Salah
satu kegiatan sebelum shubuh adalah memegang kepala sang anak sambil berdoa
kepada gusti Allah. Doa supaya kelak menjadi anak shaleh dan bermanfaat bagi
orang banyak. Kalaupun tidak pada waktu itu, saya usahakan setiap hari harus
melakukan hal tersebut.
Berdoa
bisa dilakukan kapan saja. Tapi ada waktu dan tempat dimana setiap doa nilai
terkabulkannya sangat tinggi. Bukan berarti diskriminatif, tapi disinilah letak
keadilan sang kuasa. Pun demikian, saya sangat berharap berdoa di waktu sepertiga
malam sambil mengelus kepala anak moga menjadi momentum yang tidak hanya mendekatkan
diri kepada sang kuasa tapi juga memberikan sentuhan pada memori sang anak.
Saya
selalu berpikir, mumpung kita diberikan kesempatan dekat dengan anak. Ada
beberapa rekan, yang mungkin tidak bisa seperti itu. Karena bekerja, belajar
atau situasi lainnya. Terbatasi antara ruang dan waktu. Mereka tidak bisa
memeluk anaknya, bahkan sekedar melihatnya pun mungkin dengan perjuangan luar
biasa. Kita harus bersyukur, masih diberikan kesempatan.
Anak
adalah amanah sang kuasa. Kita tentu punya andil sangat besar dengan
kehidupannya. Bukan sewaktu kecil saja, tapi seumur hidupnya. Kualitas
kehidupannya akan berpengaruh apakah memang kita memberikan yang terbaik atau
tidak sama sekali. Saking beratnya mungkin, ada beberapa orang yang menghindar
memiliki keturunan dengan alasan tantangan hidup ke depan pasti lebih rumit dan
menantang. “Saya takut anak saya hidup dalam situasi berat. Jadi untuk aman,
saya memilih untuk tidak memiliki anak”. Begitulah, sebagaimana saya baca opini
seorang wanita muda di majalah yang meliput kehidupan muda di Jakarta.
Kita
berdoa supaya sang anak bisa bermanfaat bagi orang banyak. Dengan hal itu, dia
akan dicintai oleh orang banyak. Melakukan hal yang bisa menjadikan kehidupan
lebih bermakna. Lebih banyak memberi daripada meminta. Tentu banyak hal yang
ingin kita harapkan. Ini wajar dan ruang itu diberikan oleh sang kuasa melalui
berdoa**
Bandung,
25 Januari 2013