Tragis,
itulah kata yang muncul ketika kita menyaksikan betapa dahsyatnya korban
tabrakan di Tugu Tani, Jakarta Pusat beberapa hari yang lalu. Tidak
tanggung-tanggung korban meninggal berjumlah 9 (sembilan) orang dan 4 (empat)
orang menderita luka berat saat sebuah mobil Daihatsu Xenia menabrak pejalan
kaki yang berada di sekitar halte bus. Sang pelaku yang merupakan pekerja di
sebuah Production House (PH) menurut keterangan dari Polda Metro Jaya positif
menggunakan narkotika dan obat-obat terlarang berjenis sabu-sabu. Tidak hanya
itu, pelaku yang masih berusia 28 tahun tersebut mengaku sebelum peristiwa maut
dirinya beserta 3 orang temannya baru pulang dari diskotik dan menghabiskan waktunya
dengan meminum wisky, ganja dan sabu.
Salah
seorang korban meninggal yang berasal dari Purwakarta, Jawa Barat merupakan
tulang punggung keluarganya. Sebuah stasiun televisi menayangkan bagaimana
proses pemakaman dan kondisi keluarga yang ditinggalkan. Korban yang masih
berusia 23 tahun tersebut mengadu nasib di Jakarta untuk membiayai kehidupan
adik dan ibunya. Tapi apa mau dikata, pada hari tersebut, sebuah mobil secara
tiba-tiba menabraknya sampai akhirnya nyawa korban tidak bisa diselamatkan.
Penulis
menyimpulkan bahwa peristiwa tragis ini dipicu karena pelaku mengkonsumsi
minuman keras dan narkoba. Pelaku sudah tidak asing dengan dunia barang-barang
haram tersebut. Tidak hanya itu, dunia diskotik menjadi semacam tempat main
sehari-hari bagi pelaku dan rekan-rekannya. Hal inilah yang menjadi peringatan
langsung dari Allah SWT bagi para pelaku maksiat. Efek kemaksiatan tidak hanya
merugikan bagi diri sendiri, tapi bagi keluarga, rekan-rekannya dan masyarakat
pada umumnya. Jikalau kita berhitung, berapa kerugian akibat perbuatan yang
pelaku lakukan? Bagaimana keadaan keluarga korban pasca peristiwa tragis ini ?
bagaimana tekanan masyarakat kepada keluarga pelaku tabrakan ? dan berapa lagi
kerugian yang tidak bisa kita hitung akibat dari perbuatan dari pelaku maksiat
tersebut.
Minuman
keras dan narkoba merupakan awal dari segalanya. Betapa kerugian yang
dihasilkannya tidak hanya bagi sang pelaku, tetapi menyebar ke setiap orang di
sekitarnya. Hal ini kita lihat dari peristiwa tragis tabrakan di Tugu Tani di
atas.
Jikalau
masih diberikan akal sehat, sungguh seharusnya peristiwa ini menjadi peringatan
keras bagi pemerintah kita. Betapa tidak, saat ini kita dibuat malu oleh
perilaku bodoh para pejabat negara. Dengan dalih pembinaan otonomi daerah,
beberapa waktu yang lalu Menteri Dalam Negeri membatalkan 9 (sembilan) Peraturan
Daerah (Perda) Anti Miras. Kemendagri berdalih perda-perda tersebut melanggar
Keppres Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman
Beralkohol. Dalam keterangannya, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan
bahwa pihaknya tidak pernah membatalkan Perda Anti Miras, tetapi hanya
melakukan evaluasi. Tetapi faktanya, kegiatan berdalih evaluasi tersebut pada
dasarnya adalah pembatalan atau pencabutan perda. Mendagri bisa berkilah,
tetapi umat Islam tidak bisa dibohongi.
Dan pada
akhirnya, setelah kecelakaan maut Xenia, akibat miras dan narkoba, apakah
pemerintah pusat masih "bertekad" untuk membredel Perda Anti Miras?
*) Ramlan
Nugraha, Sekjen
Aliansi Pergerakan Islam (API) Jawa Barat.