Layaknya
Punclut (Puncak Utara Ciumbuleuit), Cimenyan memiliki tempat dengan view yang sangat bagus bernama Caringin
Tilu (Cartil). Di sana kita bisa melihat keindahan Kota Bandung, Gunung
Manglayang bahkan sampai kepulan asap Gunung Kamojang Garut. Tempat terkenal di
Cartil yaitu Tanjakan Penganten. Masyarakat sekitar memanfaatkannya dengan
membuka warung-warung makan lesehan dengan menu seperti nasi timbel, nasi beras
merah dan ayam goreng.
Warung-warung
lesehan tersebut memiliki sekat-sekat seperti ruangan warnet yang hanya
berkapasitas sangat terbatas. Sehingga tak ayal, pengunjungnya banyak diminati
oleh pasangan anak-anak muda. Apalagi dengan lokasinya yang jauh dari pemukiman
warga.
Pernah
suatu waktu, warga mendapati satu pasangan yang sedang melakukan adegan mesum
tersebut. Sejak saat itulah Tanjakan Penganten mendapat perhatian serius dari
masyarakat sekitar.
Imam
Kurnia, salah seorang da’i Hidayatullah Jawa Barat yang bertugas di pos da’i
Caringin Tilu, Cimenyan, merupakan salah satu anggota aktif yang bergabung
dengan Aliansi Pergerakan Islam (API) Jawa Barat. Setiap dua kali dalam
seminggu beliau memberikan ta’lim kepada warga Cimenyan di masjid yang tidak
jauh dari Tanjakan Penganten, Cartil. Hari Jumat kemarin saya bersama beliau diantar
menuju lokasi masjidnya.
Bersama
dengan Ustad Yeye, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kecamatan Cimenyan dan
support dari kawan-kawan API Jabar, kami berencana untuk menutup warung-warung
yang berada di Tanjakan Penganten tersebut. Dasar pendirian warung-warung
tersebut tidak lain hanya untuk menjamu pasangan muda-mudi yang ingin
bermaksiat. Mayoritas, seperti yang diungkap oleh MUI Kecamatan dan Da’i
Hidayatullah adalah pasangan muda-mudi yang ingin bersenang-senang dan akhirnya
meresahkan masyarakat sekitar.
MUI
beserta Muspika setempat bukan saat ini saja mengingatkan para pemilik warung dan
pengunjung untuk sama-sama tidak melakukan perbuatan maksiat di wilayah Cartil.
Spanduk peringatan pun sudah dipasang. Namun bukannya diindahkan, perbuatan
maksiat semakin menjadi. Cartil telah berubah menjadi kawasan khusus untuk para
“penganten”. Masyarakat pun berang, apalagi momentum tahun baru kemungkinan akan
dipadati oleh pasangan yang ingin meramaikan Cartil.
Potensi
maksiat dari warung-warung tersebut pada akhirnya menyisihkan potensi-potensi lain karena meresahkan masyarakat Cimenyan. Rencana tata ruang pun pada akhirnya tinggal sesuatu yang tak berharga. Pemerintah setempat harus tegas, kalau punya planning seperti apa kawasan timur ini, maka laksanakan dengan sebaik-baiknya. Tapi bila tidak diurus, maka Cartil kini hanyalah milik mereka -para pasangan "penganten"-. Ritual-ritual
semi penganten pun bisa dengan jelas kita saksikan dari jalanan bila melewati
tempat tersebut. Bila sudah seperti itu kondisinya, maka tidak ada jalan lain
selain tutup warung-warung tersebut. Wallahu’alam
bishshawab.