Pemilihan
Gubernur Jawa Barat tinggal menunggu waktu. Bila tidak ada aral melintang,
pelaksanaannya tahun 2013. Dalam hitungan politik, pertarungan yang sebenarnya antar
calon gubernur kemungkinan akan dimulai pada awal tahun 2012.
Penulis
ingin mengemukakan sebuah pertanyaan, layakkah Ahmad Heryawan menjadi gubernur pada
periode keduanya? Pertanyaan seperti ini akan menjadi sangat panas jika
dikemukakan ke publik yang kiranya pada hari ini sedang bersiap-siap menghadapi
momentum Pilgub. Banyak pertanyaan yang ingin penulis sampaikan, tapi baik
kiranya kalau kita kemukakan satu persatu yaitu seperti pertanyaan di atas.
Masyarakat
Jawa Barat patut berbangga memiliki sosok gubernur seperti Ahmad Heryawan.
Sampai hari ini, track record beliau
belum tersentuh oleh kasus korupsi. Publik juga mungkin sependapat dengan
pernyataan ini. Satu hal yang positif lantaran banyak kepala daerah yang
dimejahijaukan karena kasus korupsi. Ahmad Heryawan juga mengcut sejarah para seniornya yang tak pernah
bersih dalam hal memimpin birokrat. Dalam hal ini, sebagai seorang kader partai
yang mempunyai slogan Bersih, secara individu kualitas Ahmad Heryawan patut
kita acungi jempol. Tapi sampai kapankah ini terbukti? Karena dalam beberapa
contoh, tidak jarang banyak kepala daerah yang ketika menjabat tidak tersentuh
oleh hukum, tetapi habis selesai masa jabatannya, tidak berlangsung lama
langsung dijebloskan ke jeruji besi.
Dari
sisi yang penulis sampaikan di atas, perlu kiranya masyarakat Jawa Barat
memberikan apresiasi atas sifat yang dimiliki oleh Ahmad Heryawan tersebut.
Ketika
awal terpilihnya Ahmad Heryawan, yang notabene berasal dari PKS, publik
khususnya umat Islam di Jawa Barat memimpikan harapan besar terkait
kepemimpinannya. Demikian pun dengan organisasi Islam, ada harapan Jawa Barat
menjadi percontohan daerah di Indonesia yang pemimpinnya bisa menjadikan Jawa
Barat lebih baik.
Karena
latarnya dari Partai Islam, apalagi bergelar Lc dari LIPIA, Ahmad Heryawan
seolah menjadi mimpi besar umat Islam di Jawa Barat. Hal ini berlaku tidak
hanya untuk kader PKS, tapi juga mayoritas aktivis Islam di Jawa Barat. Hal ini
mungkin hanya pendapat pribadi penulis selama bergelut dengan para aktivis
Islam di Aliansi Pergerakan Islam (API) Jawa Barat.
Tetapi
seiring berjalannya waktu, peran Ahmad Heryawan sebagai gubernur tidaklah
terlalu mencolok. Kasus Ahmadiyah pun tidak disikapi dengan tegas,
penyikapannya hanya melalui peraturan gubernur yang notabene tidak memberikan
tekanan yang signifikan bagi para pelaku penistaan agama tersebut. Isu-isu
ideologis menyangkut umat Islam tidak terlalu disikapi dengan prestasi yang
luar biasa, malah justru terkesan gaya kepemimpinannya seolah ingin menunjukan
kemoderatan yang ternyata itu menjauhkannya dari umat Islam.
PKS
sebagai partai penyokong gubernur pun tidak terlihat perannya. Entah apakakah
penulis yang tidak tahu perkembangan tentang prestasi gubernur selama memimpin
Jabar atau seperti apa, tetapi yang ingin penulis sampaikan adalah dari sisi
informasi, penulis saat ini berkiprah sebagai sekretaris di Aliansi Pergerakan
Islam Jawa Barat, selalu bertukar pikiran melalui diskusi dengan rekan-rekan
dari organisasi Islam yang lain, aktif dalam mengupdate informasi baik melalui
media cetak maupun elektronik, memberikan kesimpulan bahwa selama kepempinan
Ahmad Heryawan, belum ada prestasi yang mencolok untuk keberpihakan terhadap
umat, terutama yang menyangkut isu-isu ideologis keumatan, basic issue dari
partainya maupun latar belakang pendidikannya.
Publik
pun mengetahui berbagai penghargaan yang diterima selama kepemimpinan Ahmad
Heryawan. Tetapi hal tersebut dianggap “biasa”, karena justru dengan latar
belakangnya, apalagi sebagai mantan Ketua Umum Persatuan Umat Islam (PUI),
gubernur sebenarnya bisa melakukan hal yang lebih baik untuk Jawa Barat. Tetapi
justru, seperti terjebak dalam relung kekuasaan, Jawa Barat kini tak ubahnya
dipimpin oleh orang yang bukan berlatar aktivis Islam, sungguh memalukan!!
Inilah
yang tidak kita dapatkan dari seorang Ahmad Heryawan. Secara individu, saat ini
beliau belum tersangkut korupsi. Keluarganya pun sama. Tetapi kesalehan
individunya ternyata tidak bisa menulari yang lain. Hal inilah yang menjadi
bumerang, karena seharusnya seorang pemimpin harus mempunyai karakter
menularkan sikap positifnya kepada orang lain.
Dan
lihatlah, meski dipimpin oleh seorang sekaliber ustad, Jawa Barat tidak banyak
berubah. Inilah opini yang digulirkan oleh partai-partai sekuler yang ingin
kembali berkuasa di Jawa Barat. Ahmad Heryawan dan PKS pada akhirnya hanya bisa
menangkis serangan-serangan lawan politiknya dengan membeberkan sederet
prestasi yang diraihnya. Tapi coba lihatlah, apakah masyarakat merasakan gelar
kehormatan Doktor Honoris Causa untuk perbaikan perutnya? Jawabnya, TIDAK SAMA
SEKALI!
Suatu
waktu, saya berdiskusi dengan salah seorang anggota dewan dari PKS mengenai
kinerja Ahmad Heryawan. Jujur saya katakan, sangat kecewa dengan
kepemimpinannya. Ketika di awal pemerintahannya, publik menaruh harapan besar
kepada tokoh muda ini, tapi dalam perjalanannya, publik hanya makan ati. Dan
pendapat saya pun ditangkis dengan deretan prestasi yang diraih oleh sang gubernur.
Ahh, saya tak mengerti, apa saya yang bloon, tidak tau perkembangan informasi,
segudang prestasi yang diraih tapi saya tidak tau, atau apa memangg?? Kalo mau
jujur, mari tanya saja masyarakat di luar sana. Anda bisa tanya ke tukang
becak, supir angkot, atau para pedagang? Tanyakan bagaimana kehidupan mereka
pasca dipimpin oleh Ahmad Heryawan.
Dan
pada akhirnya, Ahmad Heryawan belum bisa membuktikan kepada masyarakat tentang
janji manis dari visinya sebagai gubernur, slogan partainya ataupun harapan
masyarakat Jawa Barat pada umumnya. Tidak ada catatan spektakuler yang
ditorehkan selama periode kepemimpinannya. Semua berjalan biasa saja.
Jawa
Barat perlu pemimpin yang berkarakter. Siap berjuang demi perubahan rakyat
meski harus menghadapi tantangan yang luar biasa. Rakyat perlu bukti bukan
janji dan bukan sederet tetek bengek piala atau gelar, tapi ternyata tidak
mengubah kondisi masyarakat **