Pertemuan Masyarakat Sipil Indonesia-USA

Melanjutkan tulisanku beberapa waktu lalu tentang Indonesia-USA stocktaking meeting di Bappenas kemarin..
Paparan dari Director of HG USAID
Pemerintah AS menggambarkan dirinya sebagai negara yang melaksanakan demokrasi langsung representatif. Di setiap negara bagian mereka memiliki hukum perundang-undangan yang berbeda-beda. Hal tersebut sudah berlangsung sejak 200 tahun sampai sekarang. Peranan masyarakat madani menurut  mereka adalah ketika masyarakat aktif untuk mengingatkan birokrasi tentang tugas-tugasnya.
                Dalam hal perencanaan tata kota, keterlibatan masyarakat memiliki posisi penting. Sebagai gambaran ketika masyarakat disodorkan tentang sebuah perencanaan tata kota maka yang pertama kali mereka lihat adalah dimana letak rumah mereka. Setelah itu bagaimana hubungan rumah mereka dengan perencanaan yang akan dibangun pemerintah. Egois memang, mereka berpikir tentang apa yang dilihat saja. Tetapi yang perlu disadari adalah tanpa masyarakat, kita tidak akan berhasil dalam merencanakan sebuah tata kota yang baik.
                Di Amerika Serikat public hearing antar masyarakat dengan pemerintah selalu menghasilkan sebuah surat respon, yaitu semua pendapat, komentar, usulan atau apapun –mereka mengatakan sekalipun orang gila yang ngomong pun- akan ditulis, dijawab dan diterbitkan kepada publik. Semua negara bagian harus melaksanakannya karena ini adalah mandat dari pemerintah federal di Washington. Negara bagian terikat bantuan semacam dana perimbangan yang diberikan oleh Washington sehingga konsekuesi apabila mandat tersebut tidak dilaksanakan maka akan berefek kepada bantuan tersebut.  
                Mereka pun menyampaikan bahwa di Virginia Utara, partisipasi keterlibatan masyarakat sangat buruk. Birokrasi melakukan cara tersendiri dalam mengambil keputusan. Padahal sangat dimungkinkan setiap politisi tidak tahu bagaimana mengukur keberhasilan sebuah kebijakan. 
                Dalam perkembangan organisasi masyarakat sipil, posisi mereka dengan pemerintah tidak lagi dianggap nomor dua. Bahkan tidak jarang ada ormas yang menantang pemerintah dalam hal kebijakan. Ini perkembangan sehat tentunya. Tetapi dalam faktanya ormas seringkali dianalogikan “suara yang ada di meja”, pemerintahlah yang mengambil keputusan. Pemerintah yang diisi oleh orang-orang yang telah menempuh pendidikan tertentu, dengan jenis keterampilan khusus, seringkali arogan menganggap kemampuan mereka lebih hebat dibanding dengan ormas. Inilah yang terjadi di negara bagian California, dimana ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah berdampak masyarakat membuat semacam pengambilan keputusan atau hukum sendiri. Para politikus tidak dimanfaatkan lagi oleh masyarakatnya.
Paparan dari IRI
Kontribusi masyarakat sipil yaitu dari segi kapasitas eksternal diantaranya adalah menjadi jembatan formal antara pemerintah dengan masyarakat, mengidentifikasi masalah-masalah prioritas yang terjadi di masyarakat, menjawab permasalahan bersama pemerintah dan melakukan survey opini masyarakat atas sebuah kebijakan pemerintah. Kontribusi lainnya adalah meningkatkan “suara yang termarginalisasikan” seperti pemuda dan perempuan. 
Paparan dari CSO Indonesia
Pukat UGM sedang menyusun almanak korupsi yang berisikan kasus-kasus korupsi ataupun modus yang terjadi di semua provinsi di Indonesia. Proses penegakan hukum lari di tempat seperti di track mill. Contohnya jika ada kasus ilegal loging tinggi maka intervensi pusat di daerah tersebut pasti tinggi.
Pukat juga mengusulkan supaya ormas melakukan legal audit terhadap segala bentuk perundang-undangan yang dikeluarkan pemerintah. Kita akan menanyakan jika sebuah RUU terbit apa alasan diterbitkannya? Begitupun dengan perda dll.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Suasana Kuliah S3

Umumnya, orang akan membayangkan suasana perkuliahan program Doktoral atau Strata Tiga itu menyeramkan. Faktanya, justru suasananya lebih sa...