Negeri ini ibarat tayangan sinetron di televisi. Sang penjahat yang menjadi buronan polisi tiba-tiba muncul di media bak seorang pahlawan. Membeberkan masalah seolah fakta, menuding si A,B,C bahkan menantang lembaga pemerintahan untuk bekerja sesuai dengan titahnya. Negeri ini pun tak ayal bergoncang. Masyarakat bingung, siapa sesungguhnya yang mengatasnamakan kebenaran. Bingung memilih mana yang benar dan mana yang salah. Kondisi dimana bisa jadi kita masuk dalam kategori 'linglung'.
Nakhoda yang seharusnya mengarahkan kapal hendak ke mana, kini tak berdaya. Sungguh rapuh, pertanda tak punya kekuatan. Inilah fakta, dimana kita pada saat ini menyaksikan negeri ini diguncang luar biasa oleh seorang yang bernama Nazaruddin.
Nazaruddin beberapa kali mengirim pesan lewat Blackberry Messenger, sms, hubungan telepon, dan Skype ke sejumlah media massa. Dengan seringnya mengirim pesan melalui teknologi tersebut, seolah tersangka kasus suap pembangunan wisma atlet ini menantang aparat penegak hukum. Dan apa daya, para aparat pun sampai sekarang belum juga menangkap Nazaruddin.
Sejak 5 Juli lalu, namanya sudah masuk red notice di situs interpol. Tapi entah ada apa dengan aparat penegak hukum kita. Hak penyadapan atau lawful intercept yang menjadi wewenang aparat seharusnya digunakan sehingga bisa dengan mudah menangkap Nazaruddin.