Daftar Tes PTESOl

Rabu, 31 Maret 2010

Tepat di akhir bulan ini saya mendaftarkan diri untuk mengikuti tes PTESOL (Profiency Test of English to Speakers of Other Language). Tempat tesnya di Balai Bahasa UPI. Lembaga ini telah memiliki sertifikasi ISO 9001. Selain itu cukup banyak lembaga baik dari instansi pemerintahan, swasta maupun Universitas lain yang menggunakan pelayananan disini.

Biaya untuk Civitas Akademika Rp 50.000, sedangkan untuk umum Rp 85.000,- per orang. Pelaksanaan tesnya besok Kamis pukul 13.00. Seperti biasa, setiap peserta diwajibkan membawa pulpen, pensil 2B dan penghapus. Untuk pengambilan sertifikat harus disertai dengan pas foto ukuran 2x3.

Tes ini merupakan salah satu persiapan untuk mengikuti Training on Governance and Policy Advocacy for Stakeholders in Local Development yang diselenggarakan oleh Nuffic Neso. Lembaga ini semacam yayasannya Kedubes Belanda. Waktu training sekitar 30 hari. Pelaksanaannya Juni 2010.

Saya mengejar skor 520 untuk institusional TOEFL. Skor ini sesuai dengan persyaratan untuk bisa menjadi peserta training. Sesuai dengan time frame of Pattiro’s training, pada minggu empat April merupakan final participants were selected. Untuk mengejar skor tersebut, selain tiap hari belajar intensif (non-course), saya rencanakan untuk mengikuti tes PTESOL sebanyak dua kali dan Institutional Testing Program (ITP) TOEFL satu kali. Biaya ITP memang agak mahal $ US 25 per orang. Pelayanan tesnya pun dilakukan dengan mendaftarkan peserta langsung ke ETS, Princeton,New Jersey USA.

Mengejar skor tersebut dalam waktu kurang lebih 21 hari merupakan tantangan tersendiri. Ada keraguan didalamnya, tapi segera hal itu ditepis dengan sebuah optimisme. Ada waktu 21 hari atau 504 jam lagi. Jumlah tersebut dikurangi porsi tidur 5-6 jam per hari. Artinya ada waktu 388,5 jam.

Berusaha memotivasi diri: yang penting berusaha dengan maksimal, niat yang ikhlas dan tawakal kepada Allah SWT. Target bulan April pun saya harus segera menyelesaikan Tugas Akhir (TA) yang sudah terbengkalai selama 40 hari. Gila! Di semester ujung ini masih belum selesai juga. Ah, sekali mendayung empat-lima pulau harus terlewati. Kalau dua-tiga pulau sih sudah biasa. Semoga Allah SWT mengabulkan permohonan ini: Semester sekarang Tugas Akhir harus selesai dan bulan Juni ikut bersama teman-teman training di Belanda. Tidak lupa pula, semoga saudara-saudara kita di Palestina terus istiqomah melawan Zionis Yahudi[]

[Ramlan Nugraha]

KEBERSAMAAN ITU TETAP SAMA

Bandung, 31 Maret 2010


Selamat Milad ke-12 KAMMI*
[Hanya tuk berbagi, tak lebih..]


Tanggal 29 Maret kemarin KAMMI berusia dua belas tahun. Melihat sejarah awal pembentukannya, lahirnya KAMMI jelas tidak bisa dilepaskan dari gerakan tarbiyah yang dibidani oleh Ikhwanul Muslimin. Organisasi dakwah pimpinan Hasan al Banna di Mesir. KAMMI lahir oleh para aktivis gerakan tarbiyah di Indonesia dengan tujuan sebagai wadah perjuangan calon pemimpin negeri ini. Hal tersebut sangat jelas termaktub dalam visinya yang dapat kita bagi menjadi tiga bagian, pertama wadah perjuangan permanen, kedua, calon pemimpin bangsa, dan ketiga, mewujudkan bangsa dan negara yang Islami.

Referensi utama sejarah kelahiran KAMMI hanya bisa kita lihat dari buku karya Mahfudz Siddiq. Tidak ada yang lain. Proses pengkaderan di KAMMI mengharuskan semua anggota menjadikan buku tersebut sebagai salah satu bacaan wajib. Kita menyebutnya daftar Manhaj Tugas Baca (Matuba).

Sejak kelahirannya, KAMMI telah mewarnai percaturan gerakan politik Indonesia. Struktur organisasinya pun kini mengalami perapihan. Mulai dari tingkat komisariat, daerah, wilayah dan pusat. Profesionalitas disiplin ilmu anggota KAMMI semakin berkembang, jumlahnya pun semakin meningkat. Kesadaran untuk memperbaiki organisasi bak cendawan di musim hujan, selalu bermunculan semangat baru yang lebih heroik tiap tahunnya.

10 Tahun Kebersamaan

Saya masuk KAMMI pada tahun 2004. Sampai sekarang kebersamaan dengan organisasi ini tidak pernah hilang atau luntur sekalipun. Enam tahun sudah menemani KAMMI, dan saya bangga menjadi bagian dari gerakan dakwah ini.

Tahun 1999, saat itu masih kelas dua SMP, mulai berkenalan dengan dunia politik. Musim kampanye membuat saya ikut ketiban rezeki, bisa bersalaman langsung dengan Yusril Ihza Mahendra, pimpinan partai pilihan di keluarga kami. Kakak yang saat itu menjadi bendahara partai di Kabupaten adalah orang yang pertama kali mengenalkan saya pada dunia politik. Mengenal istilah Muktamar atau Mukernas pun gara-gara sering ikut bersamanya. Sampai akhirnya kekecewaan pun tiba. Partai terbelah, ada kubu Yusril Ihza dan Hartono Mardjono. Hasil Muktamar memenangkan Yusril Ihza Mahendra sebagai Ketua Umum, sedangkan kubu Hartono Mardjono, Abdul Qadir Djaelani kalah. Bersama mereka, akhirnya kakak saya mengundurkan diri dari partai. Katanya, perjuangan telah dikhianati. Ah, saat itu saya masih plingak-plinguk.

Hingar bingar peringatan tahun 2000 turut membuat decak kagum. Kali ini dengan nuansa yang berbeda. Saya mengikuti semacam renungan akhir tahun di Masjid Bank Indonesia, Jakarta Pusat. Sempat terperangah saat itu: peserta yang hadir luar biasa banyak, mayoritas laki-lakinya anak muda berjenggot, persis seperti yang mengajak saya ke tempat ini. Satu lagi yang membuat kagum, semangat yang menyala-nyala dari si penceramah. Tanpa tahu siapa beliau, saya terus merangsak ke posisi depan.
Tahun 2004. Siapa penceramah waktu empat tahun yang silam akhirnya terjawab sudah. Namanya Ust Rahmat Abdullah, salah satu tokoh partai Islam di Indonesia. Saya mengenalnya ketika mengikuti Daurah Marhalah I KAMMI di Bandung. Luar biasa, energinya masih terus menyala. Dan di tahun yang sama pula, akhirnya saya baru tahu bahwa yang mengajak saya ke Jakarta waktu itu adalah mantan ketua KAMMI Institut Teknologi Bandung.

Inilah kebersamaan itu. Menunggu waktu empat tahun untuk bisa ikut organisasi ini. Hingga akhirnya ketika pertama kali di terima menjadi mahasiswa, saya pun memutuskan masuk KAMMI. Kini, kebersamaan itu masih sama. Tetap bangga bisa menjadi anggota gerakan mahasiswa yang paling heroik di Indonesia. Selamat milad KAMMI, selamat milad kawan-kawan. Allahu akbar!!

In Memoriam: 2000-2010


*) KAMMI: Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia. Organisasi mahasiswa muslim yang didirikan di Malang, 29 Maret 1998.

Mengikuti Pelatihan Fasilitator Musrenbang Daerah Tingkat Nasional*)

Bandung, 30 Maret 2010


Oleh: Ramlan Nugraha
(Hanya tuk berbagi, tak lebih..)


Puji syukur ke hadirat Allah SWT akhirnya saya diberikan kesempatan untuk mengikuti pelatihan fasilitator Musrenbang Daerah Tingkat Nasional. Pelatihan ini merupakan kerja sama antara The Asia Foundation (TAF) dengan Forum Pengembangan Partisipasi Masyarakat (FPPM). Para peserta yang hadir hampir berasal dari seluruh Indonesia yaitu dari Aceh Besar, Aceh Barat, Cilacap, Kota Pontianak, Ciamis, Kota Mataram, Kota Palangkaraya, Palu-Sulteng, Surakarta, Jepara, Kupang-NTT, Poso-Sulteng, Jogjakarta, Pekalongan-Jateng, Kab. Tasikmalaya, Kab. Pinrang-Sulsel, Dompu-NTB, Kota Tasikmalaya, Kab. Sukabumi, Sumedang, Pare-Pare-Sulsel, Garut, Kab. Bandung, Kota Bandung, Jakarta, Malang-Jatim.

Saya sendiri sebenarnya bukanlah peserta undangan. Acara pelatihan ini hanya untuk lembaga yang bergerak dalam advokasi anggaran khususnya pada ranah Musrenbang. Lembaga tempat saya berasal yaitu Pattiro Jawa Barat pada saat ini tidak bergerak dalam advokasi Musrenbang. Awal mula kenapa saya ikut acara ini adalah ketika kami dari LSM-LSM inisiator pembentukan Komisi Informasi Daerah (KID) Jawa Barat berkumpul di sekretariat FPPM, Jl Guntur Sari Buah Batu Bandung.

Pada hari itu (23/3) kami mendiskusikan tentang penyikapan terhadap pembentukan tim seleksi KID dan pengawalan tahapan pembentukan KID. Secara tidak sengaja saya melihat pada 28-30 Maret, teman-teman FPPM akan menyelenggarakan pelatihan fasilitator Musrenbang. Saya pun lantas menanyakan perihal acara tersebut kepada Pak Nandang, salah seorang pengurus FPPM. Dengan bantuan Teh Siti Aisah, rekan saya dari Pattiro, akhirnya saya pun bisa mengikuti acara tersebut. Walaupun tidak mendapatkan akomodasi, karena bukan peserta undangan, tapi sudah cukup bagi saya untuk mengikuti acara tersebut. Alhamdulillah, ini pelatihan pertama bagi saya tentang Musrenbang. Saya haturkan terima kasih untuk teman-teman FPPM.


Pelaksanaan Training


Sejujurnya, pengetahuan saya tentang Musrenbang hanya sebatas dari buku, internet, dan diskusi-diskusi. Secara empiris, saya belum pernah sekalipun ikut dalam forum Musrenbang, baik itu tingkat desa apalagi tingkat nasional. Pada minggu kemarin sebenarnya saya mau ikut Musrenbang Kecamatan Jatinangor-Sumedang di Ikopin. Tapi karena suatu hal, saya tidak jadi ikut.

Ketika hari pertama pelatihan, saya sedikit plingak-plinguk. Setiap orang ditanya tentang pengalamannya dalam proses advokasi Musrenbang. Dari mulai teman Aceh, Palangkaraya, Mataram, dst. Sedangkan saya? Ikut Musrenbang pun belum pernah, apalagi ditanya pengalaman advokasi. Kadang terpikir, beginilah kalau nekat ikut acara baru. Tapi saya coba kuatkan tekad, Fa idza azzamta fa tawakkal ‘alallahu. Kalau tidak nekat seperti ini, mana bisa dapat pengalaman baru. Bodo ah, yang penting jalan teruus..

Training of Trainers (ToT) ini diselenggarakan selama tiga hari, yaitu sejak 28-30 Maret 2010. Tempatnya di Hotel Imperium, Jl Dr Roem Kota Bandung (belakang Disdik Jabar). Konsekuensi bukan peserta undangan membuat saya tidak mendapatkan akomodasi berupa penginapan. Konsekuensinya tiap hari harus bolak-balik ke kostan di Jl Geger Kalong Girang (sekitar kampus UPI). Hanya sekedar untuk mandi dan ganti pakaian. Setelah itu kembali ke tempat pelatihan. Berangkat pukul delapan pagi, pulang lagi pukul sebelas malam. Begitu seterusnya.

Materi pelatihan yang diberikan yaitu Apa dan Mengapa Musrenbang, Pengantar Pengorganisasian Latihan Fasilitator Musrenbang, Penyusunan dan Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Musrenbang, Praktik dan Simulasi Metode Partisipatif dalam Musrenbang, Advokasi Anggaran dan Presentasi Draft Buku Panduan Fasilitasi.


Musrenbang: Cermin Demokrasi Indonesia?


Sebuah pertanyaan di awal pelatihan, Apakah Musrenbang di Indonesia telah menjadi cermin realitas demokrasi di Indonesia? Tentang pertanyaan ini, saya sudah tidak plingak-plinguk. Pada dasarnya Musrenbang adalah cermin realitas demokrasi di negeri ini. Musrenbang merupakan arena partisipasi warga dalam proses perencanaan pembangunan. Payung hukumnya jelas, organisasi penyelenggara, sumber daya hingga jadwalnya pun sudah pasti. Esensi dalam Musrenbang adalah instrumen bagi individu warga untuk secara bebas menyatakan pendapat dan mengemukakan kebutuhannya. Bukankah esensi ini sesuai dengan nilai-nilai dasar dalam demokrasi seperti kebebasan, pengakuan terhadap hak-hak individu ataupun kesamaan yang adil. Artinya Musrenbang merupakan pematangan sekaligus aktualisasi dari nilai-nilai demokrasi. Tetapi apabila kita dihadapkan pada implementasi hasil Musrenbang? Harus diakui, negeri ini masih tertatih-tatih.

Pada materi pertama, diusulkan beberapa strategi dengan tujuan untuk merevitalisasi peran Musrenbang supaya lebih bernilai signifikan. Strategi tersebut diantaranya:

1. Perluasan keterwakilan: (a) upaya tambahan untuk melibatkan perempuan, kelompok minoritas, penyandang cacat, manula, penduduk yang tidak tercatat (b) meningkatkan komitmen aparat Pemda & anggota DPRD;
2. Memperbanyak Fasilitator & Event Organizers yang cakap untuk mendesain dan menyelenggarakan Forum Deliberatif;
3. Membangun metode dan instrumen generik untuk: (a) mengidentifikasi dan memilih peserta (b) menciptakan dialog dan proses pemilihan prioritas yang efektif;
4. Memperbanyak diskusi mendalam dan refleksi tentang aspek teknis penyelenggaraan forum partisipasi;
5. Meningkatkan kemungkinan daerah untuk mengembangkan inovasi baru dan menerapkan inovasi yang sudah ada untuk meningkatkan kualitas partisipasi melalui Musrenbang.


Materi selanjutnya adalah pengantar pengorganisasian latihan fasilitator Musrenbang. Dua pertanyaan awal yang menjadi inti dari materi ini adalah, pertama, Bagaimana kelembagaan pelatihan Musrenbang? Dan kedua, Darimana sumber anggarannya?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut diajukan kepada peserta. Hampir semua daerah menyampaikan kondisinya masing-masing. Berikut penyampaian daerah-daerah tersebut:

1. Sumedang: Bappeda bekerjasama dengan LSM menyelenggarakan pelatihan untuk fasilitator desa dan kecamatan.
2. Pare-Pare: Penyelenggaranya Bappeda serta Pemateri dari LSM dan narasumber luar.
3. Palu: Bappeda belum menyelenggarakan training, justru dari LSM (FPPM).
4. Pontianak: Penyelenggara Bappeda, pelatihan dari kecamatan untuk fasilitator desa.
5. Palangkaraya: Penyelenggara Bappeda bekerjasama dengan Universitas untuk menempatkan lulusannya menjadi fasilitator desa.
6. Aceh Barat dan Utara: Penyelenggaraan Musrenbang desa dan kecamatan tidak pernah dibuat, apalagi pelatihannya.
7. Aceh Utara: Tahun 2008 dan 2009 Musrenbang tidak dilaksanakan sama sekali. Tahun 2010 ada tetapi tergabung per regional (gabungan desa dan gabungan kecamatan), fasilitator dr PNPM, training dari PNPM.
8. Kota Kupang: Diselenggarakan oleh Bappeda dan Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa; pelatihan fasilitator kelurahan dari LSM dan penerapan belum berjalan (perlu SK).

9. Kota Mataram: Nama musrenbangnya MPPM; fasilitator dari Dinas dan LSM (individu, bukan lembaga); belum ada pelatihan.
10. Kab. Gunung Kidul: Pelatihan Musrenbang oleh LSM.
11. Kota Solo: Pelatihan oleh LSM baik untuk fasilitator kelurahan maupun kecamatan; mendorong Bappeda untuk menyelenggarakan training.
12. Pekalongan: Penyelenggaraan training belum pernah dilakukan, sering dibuatkan oleh PNPM tapi tdk menyeluruh (parsial).
13. Kota Jepara: Bappeda membuat training untuk kecamatan, tidak ada untuk desa; Lakpesdam membuat pelatihan untuk desa (parsial).
14. Cilacap: Fasilitator kombinasi pemerintah dan warga; training hanya untuk yang pemerintah; fasilitator desa dilatih Lakpesdam (35 desa dari 15 kec).
15. Malang: Bappeda menunjuk LSM untuk menyelenggarakan training fasilitator musrenbang (tapi cuma sekedar proyek).
16. Sukabumi: penguatan fasilitator baru wacana. Tahun ini belum ada training, komitmen dengan Bappeda rencananya tahun 2011.

17. Ciamis dan Garut: Tidak ada training, fasilitator Musrenbang hanya dari kalangan birokrat, Universitas sebagai staf ahli.
18. Kab. Bandung: pelatihan untuk tingkat kecamatan diselenggarakan oleh Bappeda. LSM jadi pemateri.
19. Kab. Tasikmalaya: Tahun 2008 pelatihan untuk kec. (peserta kasie ekbang) diselenggarakan oleh Bappeda dan LSM, tahun 2009 kosong dan tahun 2010 akan dilaksanakan lagi.
20. Kota Tasikmalaya: Perwalkot 2/2010 & Perda 12 -> ada point tentang fasilitator desa dan kec; LSM sbg tim monev dg SK Walikota serta tdk ada lagi training.
21. Poso: Forum di tingkat Kecamatan untuk Musrenbang yg dibentuk PPK, fasilitatornya dilatih dari Bappeda.
22. Kab. Dompu: LSM melakukan pendampingan: fasilitator desa dikembangkan LSM. Bappeda baru mulai dengar dan minta LSM utk asistensi penyusunan DPA.
23. Kab. Pinrang: Tahun 2009 Bappeda membuat pelatihan untuk desa -> diseleksi utk jadi fasilitator kecamatan -> pelatih dari LSM.


Sesi selanjutnya, materi terfokus pada peningkatan skill fasilitator. Sesi ini dibagi menjadi tiga materi yaitu:

1. Training Need Assesment dan Kurikulum
a) Penjajakan kebutuhan pelatihan
b) Merancang kurikulum pelatihan
c) Penyusunan rencana pelatihan
d) Merancang pelatihan partisipatif

2. Penyusunan Modul Pelatihan Musrenbang
a) Tujuan dan ranah belajar
b) Perancangan metode belajar
c) Perancangan media belajar
d) Penyusunan SAP

3. Teknik Fasilitasi Pelatihan Musrenbang
a) Teknik fasilitasi pelatihan
b) Teknik fasilitasi kajian partisipatif
c) Teknik fasilitasi kesepakatan
d) Lembar evaluasi simulasi teknik fasilitasi


Mengawal Musrenbang

Teman-teman menyebutnya doa yang belum terkabul. Hampir di semua daerah hasil Musrenbang tingkat desa, kelurahan atau kecamatan yang menjadi tempat dampingan terjadi ketidakamanahan dalam penyampaian pada tingkat berikutnya. Belum lagi dari kualitas pengambilan keputusan dalam Musrenbang yang tidak berpihak pada masyarakat miskin. Jangan tanya juga ketika di Aceh Barat dan Utara pelaksanaan Musrenbang desa dan kecamatan sampai sekarang tidak pernah ada. Heran? Bagaimana bisa disebut cerminan demokrasi kalau prosesnya saja tidak ada atau bahkan amburadul. Tak perlu cemas dengan itu semua, karena disanalah ruang kita untuk bekerja. Tak perlu bertanya kenapa itu bisa terjadi? Tak perlu sesalkan semua yang terjadi. Yesterday is an history. besok adalah kerja-kerja nyata.

Pelatihan ini merupakan salah satu bentuk dari inovasi dalam perencanaan dan penganggaran partisipatif. Lengkapnya adalah membentuk Fasilitator yang handal dan independen. Fasilitator dalam pengertiannya yaitu orang yang mengelola proses Musrenbang agar Musrenbang menjadi wahana perencanaan partisipatif. Tugas fasilitator adalah mengelola forum Musrenbang agar berjalan dinamis. Tugas tersebut mulai dari menggali permasalahan, menggali gagasan setiap peserta, mengajak forum untuk menghargai masing-masing pendapat peserta, mengelola forum untuk bersama-sama menyusun skala prioritas masalah dan mengelola forum untuk menyepakati hasil Musrenbang dalam bentuk usulan dan nama delegasi yang akan ikut di tahapan selanjutnya (sumber: Manual advokasi masyarakat sipil dalam siklus anggaran daerah).

Simulasi yang dilaksanakan pada pelatihan berikut evaluasi langsungnya, setidaknya bisa membuat para peserta terbantu dari sisi bagaimana mengelola forum agar selalu dinamis. Walaupun tidak terlalu lama, tapi dari substansinya cukup dimengerti.


Akhir dari Kebersamaan


Kebersamaan pun akhirnya harus diakhiri. Selama pelatihan saya cukup dekat dengan mas Tarsianus Tani. Beliau dari Bengkel APPek Nusa Tenggara Timur dan tinggal di Kupang bersama keluarganya. Saya mendapatkan beberapa cerita dari beliau. Pengalamannya dalam menyusun panduan perencanaan partisipatif pembangunan masyarakat desa plus penganggaran (P3MD) di Kabupaten TTS dan Kabupaten Belu, NTT. Panduan tersebut sekarang telah menjadi buku. Sayang bukunya tidak dibawa. Tapi tak mengapa, soft copy yang diberikannya pun cukup membuat saya senang. Terima kasih Kaka..

Saya pun bangga dengan teman kelompok dari Kota Mataram. Ah, orang dari timur seberang ini selalu membuat decak kagum saja. Gaya bahasanya yang khas, kadang menggelitik tapi ada unsur kecerdasan di dalamnya. Saya jadi ingat ketika bulan Februari lalu, waktu mengikuti konferensi nasional anggaran di Jakarta, saya pun sangat terkesan dengan para pegiat sosial dari NTB. Pantas saja Tuan Guru Bajang menjadi Gubernur di Provinsi sejuta mesjid itu. Yup, pemimpin adalah cerminan masyarakat.

Motivasi lain pun bermunculan. Kang Ari, pegiat Perkumpulan Inisiatif Bandung. Orang ini sederhana, berkacamata dan berjenggot panjang khas Salafy. Tutur katanya sunda pisan, urang Bandung Asli. Umurnya 32 tahun, bulan Januari kemarin tepatnya. Menyabet gelar Master of Science (M.Sc) dalam bidang Management of Technology dengan fokus Engineering and Policy Analysis dari Delf University, Belanda. Tahun 2004, memutuskan menikah dengan perempuan warga negara Belanda. Saya plingak-plinguk lagi? Lelaki sederhana ini, ternyata?? Luar biasa. Saya mendapatkan beberapa “pencerahan” terkait motivasi menuntut ilmu, cari jodoh –mending nyari istri dari dalam atau luar negeri? , pengalaman beliau waktu di Belanda, dan yang lebih penting, “Lan, aktif di LSM ga ada batasnya, sedangkan kuliah mah aya batasna. Gampang ari ka luar mah. Apalagi aktifis LSM.” So ??


Terima kasih semuanya
Puji syukurku kepada Allah SWT
Yang telah memberiku kesempatan.



*) Musrenbang: Musyawarah Perencanaan dan Pembangunan. Musrenbang terdiri dari Musrenbang desa, kelurahan, kecamatan, provinsi dan nasional. Setiap tahun menjadi agenda rutin sebagai bagian dari proses perencanaan dan penganggaran. Musrenbang adalah forum rakyat, tetapi kenyataannya sampai sekarang hal tersebut belum bisa terealisasi.

Membangun Tim Dinamis

Bandung, 24 Maret 2010


Kita sadar betul, mengubah sekumpulan individu menjadi tim yang dinamis diperlukan upaya secara sadar dan serius. Pertanyaannya adalah apakah frekuensi anggota tim semua sama. Sadar dan serius?

Tim yang dinamis itu dibangun oleh tiga kekuatan: kinerja tinggi, percaya diri dan saling tergantung. Memiliki kinerja tinggi bukan hanya milik seorang pemimpin, ataupun sebaliknya. Karena menjadi pemimpin seenak perut bisa menyuruh kesana kemari. Pengertian berkinerja tinggi yaitu bagaimana tim memanfaatkan energinya untuk menghasilkan sesuatu. Setiap anggota menyadari kekuatannya dan menggunakannya untuk mencapai tujuan. Akan susah kalau kita saling mengandalkan, padahal sebenarnya kita punya kemampuan.

Ada anggota yang kesulitan keuangan, bukan hanya urusan pribadi melainkan juga tim harus membantu. Ketika salah seorang anggota keluarga tim sakit dan harus dirawat, maka secepat kilat anggota tim yang lain harus membantu. Ikatan yang terjalin bukan sekedar karena amanah organisasi, tapi adanya kesadaran bahwa kita harus menjadi tim sejati. Kesimpulannya sederhana. Tim yang dinamis adalah tim yang para anggotanya saling membantu satu sama lain, saling memberi umpan balik, dan saling memotivasi.

Membuat keputusan secara objektif. Ini merupakan satu karakter utama dari tim yang dinamis. Bagaimana tim memiliki pendekatan yang mantap dan proaktif untuk memecahkan masalah serta membuat keputusan. Keputusan dicapai melalui konsensus, setiap orang harus “bisa menerima” keputusan tersebut dan bersedia mendukung. Ingat, akan sangat berbahaya terutama bagi seorang pemimpin apabila dia mengambil keputusan tanpa sepengetahuan anggota tim. Hal ini mungkin akan terjadi kalau pemimpin tersebut masih saja menganut faham diktator atau feodal karena manut akan titah sang atasan. Pemimpin seperti ini harus diingatkan, Karena seringkali berjalan sendiri.

Setiap anggota merasa bebas untuk mengungkapkan perasaannya terhadap suatu keputusan. Anggota tim memahami dengan jelas dan menerima semua keputusan, serta bersedia mengikuti (mendukung) rencana yang ditetapkan.

Tujuan akhirnya adalah bagaimana menjadi tim sejati. Tim sejati bukanlah tim yang memliki pemain jagoan yang sanggup memasukkan bola ke keranjang setiap kali melakukan lemparan. Tim semacam itu mungkin bisa memenangkan pertandingan, tetapi berapa lama? Dalam tim sejati, seluruh pemain bisa bermain secara kompak, dengan posisi yang tepat, dan secara konsisten memenangkan pertandingan sebagai upaya bersama tim[]

Tetaplah Tersenyum Walau Rumah Kebanjiran

[Tulisan saya untuk partner KRC KAMMI Pusat yang Milad pada Minggu ini]

Bandung, 24 Maret 2010

Delapan buah majalah Ummi telah saya obrak-abrik. Hanya sekedar untuk mencari inspirasi tulisan. Tapi entahlah, malam ini saya belum juga menemukan tema yang cocok. Tanpa kehilangan akal, saya tulis saja beberapa judul dalam majalah tersebut. Mudah-mudahan kalau ini dikumpulkan bisa nyambung sebagai satu tema tulisan. Setiap judulnya memberikan kesan agar kita terus meningkatkan kualitas hidup. Nah, mungkin ini hadiah terbaik yang bisa saya berikan kepada teman saya.

Pertama, Akhir yang baik?, tafakurnya Zirlyfera Jamil yang mengantarkan sebuah renungan “Setiap detiknya, setiap diri sesungguhnya tengah memahat sebuah prasasti berwujud autobiografi, satu catatan yang akan terus dikaji, dibaca dan dikenang oleh anak, cucu dan para penerus tugas kehidupan. Pertanyaannya: Seperti apa kita ingin dikenang bila tak lagi berada di dunia ini?”

Kedua, Lambaian Jilbab di Taman-taman Rotterdam. Cerita perjalanan dua orang akhwat mahasiswa teknik elektro yang mengikuti Summer School on Biomedical Sciences and Technology di Rijksuniversiteit Groningen (RuG), Belanda pada beberapa tahun yang lalu. Inti ceritanya sih dapat ditebak, bahwa akhwat harus terus berprestasi. Ah, saya pikir semua akhwat pun sudah tahu tentang urgensi ini. Tapi, lebih dari itu ternyata. Saya teringat syairnya Iqbal: Di Barat, Akal adalah sumber kehidupan/ Di Timur, Cinta adalah basis kehidupan/ Melalui Cinta, Akal menjadi akrab dengan Realitas/ Dan pada karya Cinta, Akal memberikan stabilitas/ Bangkit dan letakkan fondasi dunia baru/ Dengan mengawinkan Akal dan Cinta//

Ketiga, Menjaga kesalihan, sekarang dan selamanya. Menurut tulisan ini, seseorang amat dipengaruhi oleh tuntutan diri dan tuntutan lingkungannya. Karena manusia adalah anggota suatu lingkungan masyarakat, maka standar yang muncul dalam satu lingkungan akan memicu seseorang untuk menyesuaikan dirinya dengan standar tertentu itu pula. Bila standarnya tinggi, seseorang akan memicu dirinya sesuai dengan standar tinggi, sementara bila tuntutan lingkungan lemah, akan memicu seseorang memiliki standar yang lemah pula.

Keempat, Manajemen Amarah. Ini tulisannya DR. Setiawan Budi Utomo, anggota Dewan Syariah Nasional MUI. Kenapa judul tulisan ini terlintas dalam pikiran saya? Karena tempat tinggal teman saya tersebut berada di daerah banjir, ya mungkin adrenalinnya agak meningkat akhir-akhir ini. Tulisan ini setidaknya menawarkan solusi untuknya agar tetap bersabar dan pintar memanage amarah.

Intinya begini, Ustad Budi ini mengutip beberapa referensi buku: Pertama, Taoist Ways to Transform Stress into Vitality (1997). Teorinya begini: Emosi, ekspresi dan aktivitas keseharian akan menimbulkan energi manusia yang berbeda-beda. Emosi-emosi negatif memicu energi tingkat rendah. Sebaliknya, emosi-emosi positif memancarkan energi tingkat tinggi. Nah, intinya kita bisa memanage amarah dengan memancarkan energi-energi positif.

Pengalaman Norman Cousins, mantan editor The Saturday Review dalam Anatomy of An Illness pun bisa menjadi pelajaran. Ceritanya begini, si Cousins ini berhasil menyembuhkan dirinya dari penyakit kronis dengan mengikuti aktivitas-aktivitas yang menimbulkan keceriaan seperti menikmati cerita humor. Dia berkata: “Betapa dahsyatnya energi positif senyum yang tulus dalam menyikapi hidup. Sebaliknya, amarah yang diumbar akan memicu penyakit dan menambah keruwetan hidup.”

Selamat Milad Mba Arum. Harapannya: Teruslah bertafakur untuk membangun prasasti autobigrafi yang membanggakan umat, lambaikan jilbabmu dengan terus menuntut ilmu, jagalah lingkungan Islam yang berstandar tinggi dan tetaplah tersenyum walau rumahmu kebanjiran.


Best Regard,
Ramlan Nugraha

KEGIATAN RESES DPD RI ASAL JAWA BARAT


Bandung, (21/3)—Sehubungan dengan agenda Reses Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia maka pada Ahad (21/3) telah dilaksanakan Dialog Citizen Journalism dan DPD: Kanalisasi Aspirasi untuk Membangun Citra DPD secara personal maupun institusional bersama Amang Syafrudin,Lc. Tujuan reses ini adalah sebagai saluran aspirasi untuk membangun citra DPD dan koneksitas dengan konstituen.

Acara ini dilaksanakan di gedung Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas pendidikan Indonesia dan terselenggara atas kerjasama DPD RI dengan teman-teman KAMMI komisariat UPI.

Amang Syafrudin,Lc merupakan satu dari empat anggota DPD RI asal Jawa Barat. Anggota yang lainnya adalah Prof.DR.H. Mohamad Surya, Dra.Hj.R.Ella M. Giri Komala dan KH. Sofyan Yahya, MA. Sebagai moderator beliau dalam kegiatan tersebut, saya mencatat beberapa hal penting diantaranya adalah target kerja beliau sebagai anggota DPD pada tahun ini adalah membentuk Budget Office dan Law Center sebagai bagian dari kanalisasi aspirasi masyarakat Jawa Barat. Perhatian beliau terkait masalah anggaran direalisasikan salah satunya dengan pembentukan Budget Office ini.

Beliau melaksanakan tugas konstitusional ini dari tanggal 16 Maret 2010 sampai 4 April 2010. Berikut tujuan dan ruang lingkup kegiatan reses yang saya kutip dari Sekretariat Jenderal DPD RI:

1. Sosialisasi lembaga DPD RI, produk yang telah dihasilkan serta upaya penguatan lembaga dalam kaitan efektifitas otonomi daerah khususnya kepada masyarakat;

2. Agenda prioritas dari Komite masing-masing Anggota DPD RI:

a. Komite I
1) Otonomi daerah;
2) Hubungan Pusat dan daerah;
3) Pembentukan. Pemekaran, dan penggabungan daerah;
4) Pengawasan pelaksanaan penyelenggaraan pilkada.

b. Komite II
1) Pengelolaan sumber daya alam;
2) Pengelolaan sumber daya ekonomi lainnya.

c. Komite III
Pendidikan; Agama; Kebudayaan; Kesehatan; Pariwisata; Pemuda dan Olahraga; Kesejahteraan Sosial; Pemberdayaan perempuan; dan Ketenagakerjaan. Secara khusus berkenaan dengan pelaksanaan ujian nasional pada bulan Maret 2010, maka para anggota DPD RI akan melakukan pengawasan pelaksanaan ujian nasional.

d. Komite IV
1) Penyerapan aspirasi masyarakat daerah berkaitan dengan dana transfer ke daerah;
2) Penyerapan aspirasi masyarakat daerah dalam penyusunan RAPBN 2011.
3. Membangun komunikasi khusus dengan Pemerintah Daerah dan DPRD (dalam rangka penjajakan membangun mekanisme kerja daerah);

4. Membangun komunikasi politik dengan elemen daerah (Perguruan Tinggi, Pemda, DPRD, Orpol, Ormas, Tokoh Masyarakat, Tokoh Adat, Tokoh Agama dll);

5. Secara khusus anggota DPD RI akan melakukan konsultasi dengan Gubernur dan/atau Sekretaris Daerah Provinsi berkenaan rencana pembentukan kantor DPD RI Provinsi sesuai amanat Pasal 227 Ayat (4) dan Pasal 402 UU Nomor 27 Tahun 2009;

6. Hal-hal lain dalam relevansi tugas fungsi DPD dan subjek sesuai perkembangan keadaan.


Demikian dan semoga bermanfaat bagi teman-teman yang juga melakukan pengawalan terhadap kinerja DPD di daerahnya masing-masing. Salam.


Note:

Saya baru tahu, staff ahli Ust Amang Syafruddin (DPD) ternyata Akh Asep Jamaludin, deklarator KAMMI dulu waktu di Malang. Baru ketemu langsung dapet tawaran: Buat temen2 Jabar yang tertarik sebagai asisten Ust Amang, untuk back up kerja di Bandung bisa hubungi beliau di (022) 70792733. Syarat minimal AB3. Base camp di daerah Mundinglaya atawa Jl Badak Singa no 8 Bandung.

Mengawal Pelaksanaan UU Keterbukaan Informasi Publik*



Bandung, (16/3)-- Pada tahun 2010 ini, KAMMI menempatkan beberapa agenda prioritas pada ranah eksternal. Hal ini sesuai dengan hasil rekomendasi Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) di Jakarta pada beberapa bulan yang lalu. Agenda tersebut diantaranya adalah penuntasan kasus Bank Century, pengawalan pemilu kepala daerah (pemilu kada) dan mendorong pembentukan Komisi informasi Daerah (KID).

Salah satu agenda prioritas adalah mendorong pembentukan Komisi Informasi Daerah (KID). Komisi ini merupakan amanah dari Undang-Undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Undang-Undang ini dinyatakan berlaku dua tahun setelah ditetapkan pada 30 April 2008. Artinya, pada 1 Mei 2010 Undang-Undang ini sudah harus diberlakukan dan praktis tidak ada alasan lagi bagi Badan Publik untuk tidak membuka informasi.

Ada beberapa hal yang membuat KAMMI memposisikan pembentukan KID sebagai agenda prioritas eksternal. Pertama, sebagaimana tercantum dalam pasal 3 UU KIP yang menyatakan bahwa Undang-Undang ini bertujuan untuk:

(1) menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik;
(2) mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik;
(3) meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik;
(4) mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan;
(5) mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak;
(6) mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/atau meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.

Perwujudan akselerasi gerakan sebagai spirit KAMMI menuju Indonesia yang baru dan mandiri tidak bisa dilakukan oleh KAMMI an sich. Dalam konsep good governance dikenal istilah akuntabilitas. Ada empat pilar yang memampukan terbentuknya lingkungan yang berbasis social accountability, yaitu kelompok-kelompok masyarakat yang terorganisir dan berkemampuan, pemerintah yang responsif, kesesuaian budaya dan konteks serta akses terhadap informasi. Pengawalan KAMMI dalam mendorong terbentuknya Komisi Informasi Daerah (KID) merupakan salah satu tahapan membangun lingkungan social accountability yaitu mendorong keterbukaan terhadap akses informasi. Tahapan ini merupakan perwujudan dalam membangun Indonesia madani.

Kedua, mendorong pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat terkait akses informasi. Hak masyarakat yaitu memperoleh informasi (melihat dan mengetahui informasi, menghadiri pertemuan badan publik yang sifatnya terbuka, mendapat salinan informasi dan menyebarluaskan informasi), mengajukan permintaan informasi dan mengajukan gugatan ke pengadilan jika memperoleh hambatan dalam memperoleh informasi. Sedangkan kewajiban masyarakat adalah menggunakan informasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan mencantumkan sumber darimana ia mendapatkan informasi publik.

Keterbukaan informasi publik merupakan suatu situasi dimana seluruh informasi yang berada di badan publik dapat diakses oleh warga, selain yang dikecualikan. Dalam pasal 2 UU KIP tentang Asas, dinyatakan sebagai berikut:

(1) Setiap Informasi Publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap Pengguna Informasi Publik;
(2) Informasi Publik yang dikecualikan bersifat ketat dan terbatas;
(4) Informasi Publik yang dikecualikan bersifat rahasia sesuai dengan Undang¬Undang, kepatutan, dan kepentingan umum didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat serta setelah dipertimbangkan dengan saksama bahwa menutup Informasi Publik dapat melindungi kepentingan yang lebih besar daripada membukanya atau sebaliknya.

Dalam UU KIP definisi Badan Publik yaitu lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi non pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.

Oleh karena itu, KAMMI sebagai organisasi non pemerintah bisa disebut juga sebagai badan publik. Sedangkan pengurusnya disebut pejabat publik. Proses keterbukaan terhadap informasi organisasi KAMMI apabila ada publik yang meminta, prosesnya sama juga dengan badan publik lainnya. Hal ini patut diperhatikan terutama oleh para pengurus teras organisasi. Tentu akan sangat disayangkan apabila hal ini tidak mendapat perhatian organisasi.

Komisi Informasi sebagaimana dalam UU KIP adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik, dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi non litegasi.

Beberapa pengertian dari istilah lainnya yaitu:

(1) Mediasi adalah penyelesaian sengketa informasi publik antara para pihak melalui bantuan mediator komisi informasi (hanya untuk informasi yang tidak dikecualikan).
(2) Ajudikasi adalah proses penyelesaian sengketa informasi publik antara para pihak yang diputus oleh komisi informasi.
(3) Kedudukan. Komisi Informasi berkedudukan di Pusat, propinsi dan kabupaten/kota.
• Komisi Informasi Pusat dibentuk selambat-lambatnya 1 tahun setelah UU KIP disahkan,
• Komisi informasi Propinsi dibentuk selambat-lambatnya 2 tahun sejak UU KIP disahkan,
• Komisi informasi Kabupaten/Kota diapat dibentuk jika diperlukan.
(4) Sekretariat. Sekretariat Komisi Informasi dilaksanakan oleh pemerintah (pusat oleh Depkominfo, Daerah oleh Dinas yang membidangi komunikasi dan informasi).

Pembentukan Komisi Informasi Daerah (KID) Jawa Barat

Inisiasi pembentukan Komisi Informasi Daerah (KID) sampai saat ini sudah dimulai oleh 7 provinsi. Provinsi tersebut yakni Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta dan Kalimantan Tengah. Perkembangan pesat dilakukan oleh Jawa Tengah yang telah memilih lima anggota KID.

Sejak Januari 2010, Pemprov Jawa Barat melalui Dinas Komunikasi dan Informasi telah mempersiapkan dan melakukan langkah-langkah pembentukan Komisi Informasi di Jawa Barat. Selain itu juga, mempersiapkan para Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di semua Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) dalam lingkup pemerintah Jawa Barat.

Salah satu agenda yang diselenggarakan oleh Pemprov Jawa Barat adalah diskusi politik yang bertajuk “Mengawal Pelaksanaan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik di Jawa Barat”. Acara yang bekerjasama dengan LAK dan Tifa Foundation ini bertempat di Ruang Rapat Sangga Buana, Basement Gedung Sate pada Senin (15/3) kemarin.

Hadir sebagai pembicara yaitu Ketua Komisi Informasi Pusat, Kepala Diskominfo Jabar, Kepala Biro Organisasi Jabar dan Pakar Hukum Prof.DR. Asep Warlan Yusuf. Peserta yang hadir adalah seluruh Kepala/perwakilan SKPD Pemprov Jawa Barat, Partai Politik, Universitas, Tokoh Masyarakat dan LSM/NGO. KAMMI menjadi satu-satunya perwakilan organisasi mahasiswa dalam diskusi tersebut.

Dalam forum tersebut, KAMMI menyampaikan beberapa hal, diantaranya yaitu:

1. Tahapan dan timeline pembentukan KID Jawa Barat harus dipublish kepada publik. Kita tidak ingin batas waktu diberlakukannya UU ini pada 30 April 2010 mengalami keterlambatan akibat faktor kurangnya persiapan dari Pemprov;

2. Pembentukan tim seleksi anggota Komisi Informasi Daerah (KID) harus dilakukan secara transparan. Syarat dan kriteria tim seleksi pada saat ini merupakan wewenang dari Gubernur. KAMMI melihat ini bisa menjadi modus operandi penyalahgunaan wewenang. Oleh karena itu pengawasan dari masyarakat sangat berperan dalam tahap persiapan ini;

3. Hasil penyeleksian sampai pada tahap pemilihan Calon Anggota KID (CAKID) yang dilakukan oleh Legislatif harus dilakukan secara transparan kepada publik. Scoring CAKID harus transparan. Sudah bukan rahasia umum bahwa ketika masuk dalam ranah legislatif, proses yang terjadi adalah bagi-bagi kekuasaan. Oleh karena itu tes kelayakan CAKID harus diketahui oleh masyarakat;

4. Pembentukan KID Kota/Kabupaten di Jawa Barat juga perlu didorong. Walaupun pembentukannya apabila dibutuhkan, tetapi melihat situasi yang terjadi KID Kota/Kab sangatlah perlu. Sebagai contoh adalah kasus penolakan masyarakat atas kenaikan tarif PDAM di Kabupaten Indramayu. Hal ini sebenarnya bermula dari keengganan pemda setempat untuk menjelaskan alasan kenaikan tarif. Sehingga tak ayal, ratusan massa turun ke jalan untuk melakukan penolakan. Apabila sudah terbentuk KID, bisa jadi badan publik tersebut dikenai sanksi karena menutup-nutupi informasi yang diminta publik.

Demikian, semoga bermanfaat. Wallahu’alam bishshawab.

Referensi:
• Undang-Undang No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
• Saragih, Alamsyah A., (2010). Dokumen Presentasi: Mempersiapkan Pelaksanaan UU KIP. Bandung.
• Diskominfo Jawa Barat. (2010). Dokumen Presentasi: Persiapan Pembentukan Komisi Informasi Provinsi. Bandung.



*) Ramlan Nugraha, Ketua Departemen Kebijakan Publik KAMMI Wilayah Jawa Barat Periode 2008-2010. Aktif juga sebagai pegiat advokasi anggaran di Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) Fasda Jabar. Saat ini masih bergelut menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Pendidikan dan Teknologi Kejuruan (FPTK) Universitas Pendidikan Indonesia.

ANALISA RASIO EFEKTIVITAS KEUANGAN BUMD PROVINSI JABAR

(MENYIKAPI PEMBENTUKAN PANSUS BUMD OLEH DPRD PROVINSI JAWA BARAT )


Isu hangat yang sedang merebak di Pemerintah Jawa Barat adalah lemahnya kemampuan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam memberikan kontribusi pendapatan terhadap APBD. Pada 2 Februari kemarin, DPRD secara resmi membentuk panitia khusus (pansus) terkait dengan masalah ini. Pansus ini akan bekerja sampai 25 Maret 2010. Tujuan dari pansus adalah untuk menyelidiki kinerja BUMD yang selama ini dianggap tidak produktif.

Pembentukan pansus ini menuai pro dan kontra dari berbagai pihak. Ada yang berpendapat bahwa pansus ini bertujuan hanya untuk memberikan citra negatif terhadap gubernur Ahmad Heryawan. Apalagi inisiator pansus berasal dari kubu yang dianggap “oposisi”. Di sisi lain, pihak yang pro mengatakan bahwa kekecewaan masyarakat terhadap kinerja BUMD patut ditelusuri lebih lanjut. Kontribusi pendapatan BUMD pun tidak mempunyai nilai signifikan dalam mempengaruhi APBD.

Lantas, bagaimana gerakan mahasiswa menyikapi hal ini? KAMMI menilai ada kaitan antara keuangan daerah dengan otonomi yang diamanahkan Undang-undang kepada setiap daerah. Otonomi daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan pendayagunaan potensi daerah secara optimal dan memacu pemerataan pembangunan di tingkat lokal.

Ada dua ciri utama suatu daerah dikatakan memiliki indikator mampu melaksanakan otonomi. Ciri tersebut yaitu kemampuan keuangan daerah dan ketergantungan daerah kepada pusat. Pertama, kemampuan keuangan daerah yaitu kemampuan daerah dalam menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahannya. Kedua, ketergantungan bantuan dari pusat ke daerah harus seminimal mungkin. Hal ini agar Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi bagian sumber keuangan terbesar sehingga peranan pemerintah daerah menjadi lebih besar (Halim, 2002).

Menurut Kuncoro (2002) faktor yang menghambat keberhasilan pemerintah daerah dalam melaksanakan otonomi yaitu (1) dominannya transfer dana dari pusat, (2) kurang berperannya perusahaan daerah sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), (3) tingginya derajat sentralisasi dalam bidang perpajakan, (4) minimnya kontribusi pajak daerah sebagai sumber penerimaan, (5) kelemahan dalam pemberian subsidi dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

Untuk memberikan pendapat terkait dengan kinerja BUMD, maka faktor akuntabilitas mempunyai peranan penting dalam memberikan warna dominan. Seperti yang diungkapkan Mardiasmo (2002). Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang transparan, jujur, demokratis, efektif, efisien, dan akuntabel, analisis rasio keuangan terhadap pendapatan belanja daerah perlu dilaksanakan.

Ada beberapa analisis yang digunakan untuk mengukur akuntabilitas pemerintahan daerah, diantaranya adalah rasio kemandirian keuangan, rasio efektivitas terhadap pendapatan asli daerah, rasio efisiensi keuangan daerah, rasio keserasian, rasio pertumbuhan, rasio pertumbuhan dan rasio proporsi pendapatan dan belanja daerah (Halim: 2002).

METODE ANALISA

Metode analisa yang digunakan adalah kuantitatif. Jenis data berupa angka-angka dalam APBD Provinsi Jawa Barat dari tahun anggaran 2007 s/d tahun 2010. Data tersebut diimplementasikan untuk melihat rasio efektivitas keuangan daerah khususnya kinerja BUMD. Pos yang diteliti dalam hal ini adalah hasil perusahaan milik daerah. Bagian ini masuk dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD).

DATA ANALISA

Dibawah ini adalah besaran kemampuan BUMD dalam memberikan kontribusi pendapatan terhadap APBD Pemprov Jawa Barat tahun anggaran 2007 s/d tahun 2010. Data kami ambil dari dokumen penganggaran yaitu APBD th. 2007, APBD th. 2008, APBD th. 2009 dan RAPBD th. 2010.

1. Tahun 2007 (APBD realisasi)

• Pendapatan: Rp 6.730.708.012.917,00
• Pendapatan Asli Daerah (PAD): Rp 4.043.197.311.853,40
• Hasil perusahaan milik daerah: Rp 122.321.304.933,00

2. Tahun 2008 (APBD belum perubahan)

• Pendapatan: Rp 5.685.930.336.768,00
• Pendapatan Asli Daerah (PAD): Rp 4.055.119.336.768,00
• Hasil perusahaan milik daerah: Rp 125.324.724.242,00

3. Tahun 2009 (APBD belum perubahan)

• Pendapatan: Rp 6.939.546.789.000,00
• Pendapatan Asli Daerah (PAD): Rp 5.176.292.473.000,00
• Hasil perusahaan milik daerah: Rp 138.211.462.000,00

4. Tahun 2010 (RAPBD)

• Pendapatan: Rp 7.728.218.558.262,00
• Pendapatan Asli Daerah (PAD): Rp 5.622.864.544.262,00
• Hasil perusahaan milik daerah: Rp 204.202.603.139,00

HASIL ANALISA

1. Pada APBD tahun 2007, perusahaan milik daerah pemprov Jabar memberikan kontribusi sebesar Rp 122.321.304.933,00 atau 1,82 persen dari total pendapatan sebesar Rp 6.730.708.012.917,00. Rasio pertumbuhan kontribusi perusahaan milik daerah pada tahun 2007 ke tahun 2008 adalah sebesar Rp 3.003.419.309,00 atau naik 2,46 persen;

2. Pada APBD tahun 2008, perusahaan milik daerah pemprov Jabar memberikan kontribusi sebesar Rp 125.324.724.242,00 atau 2,20 persen dari total pendapatan sebesar Rp 5.685.930.336.768,00. Rasio pertumbuhan kontribusi perusahaan milik daerah pada tahun 2008 ke tahun 2009 adalah sebesar Rp 12.886.737.758,00 atau naik 10,28 persen;

3. Pada APBD tahun 2009, perusahaan milik daerah pemprov Jabar memberikan kontribusi sebesar Rp 138.211.462.000,00 atau 1,99 persen dari total pendapatan sebesar Rp 6.939.546.789.000,00. Rasio pertumbuhan kontribusi perusahaan milik daerah pada tahun 2009 ke tahun 2010 adalah sebesar Rp 65.991.141.139,00 atau naik 47,75 persen;

4. Pada RAPBD tahun 2010, perusahaan milik daerah pemprov Jabar memberikan kontribusi sebesar Rp 204.202.603.139,00 atau 2,64 persen dari total pendapatan sebesar Rp 7.728.218.558.262,00.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa rasio efektivitas keuangan daerah diatas, kami mengambil kesimpulan bahwa:

1. Kontribusi perusahaan milik daerah (BUMD) Pemprov Jawa Barat terhadap APBD sangat minim. Ini dapat dilihat dari besaran pendapatan perusahaan milik daerah sejak tahun 2007 s/d tahun 2010. Tahun 2007 kontribusinya sebesar 1,82 persen dari total pendapatan APBD. Tahun 2008 sebesar 2,20 persen, tahun 2009 sebesar 1,99 persen dan tahun 2010 sebesar 2,64 persen. Artinya, pemprov Jawa Barat harus mengeluarkan kebijakan untuk meningkatkan produktivitas perusahaan milik daerahnya (BUMD);

2. Sejak tahun 2007 s/d tahun 2010, rasio pertumbuhan pendapatan perusahaan milik daerah pemprov Jawa Barat setiap tahunnya selalu mengalami kenaikan. Pada tahun 2007 ke tahun 2008 terjadi kenaikan 2,46 persen. Tahun 2008 ke tahun 2009 terjadi kenaikan 10,28 persen Tahun 2009 ke tahun 2010 terjadi kenaikan 47,75 persen. Artinya, kami menilai bahwa pemprov Jawa Barat sejak ditangani oleh Ahmad Heryawan pada tahun 2009 mengalami lonjakan kenaikan rasio pertumbuhan yang cukup signifikan, yaitu dari 2,46 persen pada tahun 2008 menjadi 10,28 persen pada tahun 2009. Dan naik kembali menjadi 47,75 persen pada tahun 2010;

3. Komitmen pemprov Jawa Barat untuk meningkatkan pendapatan dari hasil perusahaan milik daerah setiap tahunnya mengalami kenaikan. Sejak ditangani oleh Ahmad Heryawan, rasio pertumbuhan terus mengalami kenaikan. Artinya, adanya komitmen perbaikan yang dilakukan oleh pemprov dalam hal ini;

4. Komitmen perbaikan yang dilakukan Pemprov Jabar tidak memiliki nilai signifikansi yang tinggi apabila dihadapkan pada rasio kontribusi pendapatan dari perusahaan milik daerah terhadap total pendapatan APBD sejak tahun 2007 s/d tahun 2010 ini. Data menunjukkan bahwa tiga tahun terakhir kontribusinya hanya berkisar dibawah 3 persen dari total pendapatan APBD. Padahal perusahaan milik daerah merupakan tumpuan pemprov untuk menghasilkan pendapatan setelah pendapatan pajak daerah;

5. Dari hasil analisa diatas menunjukkan bahwa kemampuan pemprov Jabar dalam meningkatkan kontribusi pendapatan perusahaan milik daerah sejak tahun 2007 s/d tahun 2010 sangatlah minim. Oleh karena itu, kami sepakat adanya panitia khusus (pansus) BUMD yang dibentuk oleh DPRD Provinsi Jawa Barat sebagai bagian dari menyelidiki kinerja perusahaan milik daerah (BUMD) yang selama ini kurang memiliki kontribusi signifikan terhadap pendapatan APBD tiap tahunnya. Pembenahan perlu dilakukan baik itu dari dalam maupun luar struktur. Bagi pejabat yang diduga melakukan tindakan penyelewangan, harus ditindak sesuai hukum yang berlaku. Wallahu’alam bishshawab.

Bandung, 11 Maret 2010


Ramlan Nugraha
Ketua Departemen Kebijakan Publik
KAMMI Wilayah Jawa Barat

Diskusi Ekonomi: Kesiapan dan Persiapan Jabar dalam Menghadapi Perdagangan Bebas

Kamis, 11 Maret 2010


Rabu (10/3) Badan Musyawarah Masyarakat Tatar Sunda (BAMMUS) mengadakan diskusi ekonomi yang bertema “Kesiapan dan Persiapan Jawa Barat dalam Menghadapi Perdagangan Bebas”. Acara tersebut dilaksanakan di Graha Kompas, Jl. RE. Martadinata Bandung. Bertindak sebagai pembicara yaitu Mayjen (Purn) Sudrajat (Mantan Duta Besar Cina), Agung S. Sutisno (Ketua Kadin Jabar) dan Prof. DR. Ina Primiana (FE Unpad). Diskusi juga dihadiri para tokoh Jawa Barat seperti Tjetje Kuswara, H.D. Sutisno, Acil Bimbo, dan para pelaku UKM. KAMMI menjadi satu-satunya perwakilan dari organisasi mahasiswa yang hadir dalam diskusi tersebut. Fokus diskusi adalah bagaimana reposisi dunia usaha di Jawa Barat dalam menghadapi Asean China Free Trade Area (AC-FTA).

Pada kesempatan pertama, Prof. DR. Ina menyampaikan tentang globalisasi dan otonomi daerah. Beliau berpendapat bahwa pemerintah Indonesia tidak mempersiapkan diri dalam menghadapi agenda World Trade Organization (WTO). Akibat dari ketidaksiapan tersebut maka muncul kebijakan seperti privatisasi sektor publik. Pemerintah tidak berdaya menghadapi serbuan pasar bebas dan menghiraukan amanah Undang-undang. Orientasi mayoritas perusahaan di Indonesia berubah haluan. Pasar lokal tergerus, pedagang kecil meronta karena tidak kuat bersaing dengan para investor asing. Pemerintah pun hanya berfokus pada tataran makro ekonomi, lupa bahwa rakyatnya menjerit kesakitan.

Kebijakan otonomi belum secara maksimal dirasakan oleh daerah. Potensi daerah yang luar biasa di Jawa Barat tidak menjadikan provinsi ini sebagai tujuan investasi. Lemahnya kemampuan pemerintah daerah dalam menggaet pihak swasta menjadi salah satu penyebabnya. Berbeda dengan Cina. Pemerintah Cina mempunyai strategi yaitu mengintegrasikan potensi daerah dari hilir ke hulu. Strategi ini disebut integrasi hilir-hulu. Jawa Barat harus mulai memetakan potensi daerahnya. Selain itu perbaikan infrastruktur terutama di rantai pasokan dari hilir ke hulu harus menjadi prioritas pembangunan.

Pembicara selanjutnya adalah Mayjen (Purn) Sudrajat. Urang Sunda asli ini merupakan lulusan MIT yang terjun ke Departemen Pertahanan kemudian menjadi duta besar Indonesia untuk Cina. Dalam prolognya, Kang Ajat, begitu sapaannya, mempertanyakan peran para pemimpin Indonesia. “Kamarana ari pamingpin urang teh?”, ujarnya. Beliau sangat menyayangkan bahwa Free Trade Area (FTA) yang seharusnya bisa menyejahterakan masyarakat tidak bisa dimanfaatkan oleh pemerintah. Malah masyarakat Indonesia menganggap bahwa perdagangan bebas layaknya jurig (hantu).


Sejak Januari 2010 ada 7306 pos tarif yang dikenakan zero tax (tarif nol). Barang-barang yang dikenai zero tax tidak dikenakan bea masuk, semua nol rupiah. Akibatnya produk luar negeri bisa hilir mudik di Negara kita. Sebaliknya, produk dalam negeri pun demikian. Dengan kondisi ini kinerja perdagangan luar negeri akan semakin meningkat. Kesempatan pasar yang bebas harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi. Meskipin memang, dalam beberapa item industri seperti besi dan baja, pemerintah harus mengkaji ulang tentang kesepakatan zero tax.

Sebagai mantan duta besar, beliau menyampaikan bahwa pangsa pasar di Cina sangatlah luas. Tawaran Cina untuk Indonesia terutama dalam sektor perdagangan sampai saat ini belum bisa terpenuhi. Walaupun tiap tahunnya market ekspor Indonesia ke Cina naik, tetapi masih belum bisa memenuhi kebutuhan Cina. Disinilah seharusnya peran yang harus dilaksanakan oleh pemerintah.

Mengenai promosi cintailah produk dalam negeri beliau berpendapat bahwa hal tersebut tidaklah efektif. Proteksi produk dalam negeri yang dilakukan oleh pemerintah malah menghambat daya saing dan pertumbuhan ekonomi. Cina memiliki pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi karena tidak ada proteksi, semua terbuka. Promosi produk dalam negeri di media massa pada dasarnya hanya untuk kepentingan bisnis atau politik saja. Pemerintah pun sadar akan ini. Zaman sekarang, tujuan utama dari hubungan bilateral adalah uang. Inilah fakta yang tidak bisa dihindari.

Cina bisa menjadi macan Asia seperti sekarang karena beberapa hal. Pertama, selama kurun waktu 30 tahun ke belakang Cina membangun dua aspek, yaitu persatuan dan stabilitas politik. Semua warga Negara memperkuat komitmennya untuk bersatu. Bagi Cina, stabilitas adalah nomor wahid. Karena apabila negaranya tidak stabil, maka mereka yakin Negara seperti Amerika Serikat dan konconya akan memanfaatkan situasi tersebut untuk kepentingan negaranya.

Kedua, filosofi dalam kehidupannya. Orang Cina mempunyai prinsip bahwa engkau hidup harus kaya. Dalam ucapan Gong Xi Fa Cai misalnya, Cai disini artinya semoga hartamu bertambah. Ungkapan Kekayaan itu mulia, miskin jangan diratapi menjadi hal yang tidak asing dalam diri mereka. Nama tempat atau jalan di Cina selalu identik dengan akhirat. Misalnya jalan Tien Lu atau jalan surga. Mereka ingin bagaimana agar keadaan di akhirat bisa dirasakan di dunia. Tidak hanya dengan menamai tempat atau jalan saja, tetapi dalam kehidupannya pun demikian. Sehingga dalam keyakinannya, kalau di dunia saja seperti di akhirat, bagaimana kelak di akhirat. Dalam pemerintahannya berlaku sanksi pemecatan bagi kepala daerah yang tidak produktif. Mereka yang tidak bisa meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) selama tiga tahun berturut-turut akan dipecat.

Mind set orang Indonesia adalah malas dan cepat puas. Hal ini harus diubah. Pertumbuhan itu identik dengan kapasitas dan produktivitas. Di Cina, dari 1,3 miliar penduduknya ada 70 juta anggota Partai Komunis yang didoktrin untuk berbuat yang terbaik untuk rakyat. Mereka adalah tim yang 24 jam non stop memikirkan akan dan harus kemana Cina dibawa. Indonesia belum memiliki hal ini.


Pembicara terakhir dalam diskusi ini adalah Agung S. Sutrisno. Beliau adalah ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Barat. Menurutnya, dengan adanya perdagangan bebas banyak pelaku usaha di Jawa Barat yang terganggu. Usaha yang paling terkena imbas adalah tekstil, alas kaki dan buah-buahan.

Pemerintah seharusnya menyiapkan infrastruktur seperti jalan dan pelabuhan. Provinsi Jawa Barat mutlak harus memiliki pelabuhan. Menurut data, 60-70 % ekspor di Tanjung Priok adalah dari Jabar. Di tingkat nasional, 30 % industri nasional pun berasal dari Jabar. Ekonomi pembangunan yang dilaksanakan di Cina bisa menjadi contoh di Indonesia. Iklim usaha yang baik tentu akan menaikkan pertumbuhan investasi.

Dalam kesimpulannya, beliau menggarisbawahi bahwa pelaku usaha di Jawa Barat akan terus meningkatkan kualitas produknya, menggali potensi daerah dan melakukan pembinaan di sentra-sentra industri.

Setelah pemaparan dari pembicara lalu diadakan sesi tanya jawab. Hanya sayang, dalam diskusi tersebut pihak pemerintah tidak diundang menjadi pembicara. Padahal dalam RPJMD 2008-2013 Jawa Barat, tahun 2010 ini target pemberdayaan KUMKM sudah harus selesai. Kesimpulan akhir pun tidak menghasilkan rekomendasi terkait dengan reposisi dunia usaha yang cukup signifikan[]



Ramlan Nugraha
Ketua Departemen Kebijakan Publik
KAMMI Wilayah Jawa Barat

Keikhlasan Seorang Hamba

Bandung, 8 Maret 2010


Dalam surat Al Baqarah ayat 267-268 Allah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk menginfakkan sebagian dari hartanya. Selanjutnya Allah mengingatkan kepada manusia bahwa setan selalu menakut-nakuti kemiskinan dan menyuruh manusia untuk berbuat kikir. Di akhir ayat, Allah menjanjikan ampunan dan karunia yang luas kepada manusia.

Sebagai seorang hamba tentunya ayat ini menggarisbawahi kepada kita semua untuk senantiasa yakin atas karunia yang akan diberikan oleh Allah Swt. Segala apa yang kita dapatkan merupakan pemberian atas keridhoan-Nya. Setiap manusia wajib berikhtiar tetapi keputusan akhir hanya Allah yang menentukan.

Konsep pasrah atau tunduk menjadikan setiap manusia selalu menjadikan keikhlasan diatas segalanya. Dia yakin bahwa hasil terbaik selalu diberikan kepada hamba yang selalu bekerja keras. Tetapi keyakinan tersebut bukan menjadi patokan keberhasilannya dalam bekerja. Bekerja keras merupakan ikhtiar yang diperintahkan Allah dan Rasul.

Apabila sifat ini selalu dipupuk oleh setiap muslim, maka seperti digambarkan dalam Surat Al Baqarah ayat 265, “Dan perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya untuk mencari ridha Allah dan untuk memperteguh jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buah-buahan dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka embun (pun memadai). Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

Maka tidak ada pilihan lain bagi orang yang berakal untuk memilih jalan yang terbaik bagi kehidupannya. Walaa khoufun ‘alaihim walaa hum yahzanuun, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. Semoga kita menjadi generasi yang dibanggakan ummat. Wallahu’alam bishshawab.

Ramlan Nugraha

ANTARA CIREBON DAN TASIKMALAYA

Bandung, 1 Maret 2010
[ketika perjalanan adalah energi untuk terus bergerak]


Singsingkan lengan baju, hadapi lawan,..dst”, bagian lagu ini selalu menjadi sound track yang menemani saya dalam setiap perjalanan. Tidak terkecuali dalam perjalanan kemarin dari Cirebon menuju Tasikmalaya, dan pulang kembali ke Bandung. Setiap tancapan gas, detak jantung seolah tak mau kalah, menggelorakan desah nafas bahwa hidup adalah perjuangan.

Sore itu saya sudah mempersiapkan barang-barang yang harus dibawa. Undangan menjadi pembicara dalam training budgeting teman-teman KAMMI Cirebon, Indramayu, Tasikmalaya dan Ciamis. Hari Sabtu (27/2) di Kampus Unswagati Cirebon, besoknya (28/2) di Sekretariat KAMMI Tasikmalaya. Jam menunjukkan pukul 16.00, sesuai yang sudah dijadwalkan saya harus berangkat ke Cirebon. Tapi Allah berkehendak lain. New Message: kakak sakit dan dirawat di Rumah Sakit Bayu Asih, Purwakarta. Apa mau di kata, perjalanan pun saya ubah, berbelok ke kiri arah terminal Leuwi Panjang. Setelah itu langsung meluncur ke Purwakarta.

Kakak saya memang pecandu berat kopi. So, kata dokter livernya tinggi dan penyakit maag-nya kambuh. Entah berapa gelas setiap hari yang sudah diminumnya. Bisa tiga kali atau mungkin lebih. Mungkin sama dengan jadwal makan. Untuk itulah Ia harus dirawat di Rumah Sakit. Sebagai oleh-oleh, saya bawa “Demokrasi La Roiba Fiih-nya” Emha Ainun Nadjib. Buku itu baru saya beli seminggu yang lalu dan baru selesai setengahnya. Tapi karena yang sakit fansnya Emha, mudah-mudahan ini bisa menjadi penyemangat untuk mempercepat kesembuhannya.

Pukul delapan malam saya sampai ke Rumah Sakit. Alhamdulillah yang dirawat tidak terlalu parah. Besoknya sekitar pukul 06.30 pagi saya pamit untuk berangkat ke Cirebon. Sebenarnya tidak tega karena baru juga datang sudah harus berangkat lagi. Mudah-mudahan kakak saya mengerti dan cukup faham, karena saya harus mengisi di Cirebon hari itu juga. Btw, toh dia juga dulu mantan aktifis. Jadi setidaknya mengerti kegiatan adiknya ini (hehe..). Okelah kalo begitu, tarik kang!!

Terminal Cicaheum, Bandung

Pukul 09.30 sampai juga di Bandung. Singgah dulu ke sekretariat KAMMI Jabar, sarapan pagi dan ganti pakaian. Setengah jam berlalu, bus Bhinneka sudah menunggu dengan sabarnya di Terminal Cicaheum. Alhamdulillah akhirnya bisa berangkat juga ke Cirebon.

Setiap kali beres melewati Sumedang, saya pasti berpikir sudah sampai ke Kabupaten Cirebon. Lupa ada Majalengka ditengahnya. Selalu berulang dan entahlah apa karena sudah tidak tahan ingin sampai tujuan. Tentang tertundanya acara ini, sudah saya sampaikan kepada panitia tadi malam. Alhamdulillah mereka cukup mengerti. Saya bertekad Insya Allah akan membalas kebaikan teman-teman. Maaf temans.

Sepanjang perjalanan dilalui tanpa hambatan. Hanya satu mungkin yang cukup mengganggu. Wangi parfum seorang mba di sebelahku. Saya tidak tahu persis cologne yang dia pakai, dan tidak ada kepentingan saya pun harus tahu akan hal itu. Tapi yang saya heran, itu parfum kok wangi amat, tidak ada habis-habisnya mesti AC di bis ini cukup dingin. Saya jadi teringat hadis nabi tentang seorang wanita yang memakai wangi-wangian. Mungkin wanita ini tidak tahu dan semoga Allah memberinya petunjuk. Amin.

Sebuah perjalanan adalah waktu yang cukup tepat bagi seseorang untuk mengingat setiap aktivitas yang telah, sedang maupun akan dilakukan. Mengevaluasi setiap tindak-tanduk dalam kehidupan, apakah sesuai tuntunan atau tidak, apakah menyimpang atau tidak, atau bahkan mengingat kesalahan yang telah dilakukan. Perjalanan memberiku energi, mengupgrade spirit yang telah hilang dan membuat hidup lebih hidup!.

Kampus Unswagati sudah ada dihadapanku. Empat setengah jam perjalanan akhirnya selesai juga kutempuh. Tak lama berselang acara pun dimulai. Dua puluh lima orang sudah duduk dengan rapih di ruangan ini. Mereka, anak muda yang penuh semangat. Terlihat dari raut muka yang tiada henti menampakkan aura perubahan. Ciri khas anak muda memang. Tak akan kusia-siakan waktuku bersama kalian, wahai pemuda-pemudi. Dan moderator pun berbicara: Mari kita mulai.

Dua setengah jam berlalu. Materi yang kita diskusikan terkait dengan definisi anggaran dan proses tahapan penyusunannya: teknokratis dan politik. Baru itu saja yang saya sampaikan. Kita coba definisikan konsep yang ada dengan kondisi yang dihadapi oleh teman-teman. Walaupun masih terlihat satu arah, mudah-mudahan pertemuan selanjutnya bisa lebih dinamis.

Matahari masih terlihat di ufuk timur. Meski terlihat malu-malu untuk terbenam, masih kulihat sinarnya yang teduh. Cirebon, maaf aku harus meninggalkanmu. Semoga kita bertemu lagi di lain kesempatan. Salamku untuk semua yang ada di sini. oKelah kalo begithu, tarik jeh!!

Terminal Harja Mukti, Cirebon

Tepat pukul 18.00 di Terminal Harja Mukti saya memulai kembali perjalanan ke Kota Tasikmalaya. Tanpa menunggu lama, bis menuju kota santri tersebut pun akhirnya meluncur. Ini bis terakhir hari ini. Saya tak mau tanggung resiko untuk terlambat besok pagi, walau harus berdiri dan harus berdesak-desakan dalam perjalanan ini. “Singsingkan lengan baju, hadapi lawan,..dst” masih terus terngiang di kepalaku. Badan yang terus meronta karena mungkin telah lelah dipakai seharian terus kusampingkan. “Sabarlah, suatu saat engkau tidak berdiri terus. Pasti kebagian duduk.” Dan akhirnya aku pun kebagian duduk. Alhamdulillah lega.

Hampir tiga kediaman Bupati aku lewati dalam perjalanan ke Tasikmalaya ini. Kuningan, Majalengka dan Ciamis. Ah, satu keinginan yang belum tercapai. Mengunjungi Kota Banjar, sebagai pencapaian terakhirku dalam menjelajahi seluruh kota/kabupaten yang ada di Provinsi ini. Dua puluh lima kota/kabupaten lainnya Alhamdulillah bisa kutempuh dalam satu tahun kemarin. Banjar, mungkin lain kali aku berkunjung ke rumahmu. Tapal perbatasan telah kulewati, kabupaten Tasikmalaya dan akhirnya masuk ke wilayah Kota Tasikmalaya. Di Simpang Lima, aku berhenti. Waktu menunjukkan pukul 23.00. Tak lama kemudian, sate ayam di samping rel kereta api menyapaku. Ah, aku pun dengan senang hati membalas sapaannya. oKelah Kalo Begithu, pesan mang!!

Ciamis dan Kuningan memiliki kultur yang sedikit berbeda. Baik dari segi bahasa maupun perilaku orang-orangnya. Maaf, tanpa menggeneralisir semua tentunya. Ini hanya pengalaman pribadi. Di Kuningan, bahasa yang digunakannya agak kasar dibanding dengan Ciamis. Ada pengalaman lucu waktu melintas di Ciamis, ketika seorang perempuan muda turun dari bis, si kondektur dengan ringan berteriak, “Pelan-pelan Supir. Ada yang mau turun. Barang pecah nih”. Maksud barang pecah disini tidak lain adalah kepada sang gadis tadi. Si gadis hanya tersenyum sambil berlalu. Sementara penumpang di dalam karena mendengar barang pecah, kontan semua tertawa. “Aya-aya wae kenek teh”. Wkwkwkkkkk…. Tentu ini tidak bermaksud menyindir sang gadis, tapi maksudnya ini sebagai bentuk penghormatan kepada para wanita. Mereka harus diperlakukan terhormat. Ciamis memang terkenal santun. Aku pun tersenyum dalam hati..

Tahun 2006, saya dan kawan-kawan KAMMI Bandung menjadi relawan di Pangandaran. Waktu itu bulan Juli, tsunami melanda daerah ini. Banyak korban yang meninggal, rumah yang hancur dan anak-anak yang terlantar. Kami berangkat sore dari Bandung. Sang supir tidak begitu hafal dengan daerah Ciamis. Tujuan kami ke Pangandaran, eh malah ke Cilacap Jawa Tengah. Kesasarnya memang tak tanggung-tanggung, lebih dari 60 Km. waktu itu tengah malam, jadi sangat jarang warga yang ada di sana. So, Ciamis akan menjadi pengalaman tersendiri bagi saya karena dulu pernah kesasar.

Perjalanan dari Cirebon ke Tasikmalaya menghabiskan waktu sampai empat jam. Cirebon di Jabar bagian utara sedangkan Tasik berada di bagian selatan. Ditengah keduanya ada Kuningan, Majalengka dan Ciamis. ke arah timur ada Kota Banjar yang berada di daerah perbatasan antara Jabar dan Jateng.

Acara di Tasik mulai pukul 09.00 sampai pukul 15.00. Jumlah yang hadir 30 orang, 19 laki-laki sisanya perempuan. 6 orang diantaranya berasal dari Ciamis. Beberapa peserta mengakui bahwa ini merupakan hal pertama bagi mereka terkait dengan belajar anggaran. Untuk mengetahui kondisi awal, memang kami sengaja meminta data terkait dengan harapan masing-masing peserta.

Materi yang disampaikan tidak jauh berbeda dengan di Cirebon. Tetapi karena waktu training di Tasik lebih lama, maka bagian kegiatan analisa membaca APBD-nya agak kita tekankan. Menganalisa APBD memang tidak hanya melihat angka-angka dalam dokumen penganggaran saja, tetapi juga harus diimbangi dengan dokumen perencanaan semisal RPJPD atau RPJMD daerah tersebut. Nah, karena teman-teman tidak memiliki dokumen perencanaan tersebut, maka kita maksimalkan saja dengan dokumen yang ada.

Training ini pada dasarnya untuk memfasilitasi teman-teman Kamda dalam meningkatkan kemampuan advokasinya di lapangan. Semisal, KAMMI Tasikmalaya sekarang sedang mengadvokasi isu penyelewengan Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan yang terjadi di Kabupaten Tasikmalaya. Sedangkan KAMMI Ciamis fokus pada advokasi dana keagamaan. Sesuai dengan KUA-PPAS bahwa alokasi dana keagamaan untuk tahun 2010 sebesar Rp 4 Miliar. Tetapi ketika sidang paripurna penetapan APBD, alokasi tersebut malah menurun drastis menjadi Rp 300 juta. Dengan isu-isu yang menjadi agenda teman-teman, setidaknya training ini menjadi bagian dari capacity building yang dilakukan oleh KAMMI Wilayah.

Pangkalan Bis Budiman, Tasikmalaya

Tidak lama setelah selesai acara, saya langsung pulang. Pukul 16.00 saya sudah berada di pangkalan bis Budiman dan tidak lama bis pun melaju ke arah Bandung. Sang kondektur memberitahu bahwa sore itu di daerah Ujung Berung Bandung ada angin puting beliung yang merusak beberapa rumah. Untungnya sore itu cuaca di Tasik hanya gerimis. Walaupun sedikit panik, tetapi sang kondektur berusaha untuk menenangkan para penumpang.

Setelah hampir empat jam, akhirnya kami sampai juga di Kota Bandung. Betul apa yang dikatakan sang kondektur. Jalanan sejak di Nagreg sampai Terminal Cicaheum macet. Hal ini diakibatkan karena ada pohon yang tumbang di daerah Ujung Berung serta jalanan di sekitar Rancaekek Bandung yang tergenang banjir. Lalu-lintas pun padat merayap.

Dari Terminal Cicaheum, saya melanjutkan pulang ke rumah di Geger Kalong Girang. Cuaca dingin menyelimuti Kota Bandung malam itu. Hampir setiap sore hujan turun. Tak jarang jalanan pun ikut tergenang air cileuncang. Perjalanan akhir pekan ini pun akhirnya selesai juga. Perjalanan memberiku energi, mengupgrade spirit yang telah hilang dan membuat hidup lebih hidup![]
Wallahu’alam bishshawab.


Ramlan Nugraha
[ketika perjalanan adalah energi untuk terus bergerak]

Suasana Kuliah S3

Umumnya, orang akan membayangkan suasana perkuliahan program Doktoral atau Strata Tiga itu menyeramkan. Faktanya, justru suasananya lebih sa...