Bengkel Langganan

Sebelum ke kantor siang ini, saya sengaja pergi ke bengkel dulu. Sudah agak lama motorku belum diservice. Maklum sudah beberapa pekan ini aku sibuk mengerjakan riset local budget survey Provinsi Jawa Barat. Kegiatan tersebut cukup menyita waktu, hingga akhirnya baru kusadar ketika dalam perjalanan, motorku sudah batuk-batuk plus ga bisa ngacir seperti dulu.


Saya punya bengkel motor langganan. Tempatnya tidak terlalu jauh dengan kampus. Kalau dari kelasnya, mungkin bengkel ini tidak terlalu bonafit. Bukan bengkel resmi lagi. Tapi ada beberapa hal yang barangkali saya masih menjadikan bengkel ini tempat berlabuh motorku.
Bengkel ini terletak didepan jalan, layaknya bengkel kebanyakan. Tempatnya yang strategis menjadikan para pemilik motor membawa motornya ke bengkel ini. Selain harganya yang relatif terjangkau, para montir semuanya anak-anak muda cekatan, Kualitas servicenya pun cukup bagus, meski memang seperti kebanyakan bengkel rakyat, aspek kebersihan menjadi nomor sekian untuk diperhatikan.


Di bengkel ini saya banyak berinteraksi dengan kondisi masyarakat. Bisa dibilang kelas menengah ke bawah kali ya. Nah, inilah kesukaan saya. Sejak dulu sampai sekarang hampir sama saja. Untuk beberapa rutinitas bulanan, seperti service motor, pangkas rambut, dll senang rasanya ketika berada bersama dengan mereka. Saya selalu berpikir, inilah kondisi kita. Harus diakui kondisi masyarakat kita masih berada di level menengah ke bawah. Meski tinggal di kota, tapi perbedaannya ga jauh beda lah.
Di samping bengkel ini, ada toko waralaba Indomaret. Sering sekali rasanya saya melihat para trainee alias calon karyawan yang pake seragam putih item kelalang-keliling melayani para pelanggan. Sesekali kalau tidak ada yang beli, mereka rutin membersihkan kaca depan. Luar biasa rajinnya, pikir saya dalam hati. Tapi, di sisi lain kadang miris ketika kerja keras mereka tidak dibayar dengan upah yang layak. Belum lagi posisinya yang masih calon karyawan. Itu juga belum fix lagi, masih nunggu apa kontraknya lanjut atau tidak. Walah, beginilah nasib para tenaga kerja kita.
Interaksi dengan semua itu menumbuhkan satu hal pada diri saya. Bahwa hidup itu harus kaya, bermanfaat dan berkualitas. Sederhana itu sikapnya. Hidup itu perjuangan, ada rumus hidup bagi siapapun yang bekerja keras untuknya. Tetapi bukan harga mutlak tentunya, karena ada kuasa Ilahi yang mengatur segalanya. Wallahu’alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Suasana Kuliah S3

Umumnya, orang akan membayangkan suasana perkuliahan program Doktoral atau Strata Tiga itu menyeramkan. Faktanya, justru suasananya lebih sa...