IMPLEMENTASI BOS TA 2011 DI KAB. BANDUNG BARAT


Januari sampai Maret 2011 ini kami melakukan penelitian terkait pelaksanaan Bantuan Operasional Siswa (BOS) triwulan I di Kabupaten Bandung Barat (KBB). Daerah penelitian terdiri dari 3 kecamatan dengan Responden terdiri dari orang tua siswa, kepala sekolah, komite sekolah, dinas pendidikan, dan dewan pendidikan.

Penelitian awal ini bertujuan untuk menemukan fakta-fakta di lapangan tentang implementasi BOS. Tujuan akhir dari penelitian ini adalah untuk membuat model dalam mengembangkan integritas dan akuntabilitas pemerintah daerah di sektor pendidikan. Berikut hasil temuan lapangan yang sudah kami sampaikan juga dalam pers konference dengan media di KBB pada 20 April kemarin :

1. Alokasi Dana BOS

Semua responden orang tua siswa tidak mengetahui besarnya dana BOS yang diterima di sekolahnya dan biaya satuan BOS per siswa per tahun. Tidak adanya pengumuman besaran dana BOS di mading sekolah sehingga menyebabkan orang tua kesulitan dalam mengetahui informasi tersebut. Semua responden berpendapat pentingnya mengumumkan dana BOS dengan alasan supaya mereka mengetahui penggunaan dana oleh sekolah.

Dari semua responden yang diwawancarai, 75% sekolah memasang spanduk “Sekolah Gratis”. Terkait pungutan sekolah, 75% sekolah memungut biaya kepada siswa untuk pembelian Lembar Kerja Siswa (LKS) yang rata-rata sebesar Rp 120.000,00 (12 buah). 25% responden keberatan terhadap pungutan sekolah berupa pembelian LKS ini dengan alasan mereka harus membayarnya setiap sekali dalam semester.


2. Pendataan Siswa penerima dan Perencanaan Penggunaan BOS

Jumlah siswa yang diajukan sekolah untuk menerima BOS diketahui oleh komite sekolah. Komite sekolah memiliki jadwal rutin berkunjung ke sekolah. Hanya saja, 50% responden komite sekolah menjawab tidak mengetahui atau tidak ikut turut menghitung jumlah siswa yang akan diajukan oleh pihak sekolah. Sehingga yang diketahui oleh mereka hanya jumlah kasarnya saja.

Komite sekolah terlibat dalam perencanaan penggunaan dana BOS. Masih ditemukan komponen yang tidak boleh dibiayai oleh dana BOS namun tetap masuk dalam perencanaan seperti pembangunan ruang kelas baru dan WC.

Keterlibatan komite sekolah dalam perencanaan penggunaan dana BOS masih sebatas formalitas. Hal ini dibuktikan semua responden orang tua menjawab tidak tahu tentang siapa perwakilan dari mereka yang terlibat dalam perencanaan penggunaan dana BOS.

Sosialisasi dokumen RAPBS pun tidak disampaikan secara detail dalam pertemuan orang tua, hanya secara umum seperti rencana pembangunan fasilitas sekolah saja. Orang tua pun tidak pernah sama sekali dimintakan pendapatnya mengenai belanja sekolah yang akan masuk RAPBS. Semua responden menganggap penting bahwa dokumen RAPBS perlu diumumkan kepada orang tua agar mereka mengetahui penggunaan uang di sekolah dan tidak penasaran tentang kemana alokasi uang.


3. Pencairan Dana dan Penggunaan Dana BOS
Pencairan dana BOS dilakukan oleh kepala sekolah dan bendahara. Tidak ditemukan adanya biaya tambahan sebagai persyaratan khusus administrasi dalam proses pencairan. Besaran dana BOS diumumkan oleh pihak sekolah melalui papan pengumuman atau mading.

Pencairan dana BOS yang dilakukan Sekda/Dinas Pendidikan jauh lebih baik karena mempermudah koordinasi. Sekolah melakukan jemput bola dengan mendatangi dinas terkait apabila menemukan kesulitan dalam proses pencairan. Upaya untuk mencegah terjadinya korupsi dan kebocoran dalam aliran dana BOS dilakukan oleh Dewan Pendidikan dengan melakukan monitoring dan evaluasi serta sosialisasi kepada anggota komite sekolah.

Ketentuan mengenai komponen yang boleh dan tidak boleh didanai oleh BOS tidak bisa dilaksanakan secara konsisten oleh sekolah. Dari ke 14 komponen yang ada, komponen yang paling sulit untuk dihindari adalah pengadaan sanitasi seperti WC dan ruang kelas baru.

Adanya persetujuan antara pihak sekolah dan komite sekolah apabila sekolah menggunakan dana BOS diluar ketentuan yang ditetapkan.

Semua responden orang tua tidak mengetahui laporan penggunaan dana BOS baik lewat rapat orang tua, komite sekolah atau mading. Sekolah tidak mempunyai mekanisme pengaduan terkait pertanyaan seputar BOS.


4. Monitoring dan Mekanisme Komplain
Monitoring dilakukan oleh komite sekolah, Tim Manajemen BOS Dinas Pendidikan Kabupaten, Bawasda, BPK, dan Inspektorat. Masih ditemukan sekolah yang memberikan uang transport kepada Tim Manajemen BOS dari Dinas Pendidikan. Tidak ditemukannya kasus auditor eksternal meminta sekolah untuk mengembalikan uang BOS karena kesalahan penggunaan, dan pemberian sanksi apabila auditor menemukan adanya penyimpangan penggunaan dana BOS oleh sekolah.

Semua responden orang tua menjawab tidak tahu tentang adanya kelompok orang tua siswa yang mengawasi pengelolaan dana BOS. Sekolah tidak memberikan informasi tentang mekanisme pengaduan tentang BOS sehingga orang tua tidak mengetahui kepada siapa harus bertanya. Hal ini dikarenakan sekolah tidak mempunyai saluran khusus maupun mekanisme komplain. Pengaduan yang ada masih minim, umumnya masyarakat jarang melakukan pengaduan.

Di tingkat daerah, Dewan Pendidikan KBB memiliki manager complain yang menangani secara khusus tentang komplain yang dilakukan oleh masyarakat.


5. Skema Program BOS

Kelebihan dari skema BOS sekarang adalah upaya mencegah kebocoran bisa diminimalisir dan kelemahannya berupa proses administrasi yang cukup rumit.

Mekanisme dana BOS yang baru memberatkan pihak sekolah. Pada triwulan pertama, dana telat datang ke sekolah yaitu seharusnya diterima bulan Januari menjadi sangat terlambat diterima pada bulan Maret. Ketelatan dana BOS berdampak pada sekolah-sekolah yang menggantungkan biaya operasionalnya hanya dari BOS. Mereka sangat keberatan membayar gaji guru. Selain itu, pengambilan dana BOS yang cukup jauh juga sangat riskan. Tidak jarang pihak sekolah datang beramai-ramai ke Bank untuk mengambil dana BOS agar terhindar dari perampokan. Hal ini membawa implikasi biaya yang tinggi pula.

Komite sekolah menyarankan agar skema BOS ini dikembalikan ke skema lama. Perubahan iklan gratis pendidikan pun sebenarnya sedikit membawa dampak pada masyarakat. Masyarakat pada umumnya sudah menerima iklan lama yang mendengungkan bahwa pendidikan itu gratis. Pemerintah sudah dinilai serius dalam pendidikan gratis ini namun demikian masih banyak aspek yang harus dibenahi. Salah satunya adalah pihak sekolah masih belum bisa memanfaatkan dana bantuan dari pemerintah secara efektif. Hal ini sangat berpengaruh karena ternyata dari sisi tenaga pengajar masih kurang. Belum ada upaya kebijakan yang serius untuk peningkatan mutu tenaga pengajar khususnya untuk pendidikan dasar.

Besaran dana BOS tidak mencukupi untuk membiayai pendidikan gratis. Mayoritas masyarakat yang tinggal di pedesaan Kabupaten Bandung Barat (KBB) adalah masyarakat miskin. Alokasi dana yang ada harus ditingkatkan untuk membiayai kebutuhan lain seperti pakaian seragam.

Semua responden orang tua tidak mengetahui perkembangan terkait skema program BOS yang baru. Harapan mereka, pihak sekolah bisa memberikan informasi secara terbuka kepada orang tua baik lewat rapat pertemuan maupun mading sekolah.**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Suasana Kuliah S3

Umumnya, orang akan membayangkan suasana perkuliahan program Doktoral atau Strata Tiga itu menyeramkan. Faktanya, justru suasananya lebih sa...