Banyak orang mencemooh apa yang telah dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Wacana fatwa haram premium bersubsidi bagi orang kaya menuai pro kontra di kalangan umat. Dan akhirnya MUI pun menjadi sasaran, entah disebut lembaga yang tidak kredibel, salah posisi, asal-asalan dll.
MUI sudah mengklarifikasi bahwa ini adalah pendapat pribadi dari anggota dan bukan atas nama lembaga. Jadi polemik terkait dengan ini sudah seharusnya dihentikan. Tetapi wacana yang berkembang bahwa memang betul dan sudah seharusnya orang kaya tidak membeli premium bersubsidi karena peruntukannya untuk orang yang tidak mampu. Berapa banyak uang negara habis dikarenakan subsidi untuk bahan bakar.
Yang perlu dikritisi adalah peran pemerintah yang tidak tegas. Mereka hanya bisa memberikan anjuran yang ditulis di spanduk-spanduk pom, tanpa ada tindakan nyata. Disinilah kita melihat peran ulama yang berusaha mengingatkan pemerintah untuk melakukan apa yang bermanfaat bagi masyarakat banyak.
Niat awal pendapat ini berkembang adalah bagaimana subsidi berupa premium tepat sasaran, sesuai dengan peruntukannya. Bukankah itu hal yang mulia? Peran ulama kini harus lebih berani, masuk pada wilayah kontroversi tetapi itu dijalankannya demi peran sebagai pengingat pemerintah. Wallahu'alam bishshawab.