Ramlan
Nugraha
Sekjen
Aliansi Pergerakan Islam (API) Jabar
Tadi
malam, kami bersilaturahim dengan Ustad Yeye. Beliau Ketua MUI Kecamatan
Cimenyan, Kabupaten Bandung. Kedatangan kami ke rumahnya untuk mendukung
langkah yang dilakukan oleh MUI Kecamatan untuk menyikapi permasalahan di
Caringin Tilu, Cimenyan.
Sebagaimana
yang disampaikan oleh Sdr. Imam Kurnia, da’i Hidayatullah yang ditugaskan di
pos Cimenyan, sekaligus sebagai anggota Komisi Organisasi dan Jihad MUI
Kecamatan Cimenyan, bahwasanya secara personal, Ustad Yeye meminta support dari
Aliansi Pergerakan Islam (API) Jawa Barat untuk bersama-sama membangun daerah
Cimenyan bebas Maksiat.
Permohonan
tersebut langsung direspon oleh API Jabar, sebagaimana telah dibahas pada waktu
pertemuan rutin pada Rabu, 21 Desember 2011 di ruang rapat Darul Hikam. Hasil
pertemuan tersebut yaitu secara organisasi API Jabar siap memberikan support
kepada Ketua MUI Cimenyan untuk memberantas kemaksiatan yang ada di Caringin
Tilu, Kecamatan Cimenyan.
Sebagai
review, bahwasanya Caringin Tilu merupakan sebuah daerah di bagian timur
Bandung dengan pemandangan yang sangat menarik. Kita bisa melihat view Kota
Bandung, Gunung Manglayang bahkan sampai Gunung Kamojang. Layaknya Punclut
–tetapi menurut saya, Cartil lebih bagus-, di daerah sana berdiri warung-warung
lesehan untuk melayani para pengunjung yang ingin beristirahat ataupun
bersantai ria.
Namun
sangat disayangkan, Cartil kini menjadi daerah yang penuh dengan kemaksiatan.
Warung lesehan dengan ciri khas ruang bersekat-sekat (seperti di warnet) dan
penerangan yang pas-pasan, digunakan oleh para ABG untuk memenuhi nafsu syahwat
belaka. Sudah tidak asing lagi bila kita kesana, para pengunjung seakan tidak
malu lagi duduk berpelukan, tidur saling telentang, dan berciuman. Bahkan
masyarakat sekitar sudah tiga kali memberondong pasangan bukan suami istri yang
ditemukan sedang melakukan adegan hubungan intim di lokasi Cartil. Sangat
menjijikkan kiranya bila hal tersebut dibiarkan terus menerus.
MUI
Kecamatan sudah lama mengingatkan pihak Muspika (Camat, Kapolsek dan Danramil)
untuk segera menindaklanjuti kondisi yang ada. Pengunjung Cartil mayoritas
bukanlah warga sekitar, ternyata telah mengotori daerah mereka dengan perbuatan
yang mengundang keresahan masyarakat. Tetapi pihak Muspika, entah karena faktor
apa, tidak menindaklanjutinya dengan tegas. Dalam diskusi dengan Ketua MUI,
beberapa hari kemarin pihak Kepolisian dan Koramil mendatangi rumah beliau. Hal
ini berkaitan dengan isu adanya penurunan massa yang dilakukan oleh API Jabar
ke daerah Cartil (padahal baru isu, faktanya tidak benar). Pihak Kepolisian
malah bertanya kepada Ketua MUI tentang data adanya kemaksiatan yang terjadi
Cartil. Seandainya benar adanya kemaksiatan, masyarakat dalam hal ini MUI harus
menyerahkan data valid kepada Kepolisian. Baru kalau ada data mereka akan
menindaklanjuti. Begitu yang disampaikan oleh pihak Kepolisian Sektor Cimenyan.
http://kecamatancimenyan.wordpress.com/ |
Saya
dan kawan-kawan tak habis pikir dengan pernyataan yang disampaikan oleh pihak
Polsek. Sesuai dengan tupoksi, maka tugas kepolisan adalah menindaklanjuti
laporan dari masyarakat lalu menngungkap kasus sampai selesai. Pencari data
seharusnya adalah polisi, bukan malah menyerahkan tugasnya kepada sang pelapor
atau dalam hal ini MUI Kecamatan. Struktur organisasi di kepolisian ada Satuan
Intel yang bertugas sebagai penyelidik, ada juga Serse yang bertugas sebagai
penyidik. Kalau demikian pernyataan dari kepolisian yang menyuruh MUI
mengumpulkan data, maka yang namanya intel itu kerjanya apa?
Ini
namanya pembodohan publik. Pihak kepolisian tidak bertanggung jawab dalam
menindaklanjuti laporan dari masyarakat. Padahal, seperti yang dituturkan Ketua
MUI, bahwa laporan dari Ketua RW sekitar juga sudah banyak, bahkan beberapa
pasangan yang ditemukan sedang mesum lalu diarak oleh warga beberapa waktu
lalu, juga dihadiri oleh pihak kepolisian. Ini yang tidak habis pikir, apakah
otak-otak para penegak hukum kita hanya berpikir tentang karier dan duit an sich ??
Kami
pun dibuat kaget dengan penuturan dari pihak Koramil. Mereka menyatakan bahwa
setiap malam selalu berkeliling ke daerah Cartil. Mereka pun mengakui dan
melihat sendiri pasangan-pasangan yang sedang berpelukan dan berciuman. Lalu
mereka mengatakan, tetapi itukan hal yang wajar. Berpelukan dan berciuman yang
dilakukan oleh mereka yang sedang berpacaran. Pernyataan wajar tersebut kontan
ditanggapi langsung oleh ustad Yeye, selaku Ketua MUI dengan dalil-dalil Al
Quran. Tapi tetap saja, mereka tidak mengerti dan tidak faham. Padahal mereka
adalah Muslim.
Kami
tidak menggeneralisir, tapi inilah salah satu wajah aparat penegak hukum. Saya
pun teringat ketika agenda perjuangan kami pada 2007 lalu melalui wadah Bandung
Maksiat Watch (BMW) untuk menutup tempat prostitusi Saritem di Kota Bandung
selama-lamanya. Saat itu ketika di awal setelah penutupan Saritem, kami
bersitegang dengan Ketua Satpol PP Kota Bandung. Kami mengatakan di media bahwa
BMW menemukan data bahwa proses prostitusi masih terjadi di Saritem. Setelah
pernyataan kami di media, lalu muncul pernyataan lain dari Ketua Satpol PP,
tentang BMW jangan asal ngomong, buktikan dengan data dan fakta. Ini juga tak
habis pikir, bukannya ini salah satu laporan dari masyarakt, seharusnya mereka
sendiri yang investigasi, dan cari data fakta sesuai dengan laporan dari
masyarakat. Padahal sebelum pernyataan kami di media, kami pun telah
menerjunkan tim investigasi di Saritem, bahkan sampai mengontrak sebuah rumah.
Jadi seharusnya mereka faham, bahwa laporan masyarakat seharusnya ditindaklanjuti
bukan malah jadi bulan-bulanan.