Warung BOS, Sebuah Perjuangan Ibu-Ibu di Kampung Cicarita, Kab Bandung Barat

Cicarita, sebuah nama kampung yang berada di desa Ciwaruga, Parongpong Kabupaten Bandung Barat. Letaknya berada di daerah perbatasan antara Kabupaten Bandung Barat dengan Kota Bandung. Kondisi ekonomi warganya menengah ke bawah dengan mayoritas bekerja sebagai petani dan buruh bangunan. Hal yang kontras adalah ketika kampung ini berdekatan dengan hunian elit Pondok Hijau Indah dan kampus Universitas Pendidikan Indonesia. Bila kita berada di kampung ini, dengan jelas akan terlihat perbedaan yang mencolok tersebut.

Kampung ini menjadi salah satu tempat dimana saya melakukan wawancara dengan warga terkait kebijakan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun 2011. Wawancara ini merupakan bagian dari penelitian yang dilakukan oleh Pusat Telaah Informasi dan Regional (PATTIRO) bekerja sama dengan USAID mengenai pengembangan sistem integritas dan proses akuntabilitas dari anggaran pemerintah pada sektor pendidikan, pertanian dan kesejahteraan sosial. Dengan letaknya di daerah perbatasan, apalagi beberapa masukan dari masyarakat bahwa daerah ini kurang begitu diperhatikan oleh pemerintah, maka ini menjadi salah satu faktor kenapa tempat ini dijadikan sasaran.

 Menelusuri kampung ini dengan berjalan kaki tidak lebih dari satu jam. Hingga kemudian, saya singgah di suatu rumah yang sedang ramai waktu itu. Pemilik rumah ini bernama ibu Mimin (45). Rumahnya beralamat di RT 4 RW 18 Kampung Cicarita, Ciwaruga. Sehari-hari ibu Mimin adalah ibu rumah tangga yang juga membuka warung di samping rumahnya. Warung tersebut menjual makanan ringan, beberapa kebutuhan sembako, mainan anak, dsb. Di rumah tersebut juga hadir tetangga beliau yaitu ibu Tini (31) dan ibu Lilis (27).  Karena saya bertamu di siang hari, tepatnya sekitar pukul 14.00 maka selain ibu-ibu, berkumpul juga anak-anak mereka yang sedang bermain sepulang sekolah.

Setelah memperkenalkan secara singkat identitas diri dengan tidak lupa menyampaikan maksud dan tujuan silaturahmi, maka proses sharing pun kami mulai. Sebagai informasi bahwasanya ketika saya bertanya mengenai apakah mereka mengetahui tentang BOS, semua menjawab tahu. Setelah itu mereka pun saling menyampaikan kondisi di sekolah anak-anaknya. Anak ibu Mimin bersekolah di SMPN 2 Parongpong, ibu Tini di SDN Budhi Karya Ciwaruga dan ibu Lilis di SDN II Babakan Rahayu Cihanjuang.

Dari pembicaraan, pada dasarnya mereka tidak mengetahui tentang program BOS. Kalau dari namanya saja semua tahu, tapi ketika ditanya lebih mendalam semua menjawab tidak tahu. Bahkan ibu Lilis, ketika ditanya mengenai pertemuan orang tua siswa oleh sekolah langsung menjawab, “Saya pernah diundang ke sokolah tapi hanya membicarakan tentang sekolah yang akan membangun sarana WC. Kita dianjurkan menyumbang seikhlasnya. Untuk bicara masalah BOS, tidak pernah itu”. Hal yang menarik adalah ketika ibu-ibu  ini menyampaikan bahwa anak-anak mereka diwajibkan untuk membeli buku pelajaran dan Lembar Keterampilan Siswa (LKS). Mereka protes karena setiap semester mereka harus membelinya secara rutin. Mengenai hal ini, kami pun menyampaikan bahwa dalam regulasi yang berlaku saat itu yaitu Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 37 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan BOS disebutkan bahwa salah satu penggunaan dana BOS adalah pembelian/penggandaan buku pelajaran. Jadi dalam hal ini, seharusnya sekolah tidak menarik dana dari orang tua siswa.

Dalam pertemuan tersebut, ibu Tini menyampaikan pendapatnya terkait ide bahwa mereka selaku orang tua siswa siap untuk menyebarluaskan informasi ini kepada orang tua siswa lain. Salah satu caranya adalah menjadikan warung ibu Mimin sebagai salah satu posko informasi tentang BOS khususnya mengenai larangan sekolah menjual buku-buku pelajaran. Ibu-ibu yang lain pun mengangguk tanda setuju.

Dalam pertemuan selanjutnya, meskipun tidak ada spanduk atau apapun jenisnya, tetapi Alhamdulillah warung tersebut selain tempat bertemunya ibu-ibu, juga digunakan sebagai sharing informasi mengenai program BOS di sekolah anaknya masing-masing. Seiring berjalannya waktu, sharing informasi secara kultural masih terus berlangsung. Dan pada akhirnya, obrolan ibu-ibu pun tidak hanya berkutat di wilayah mahalnya sembako, gosip selebritis, tetapi juga secuil informasi mengenai hak mereka tentang BOS. Ya, meski hanya secuil, kita harus tetap berusaha!     


Ramlan Nugraha
Pegiat di Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO)
Propinsi Jawa Barat
Hp. 085794490156



Note :
1.      Silaturahmi pertama kali dilakukan pada April 2010.
2.      Foto mengenai warung tsb belum penulis lampirkan. Insya Allah menyusul dalam waktu dekat.

Suasana Kuliah S3

Umumnya, orang akan membayangkan suasana perkuliahan program Doktoral atau Strata Tiga itu menyeramkan. Faktanya, justru suasananya lebih sa...