Apa yang disampaikan? Pertama, Urgensi Hak atas informasi. Bahwasanya setiap warga negara mendapatkan hak atas informasi. Hal tersebut selain menjadi hak asasi, juga dijamin oleh UUD 1945 dan UU No. 14/2008 tentang keterbukaan informasi publik. Prinsip keterbukaan atau transparansi menjadi bagian tidak terpisahkan dari agenda pemerintah dalam menwujudkan tata kelola pemerintah yang baik.
Kedua, Fakta bahwa warga masih mendapatkan pelayanan informasi yang kurang optimal dari pemerintah daerah. Padahal, paradigma informasi saat ini adalah semua informasi adalah terbuka kecuali informasi yang dikecualikan. Jenis informasi yang dikecualikan pun diatur dan harus melalui uji konsekuensi. Sehingga dengan aturan tersebut, alasan pejabat publik yang menolak memberikan informasi tanpa didasari hal tersebut merupakan kekeliruan. Di daerah, sering ditemukan pejabat publik yang tidak faham aturan dalam UU keterbukaan informasi publik. Prinsip "membuka informasi harus seijin pimpinan" masih berlaku karena budaya Asal Bapak Senang (ABS) masih mendarah daging.
Ketiga, Masyarakat harus pro aktif dalam meminta informasi. Tantangan terbesar adalah paradigma bagwa informasi publik adalah milik pemerintah, sehingga aksesnya pun diserahkan kepada mereka. padahal hakikatnya, pemerintah adalah pejabat yang diberikan amanah oleh rakyat.
Media campaign melalui TV lokal menjadi salah satu agenda kami dalam mempromosikan keterbukaan informasi (right of informastion) kepada masyarakat. Akses terhadap informasi anggaran publik, kebijakan dan pelayanan publik harus menjadi satu kesatuan dalam pelayanan hak atas informasi.