Climate Change 2013


Sekolah Lapangan Iklim (SLI) :
Membangun Masyarakat Melek Perubahan Iklim


"Belajar dengan melakukan sesuatu dan Belajar melalui pengalaman"
(Prinsip belajar SLI)  


Kalimat tersebut sepertinya tidak asing lagi bagi peserta Sekolah Lapangan Iklim (SLI) Indramayu, Jawa Barat. Sejak tahun 2010, para petani yang sehari-hari berkutat di sawah, melalui program ini diajak untuk ‘bersekolah’. Sekolah yang digagas oleh Kementerian Pertanian dan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) ini menghadirkan sebuah gagasan yang visioner, yaitu mengajak petani lokal untuk tangguh dalam menghadapi dampak perubahan iklim yang sedang maupun yang akan terjadi.

Dalam tulisan ini akan dibahas secara umum mengenai definisi dan dampak perubahan iklim, serta sekilas mengenai program Sekolah Lapangan Iklim (SLI). Tulisan ini berupaya mengajak semua pihak bahwa dampak perubahan iklim harus ditangani secara bersama-sama.

      A.   Definisi Perubahan Iklim

Menurut Peraturan Presiden RI Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca, perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia sehingga menyebabkan perubahan komposisi atmosfer secara global dan selain itu juga berupa perubahan varibialitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan.

Dalam buku berjudul Menyiasati perubahan iklim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (2009), Diposaptono menyebutkan kegiatan manusia yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim berupa kegiatan yang menghasilkan emisi gas rumah kaca sehingga timbul perubahan pada unsur-unsur iklim dalam jangka waktu panjang (50-100 tahun). Gas rumah kaca adalah gas yang terkandung dalam atmosfer baik alami maupun antropogenik, yang menyerap dan memancarkan kembali radiasi inframerah. Lepasnya gas rumah kaca ke atmosfer pada suatu area dan dalam jangka waktu tertentu disebut emisi gas rumah kaca. 

Gambar  1 Sistem Iklim

Dalam laporan yang dirilis oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) melalui website http://www.ipcc.ch/, selama 50 tahun terakhir ini kegiatan manusia telah menyumbang 90% jumlah gas rumah kaca. Gas-gas yang dihasilkan seperti karbon monoksida, dinitrogen oksida, dan metana telah secara mengejutkan menaikkan suhu Bumi. IPCC melansir bahwa sejak proses revolusi industri berkembang, konstentrasi karbon dioksida meningkat dari 280 ppm menjadi 379 ppm dalam kurun waktu 150 tahun terakhir. Peningkatan tersebut merupakan peningkatan konsentrasi tertinggi sejak 650 ribu terakhir di bumi. Tidak heran memang, menurut sumber dari Kementerian Kehutanan RI sejak tahun 1970-an, temperatur bumi naik rata-rata sekitar 0,4 derajat Celcius. Bahkan di Indonesia, tahun 2005 dan 2010 menjadi tahun yang terpanas dalam satu dekade ini. 


      B.   Dampak Perubahan Iklim

Salah satu dampak dari perubahan iklim adalah terjadinya pemanasan global. Namun perlu diingat, perubahan iklim tidak selalu identik dengan pemanasan global. Hal ini karena parameter iklim tidak hanya temperatur, tetapi juga ada parameter lain seperti kondisi awan, angin, dan radiasi matahari. Menurut Budianto (2010), Pemanasan global merupakan peningkatan temperatur rata-rata atmosfer yang dekat dengan permukaan bumi dan di troposfer. Kenapa pemanasan global menjadi bagian penting yang selalu dibahas? Hal ini karena pengaruh yang ditimbulkannya sangat besar bagi kehidupan manusia. Perubahan temperatur bumi akan berdampak pada semua segi, seperti makanan, tempat tinggal, pekerjaan, bahkan timbulnya hal-hal yang dapat mengancam manusia.

Gambar 2 Lapisan Troposfer

Pihak yang banyak mengalami kerugian akibat pemanasan global adalah masyarakat yang mata pencahariannya tergantung pada cuaca, seperti petani. Indonesia sebagai negara agraris tentu akan mengalami imbas yang tidak sedikit. Kementerian Pertanian RI dalam laporan resminya menyatakan salah satu perubahan iklim yang sering terjadi yaitu mundur atau berakhirnya musim hujan lebih cepat dan memanjangnya musim kemarau. Hal ini menimbulkan masalah seperti kebanjiran karena hujan pada puncak musim lebih tinggi dari normal dan kekeringan karena musim hujan yang cepat berakhir sehingga tanaman tidak lagi mendapat air.

Gambar  3 Perubahan panjang musim kemarau di seluruh Indonesia (Sumber: Boer et al., 2009).

Menurut BPPP Kementan, gambar di atas menjelaskan adanya peningkatan musim kemarau yang memanjang di sebagian besar Pulau Jawa, Sumatra bagian selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan dan NTT. Di beberapa daerah juga terjadi memendeknya musim penghujan.

Dampak lainnya yaitu terjadinya perubahan suhu. Menurut Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) melalui websitenya http://www.ipcc.ch/ diperkirakan suhu di bumi akan meningkat sebesar 2,1–3,9 derajat Celcius pada tahun 2000-2100.  Dalam pedoman umum perubahan adaptasi digambarkan bahwa peningkatan suhu tersebut melonjak tajam pada periode sekarang.

Gambar 4 Laporan IPCC tentang peningkatan suhu

Adanya peningkatan suhu akan berakibat semakin minimnya ketersediaan air tanah. Hal ini disebabkan karena meningkatnya laju penguapan permukaan air di atas maupun bawah tanah. Hal ini secara langsung akan mempengaruhi produktivitas tanaman pangan serta mutu yang dihasilkannya. Sebagai contoh menurut Peng (2004) yang dikutip dari Pedum Adaptasi Perubahan Iklim Kementan, setiap kenaikan suhu minimum 1 derajat Celcius akan menurunkan hasil padi sebesar 10%.


       C.   Adaptasi Perubahan Iklim

Mengutip http://www.streamindonesia.org, adaptasi perubahan iklim bertujuan untuk meminimalisir kerentananan perubahan iklim dengan mengatasi dampaknya atau meningkatkan kemampuan adaptif. Pendekatan yang dilakukan bisa berupa solusi teknis atau peningkatan kesadaran dan pengetahuan tentang perubahan iklim.

Dalam Pedoman Umum Adaptasi Perubahan Iklim Sektor Pertanian yang dikeluarkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian (2011), strategi adaptasi untuk menanggulangi dampak perubahan iklim terbagi dua yaitu bersifat struktural dan non struktural.


Strategi Struktural
Strategi Non Struktural
Perbaikan dan pembangunan irigasi
Pengembangan teknologi budidaya
Pembangunan dam dan waduk
Penguatan kelembagaan dan peraturan
Pembangunan fisik lainnya
Pemberdayaan petani dalam menghadapai dampak perubahan iklim
Tabel 1 Perbedaan Strategi Struktural dan Non Struktural

Salah satu strategi yang bersifat non struktural yaitu memberdayakan petani dalam memilih dan menerapkan teknologi yang disesuaikan dengan kondisi iklim. Menurut penulis, pendekatan ini sangat humanis dan responsif gender. Dengan melakukan pemberdayaan maka akan adanya hubungan timbal balik, interaksi yang aktif antara pemerintah dan petani. Selain itu program ini bisa menintegrasikan isu gender dalam perencanaan dan pelaksanaan sekolah. Hal ini sebagaimana diatur dalam Intruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Indikator gender seperti akses, manfaat, kontrol dan partisipasi bisa mengakomodir berbagai kelompok kepentingan seperti perempuan, laki-laki, lansia, kelompok cacat dan kelompok marginal lainnya untuk dilibatkan dalam proses pemberdayaan ini.

   
     D.   Sekolah Lapangan Iklim (SLI)

Salah satu inovasi yang dilakukan dalam rangka adaptasi perubahan iklim adalah program Sekolah Lapangan Iklim (SLI). Program ini bertujuan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman petani dalam pemanfaatan informasi perkiraan iklim. Petani dilatih supaya bisa memprediksi kondisi alam berdasarkan informasi yang didapat dari alam dan teknologi sehingga berguna untuk pengambilan keputusan pekerjaannya.

Salah satu contoh pelaksanaan Sekolah Lapangan Iklim (SLI) yaitu di Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB). Program yang diinisiasi oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dengan salah satu lembaga donor Australia serta Dinas Pertanian Kabupaten Lombok Barat ini telah dilakukan sejak tahun 2010. Seperti yang dilansir oleh situs resmi http://www.bmkg.go.id/, para petani dilatih oleh instruktur dari stasiun klimatologi mengenai bagaimana memantau cuaca menggunakan teknologi sederhana maupun modern.


Gambar 5 Petani mendapat penjelasan tentang Alat Penakar Hujan  

      Berbagai materi diajarkan oleh para instruktur kepada para petani. Salah satunya adalah petani dilatih untuk mendiskusikan pengalamannya dalam menghadapi perubahan iklim berdasarkan kearifan lokal di daerahnya. Adaptasi yang telah mereka lakukan akan diimbangi dengan pengetahuan lain seperti bagaimana mengurangi potensi kerugian produksi atau dampak negatif lain yang diakibatkan oleh banjir atau bencana kekeringan.

Selain di Lombok Barat, BMKG telah merintis hal serupa di daerah Indramayu, Jawa Barat. Program ini bekerja sama dengan Kementerian Pertanian, Pemkab. Indramayu dan IPB. Pada tahun 2009, mereka telah menyusun modul untuk sekolah lapangan iklim. Di sekolah tersebut terdiri 25 peserta dari berbagai kelompok petani. Lama belajar adalah satu musim tanam. Para petani belajar dengan menggabungkan teori dan praktik. Pelajaran teori didapat dari modul resmi SLI, dan praktik didapat dari terjun langsung ke sawah, mengamati curah hujan, mengantisipasi hama tanaman, dll.

Gambar 6 Kegiatan SLI di Indramayu 

Kurikulum sekolah disesuaikan dengan keinginan dan kebutuhan peserta. Berikut  contoh materi yang diajarkan berdasarkan sumber http://bptphjabar.blogspot.com/ yaitu :

1)   Pengenalan unsur iklim, ekosistem dan istilah dalam prakiraan Musim.
2)   Pengaruh cuaca dan iklim terhadap perkembangan OPT serta pertumbuhan tanaman
3)   Pengenalan alat pengukuran unsur cuaca/iklim dan cara kalibrasi data
4)   Mengenal proses pembentukan hujan
5)   Memanfaatkan Informasi prakiraan musim dan kearifan lokal untuk mengatur strategi tanaman
6)   Mengenal ekologi tanah
7)   Mempelajari neraca air lahan untuk menentukan kebutuhan irigasi dan menilai potensi kejadian banjir
8)   Analisa usaha tani sederhana
9)   Mengenal faktor penyebab banjir dan kekeringan
10)Pengendalian masalah banjir dan kekeringan
11)Studi lapangan (field triep)

Sekolah Lapangan Iklim (SLI) merupakan program untuk meningkatkan pengetahuan petani untuk bisa beradaptasi dengan dampak perubahan iklim yang terjadi. Pemerintah selaku stakeholders mempunyai tanggung jawab yang besar untuk mencegah kerugian yang lebih luas akibat dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim.   
 **

RAMLAN NUGRAHA






Daftar Pustaka :


Diposaptono, Subandono, Budiman, Firdaus Agung. 2009. Menyiasati Perubahan Iklim di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Bogor : PT Sarana Komunikasi Utama. 

Intruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. 

Perpres RI Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca.

Pedoman Umum Adaptasi Perubahan Iklim Sektor Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian (2011).


Suasana Kuliah S3

Umumnya, orang akan membayangkan suasana perkuliahan program Doktoral atau Strata Tiga itu menyeramkan. Faktanya, justru suasananya lebih sa...