abu Darda’ menjawab, “Bukankah aku yang akan memetik pahalanya di samping untuk di makan orang lain ?”


Dalam perspektif Islam, anjuran menanam pohon tidak saja bernilai sedekah, namun juga dapat bermanfaat bagi orang banyak. Khat (2016) menyebutnya sebagai bagian dari menjaga kehidupan (hifdzul-hayĆ¢h). Di lain pihak, Islam juga memberikan perhatian kepada orang yang menebang pohon.


Text Box: “Barangsiapa yang menebang pepohonan, maka Allah akan mencelupkan kepalanya ke dalam api neraka” (HR. Abu Dawud)


Penjelasan hadis di atas tidak serta merta bagi orang yang menebang pepohonan akan dicelupkan kepalanya ke dalam api neraka. Menurut Khat (2016) maksud orang yang menebang pohon dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud adalah mereka yang menebang pohon dengan sia-sia di sepanjang jalan, padahal pohon tersebut merupakan tempat para musafir dan hewan untuk berteduh.

 

C.    Kesimpulan dan Saran

 

1.      Pendekatan Islam terhadap pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan dapat ditemukan dalam beberapa ayat di Al Quran, Hadist maupun riwayat dari sahabat Nabi, khususnya berkaitan dengan kerusakan lingkungan fisik yang terjadi.

2.      Dalam perspektif Islam, kerusakan lingkungan maupun eksploitasi alam yang berlebihan disebabkan karena krisis spiritual dalam manusia yang lebih mementingkan kepentingannya sendiri dan mengabaikan perintah Allah SWT.

3.      Upaya menjaga kelestarian lingkungan dalam pendekatan Islam dilakukan dengan memanfaatkan lahan yang tidak produktif menjadi produktif. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui kegiatan menanam pohon atau dalam konteks lebih luas reboisasi. Kegiatan ini tidak hanya bernilai ibadah tapi juga dapat memberikan manfaat bagi khidupan makhluk hidup sekaligus menjaga kehidupan (hifdzul-hayĆ¢h).

4.      Dalam konteks pengelolaan SDA dan lingkungan di Indonesia, upaya yang dapat diterapkan berdasarkan pendekatan Islam diatas adalah:

a.       Pemerintah harus memberikan perhatian yang lebih terhadap pihak yang melakukan pemanfaatan hutan baik individu maupun korporasi. Pengaturan melalui kebijakan atau regulasi ini dimaksudkan agar pemanfaatan alam yang dilakukan oleh penerima ijin pemanfaatan hutan dapat dilaksanakan tanpa merusak kelestarian alam;

b.      Upaya menjaga kelestarian lingkungan merupakan tugas dari semua warga negara, bukan hanya pemerintah. Kegiatan yang dilakukan dalam menjaga kelestarian alam oleh pemerintah harus melibatkan partisipasi masyarakat agar dapat berjalan dengan berkelanjutan, mampu meningkatkan daya dukung lingkungan sekaligus mampu memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat sekitar yang melakukan upaya kelestarian lingkungan.

 


*) Ramlan Nugraha, Mahasiswa S2 Manajemen Pembangunan Daerah IPB




 

Daftar Pustaka

 

Ahdiat, Adi. 10 Penyebab Deforestasi di Indonesia, Dari Sawit hingga Lapangan Golf. Diakses pada 24 Juli 2020, dari https://kbr.id/nasional/02-2019/10_penyebab_deforestasi_di_indonesia__dari_sawit_hingga_lapangan_golf/98797.html

Arumingtyas, Lusia dan Nugraha, Indra. Akhirnya, Inpres Moratorium Perkebunan Sawit Terbit. Diakses pada 24 Juli 2020, dari  https://www.mongabay.co.id/2018/09/20/akhirnya-inpres-moratorium-perkebunan-sawit-terbit/

Austin, KG. et al. 2019. What Causes Deforestation in Indonesia? Environmental Research Letters, Vol. 14 (02):1-9.

Cipta, Hendra. Gubernur Kalbar: Penyumbang Kabut Asap Terbesar dari Lahan Konsesi Perusahaan. diakses pada 24 Juli 2020, dari https://regional.kompas.com/read/2019/09/16/15221311/gubernur-kalbar-penyumbang-kabut-asap-terbesar-dari-lahan-konsesi-perusahaan

Meadows DH, et al. 1972. The Limits to Growth: a Report for The Club of Rome's Project on The Predicament of Mankind. New York: Universe Books.

Mulyo, Mufrod Teguh. 2011. Studi Analisis tentang Pelaku Pencemaran dan Pengrusakan Lingkungan Menurut Islam dan Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam. Wahana Akademika,Vol.12:49-69.

Nuraini, Desyinta. Inpres Moratorium Sawit Dinilai Jalan di Tempat. Diakses pada 24 Juli 2020, dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20190926/99/1152687/inpres-moratorium-sawit-dinilai-jalan-di-tempat

Nurrochmat DR, Darusman D, Ekayani M. 2016. Kebijakan Pembangunan  Kehutanan dan Lingkungan Teori dan Implementasi. Bogor: IPB Press.

Qur'an, AA. 2017. Sumber Daya Alam dalam Pembangunan Berkelanjutan Perspektif Islam. El Jizya: Jurnal Ekonomi Islam, Vol. 5 (1): 1-24.

Zuchdi, Achmad Cholil. 2012. Krisis Lingkungan Hidup dalam Perspektif Islam. Mutawatir: Jurnal Keilmuan Tafsir Hadis, Vol. 2 (2): 140-162.

 

 



[1] Austin KG. et al. 2019. What Causes Deforestation in Indonesia? Environmental Research Letters, Vol. 14(02):1-9.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Suasana Kuliah S3

Umumnya, orang akan membayangkan suasana perkuliahan program Doktoral atau Strata Tiga itu menyeramkan. Faktanya, justru suasananya lebih sa...