LOKAKARYA CSIAP II DI SEMARANG


 
Semarang,(13/04)--Perjalanan kami akhirnya usai sudah. Berangkat dari Bandung pukul 20.34 dan sampai ke stasiun Semarang Tawang pukul 04.27 pagi. Badan segar, karena semalam saya istirahat dengan cukup. Ini perjalanan saya yang pertama ke Semarang. Sungguh bahagia, karena keberangkatan ini sudah lama dinanti-nanti. Saya haturkan syukur ke hadirat Allah Swt. Tak lama, kami pun menyegerakan untuk shalat Shubuh berjamaah.

Mushola di Stasiun Semarang berukuran sekitar 4X4 M. Tempat wudhunya terbuka dengan jumlah keran air hanya empat buah. Semuanya sejajar. Bagi perempuan berkerudung, mungkin fasilitas yang ada kurang akomodatif. Atau bahasa gaulnya, tidak berbasis kesetaraan gender. Beberapa perempuan berkerudung terpaksa harus membuka sedikit kerudungnya untuk membasuh rambutnya. Hal itu tentu cukup terlihat oleh umum. Saran saya: bagi anda yang akan pergi ke Semarang, jangan lupa sebelum turun dari kereta api, ambil wudhu di kereta. Berhubung fasilitas mushola di stasiun kurang akomodatif.




Kondisi stasiun cukup bersih. Penerangannya pun baik. Pada gambar diatas terlihat kereta api Harina yang kami tumpangi. Apabila anda lapar, tidak perlu khawatir. Banyak para pedagang lokal yang menyajikan aneka makanan yang beragam.

Di stasiun ini disediakan executive room. Ruangan ber-AC dengan fasilitas televisi dan toilet khusus bagi penumpang kelas eksekutif. Ruangannya berukuran 4X4 m dengan kapasitas duduk 20 orang. Bagi anda yang ingin rehat sejenak, ataupun untuk mengisi baterai HP atau laptop, ruangan ini pasti sangat berguna. Tapi maaf, kita belum menemukan jaringan wi-fi di sini. 
 



Nah, pertemuan pun sudah dimulai. Acara ini bertempat di gedung Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Provinsi Jateng. Alamat lengkapnya di Jl Kyai Mojo Srondol, Semarang. Terhitung sejak tanggal 13-15 April 2010. Peserta yang hadir berasal dari Semarang, Blitar, Jawa Barat, Solo dan Pekalongan. Semuanya berjumlah sekitar 20 orang. Kawan-kawan bisa lihat ternyata jumlah peserta laki-laki dan perempuan di lokakarya ini cukup seimbang. Yup, begitulah kami di PATTIRO. Isu gender jadi salah satu tema advokasi, dan di dalam organisasi pun hal ini dijalankan juga. Ini bagian yang saya suka. Kalau kata anak fb jaman sekarang, “I like this ”.

Gedung LPMP Provinsi Jateng ini cukup luas. Ruangan-ruangan baru sedang dibangun, pertanda aktivitas pembangunan yang terus berkembang. Tidak terkecuali dengan aktivitasnya. Sesuai namanya, gedung ini digunakan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Provinsi Jateng. Sejak hari pertama sampai selesai, aktivitas di setiap ruangan lembaga ini tak henti-hentinya terlihat ramai.

Jaringan wi-fi hanya ditemukan di ruang makan saja. Padahal sebenarnya kami sangat membutuhkannya ketika berada di ruang pertemuan ataupun di kamar. Koneksinya cukup cepat dan teman-teman pun menikmatinya.


Siang hari tanpa AC ataupun kipas angin, wuiiih jangan ditanya lagi. Semarang merupakan kota layaknya Cirebon ataupun Surabaya. Dekat dengan laut menyebabkan suhu pada siang hari terasa sangat panas. Saran saya, gunakan pakaian yang bahannya dari cotton dan berwarna cerah.

Masih dari tempat duduk yang sama, objek kamera pun tetap sama. Hanya waktu pengambilan foto saja yang berbeda. Kalau yang diatas pada malam hari, yang ini siang. Saya perkenalkan beberapa partner saya dari Semarang (Mba Dini, Mba Ita, Mba Nurul dan Deni: ki-ka). Ketiga perempuan tersebut sudah menikah, dan Deni –masih kuliah sem 8 di Undip-.




Tugu Muda, Semarang. Simbol perjuangan dan kebanggaan warga Kota Semarang. Hari itu, saya benar-benar lupa. Tidak menanyakan perihal sejarah tugu ini. Btw, ini hari terakhir kami di Semarang. Seperti biasa, di setiap perjalanan kami pasti menyempatkan untuk jalan-jalan. Jalan-jalan kali ini tidak terlalu lama, dimulai sejak bada ashar sampai menjelang maghrib. Karena malam harinya kami sudah ditunggu “Harina” untuk kembali ke Bandung. Guide yang kami ajak tentu dari tuan rumah, siapa lagi kalau bukan mas Agus Yahya. Oke sip, berangkat mas..

Perjalanan dari LPMP ke Tugu Muda membutuhkan waktu sekitar 20 menit. Layaknya di Jakarta, Blue Bird cukup mudah didapatkan di Kota Semarang. Hal ini berbeda sekali dengan di Bandung. 








Di kawasan Tugu Muda ini, berdiri sebuah bangunan sejarah warisan kolonial Belanda. Nama terkenal bangunan tersebut yaitu Lawang Sewu atau pintu seribu. Dulunya bangunan ini digunakan oleh Belanda sebagai kantor pusat kereta api atau Indische Spoorweg Maschaappijb (NIS). Menurut penjaganya, jumlah pintunya sekitar 1200 buah. Dibangun pada tahun 1903 dengan designer aseli orang Inlander yang bernama Jacob F. Klinkhamer dan B.J. Queendag. Bangunan ini sekarang berada di bawah kepemilikan PT Kereta Api Indonesia. Ketika awal kemerdekaan, bangunan yang termasuk 102 bangunan kuno di kota Semarang ini digunakan sebagai kantor Djawatan Kereta Api Indonesia (DKARI). Dalam perkembangannya digunakan juga oleh KODAM IV Diponegoro dan Departemen Perhubungan Jawa Tengah.

Dari sini anda bisa melihat renovasi yang sedang dilakukan. Seperti halnya bangunan lain peninggalan Belanda, selain yang direnovasi di atas, kondisinya sampai sekarang masih terlihat kokoh. Lantainya tidak bolong-bolong seperti kantor pemerintah kita, begitupun dengan jendelanya. Hanya saja beberapa besi penyangga dan lampu banyak yang hilang karena tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab.

Bangunan ini pernah dijadikan tempat syuting “Dunia Lain” Trans TV. Dan hasilnya, menurut pengakuan si peserta, terlihat bayangan putih menyerupai seorang wanita yang berkelebat (kuntilanak,-red). Hehe.. ini menurut guide juga. Si Guide lalu menambahkan, “Kalau beruntung, kita mungkin bisa melihat “sesuatu” di sini. Saya dan teman-teman kontan saja nyengir, kalimat yang itu lho, “kalau beruntung,..”. So, anda disebut beruntung kalau siang hari gini bisa ketemu sama hantu –warisan kolonial Belanda lagi-. Wah ketemu saja disebut beruntung, apalagi bersalaman atau minta tanda tangan kali ya. Ups, jangan lupa tanyakan juga, itu Ghost tanda tangannya mau pake spidol merah atau biru?? :)




 
Terlihat dari samping. Lawang Sewu terlihat kokoh walaupun usianya kini hampir 1 abad. Setelah Belanda meninggalkan Indonesia, bangunan ini digunakan juga oleh Jepang sebagai markas pemerintahannya. Di bawah bangunan ini terdapat ruang bawah tanah, yang digunakan sebagai penjara dan juga tempat penampungan air banjir. Belanda sangat faham betul, bahwa air rob akan menjadi salah satu masalah di kota Semarang. 





Lokasi ini adalah tempat pembuangan mayat-mayat yang telah –maaf- dibunuh oleh Belanda. Para pejuang Indonesia bergelimpangan di sungai-sungai ini. menurut si Guide, sungai-sungai ini dulunya berwarna merah. Saking banyaknya orang yang dibunuh disini. Naudzubillah.

Ketika melihat ke tempat ini, bulu kuduk saya merinding. Mendengar cerita Guide, terpikir oleh saya bagaimana para pejuang kita dibantai dengan sadis di sungai kita. Sungguh, saya bukannya takut, tapi ngeri hanya sekedar membayangkan apa yang terjadi pada masa itu.





Kami sempatkan untuk foto bersama. Saya, Andriyana dan Yuda.

 Agak lemas, tadi malam kurang tidur. Lihat berita Priok Berdarah.


Kereta api peninggalan kantor pusat kereta api Belanda atau
Indische Spoorweg Maschaappijb (NIS).


 Kembali menuju Bandung. Jadwal kepulangan pukul 20.34.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Suasana Kuliah S3

Umumnya, orang akan membayangkan suasana perkuliahan program Doktoral atau Strata Tiga itu menyeramkan. Faktanya, justru suasananya lebih sa...