Memilih Pemimpin

Beberapa hal terkait dengan memilih pemimpin:

1.       Kompetensi itu lahir dari kompetisi
Salah satu kriteria ketika memilih pemimpin adalah terkait dengan kompetensi. Kompetensi kadangkala hanya dilihat dari kemampuan seseorang tanpa melibatkan adanya faktor tantangan dengan orang yang memiliki kompetensi sama. Seorang juara yang lahir dari sebuah kompetisi tentu kita pastikan orang tersebut memiliki kompetensi terbaik.

        Faktor asal daerah
Ketika memilih presiden misalnya, kita masih saja mendengar ada segelintir orang yang mempermasalahkan darimana ia berasal. Ada pernyataan bahwa daerah tertentu pasti maju kalau presidennya dari daerah tersebut. Dalam organisasi yang saya ikuti, beberapa pekan ke depan akan dilaksanakan pemilihan ketua umum. Hal seperti diatas pun tiba-tiba muncul, persis pernyataan chauvinisme tersebut. Padahal kalau kita berpikir realistis, 65% pemilih pada Pemilu kemarin adalah warga negara yang berusia kurang dari 35 tahun. Landasan berpikir mereka sudah tidak memikirkan dari mana asal sang calon lagi, entah mau dia asal pulau Jawa atau luar Jawa. Landasan mereka lebih pada faktor ilmu pengetahuan, teknologi, moralitas, prestasi organisasi, dll. Jadi sudah sangat basi ketika kita masih saja menempatkan dari mana sang calon berasal dibandingkan dengan factor-faktor realistis seperti di atas.

3.        Apakah modal ekonomi segalanya?
Sudah saatnya kita berpikir tidak hanya mengkooptasi pikiran bahwa uang/kekayaan adalah segalanya. Bahkan ketika memilih pemimpin sekalipun yang kerja-kerjanya membutuhkan banyak energi. Presiden Obama untuk kampanyenya dulu mendapatkan uang 6 Triliun ternyata dari pada pendukungnya. Setiap orang yang mendukungnya memberikan 1-2 dollar untuk Obama. So, walaupun modal ekonomi itu penting, tetapi ketika kita memiliki modal sosial yang bagus, bukan tidak mungkin segala sesuatu bisa terjadi. Inilah era dimana semua punya kesempatan yang sama, bukan hanya yang memiliki modal ekonomi saja, tetapi modal-modal yang lain pun bisa menjadikan kita berhasil.

4.       Monarki, darah biru pewaris kekuasaan
Negeri ini sudah lama terkena virus monarki. Darah biru, entah kompeten atau tidak dianggap sebagai pewaris sah kekuasaan. Baru-baru ini pun, kita rame membincangkan tentang rating Ani Yudhoyono yang dianggap bisa jadi kandidat Presiden ke depan. Yang paling dominan selain itu tentu adalah partai politik. Bahkan organisasi mahasiswa pun bisa jadi terkena virus ini. Saya kadang tak habis pikir, masih saja kita berpikir basi ala zaman kerajaan dulu. Berpikir dengan adanya darah biru, koneksi ke atasan akan lebih mudah (RN).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Suasana Kuliah S3

Umumnya, orang akan membayangkan suasana perkuliahan program Doktoral atau Strata Tiga itu menyeramkan. Faktanya, justru suasananya lebih sa...