Bandung, 20 Februari 2010
Demokrasi: La Roiba Fiih
“Bung Karno cukup lulusan Bandung, tidak perlu kuliah di Belanda dan bergabung dalam kelompok aktivis Perhimpunan Indonesia untuk menjadi pemimpin besar mengungguli Bung Hatta dan tokoh-tokoh siapa pun yang lain. Soeharto cukup menyerap saripati Tari Bedoyo Ketawang untuk mempecundangi kita semua selama 32 tahun. Habibie bahkan naik tahta min haitsu la yahtasib alias blessing in disguise. Gus Dur wong agung dengan kebesaran dan caliber ekstra di mana Indonesia bergulir-gulir seperti butiran kelereng di genggaman tangannya. Megawati tidak perlu berkeringat dan mengerahkan ilmu, kekuatan atau aji-aji apa pun saja untuk sanggup menjadi pemimpin puncak. Dan pemimpin hari ini, Susilo Bambang Yudhoyono, tangkai bandul, penjaga keseimbangan, pembersih zaman wajah agar senantiasa resik dan berkilau.”
Keunikan cara pandang Emha Ainun Nadjib memang sudah diakui di tataran jagad raya Nusantara. Sehingga tak heran, Cak Nun, begitu Ia dipanggil sampai saat ini sering menjadi pembicara di berbagai acara. Sebut saja misalnya lima acara rutinnya Padang Mbulan (Jombang), Mocopat Syafaat (Yogyakarta), Kenduri Cinta (Jakarta), Gambang Syafaat (Semarang) dan Obor Ilahi (Malang). Walaupun di Bandung tak ada, tapi tidak apalah karena cukup bagi saya untuk membaca karyanya lewat buku yang sering ditulisnya.
Dalam dunia pemikiran, setiap orang setidaknya mempunyai satu ideologi yang jelas dalam berpikir. Tapi terkadang kedewasaan seseoranglah yang paling berbicara ketika ia dihadapkan dengan lawan ideologi yang berbeda. Masih ingat dengan tokoh nasional M. Natsir? Waktu di sidang parlemen dia sangat lantang berdebat dengan pihak komunis. Habislah lawan komunisnya dengan otak jenius sang Pendiri Masyumi ini. Tapi ketika di luar sidang, tak jarang dia sempatkan minum kopi bareng dengan lawannya itu. So, pantas saja dunia mengakui bahwa dia merupakan sosok muslim negarawan dari Indonesia.
Para Blogger yang saya hormati, isi dari paragraf pertama merupakan sepenuhnya tulisan dari Emha Ainun Nadjib. Saya baru membeli buku terbarunya yang berjudul “Demokrasi: La Roiba Fiih” hari Kamis kemarin (18/2). Kebetulan minggu ini dari mulai 17-23 Februari 2010 diadakan Pesta Buku Bandung 2010 di Gedung Landmark. Lokasinya dekat Balai Kota Bandung. Buku yang diterbitkan oleh Kompas pada Juli 2009 ini saya beli Rp 36.000, dapat diskon 20 persen dari harga semula. Diskonnya kecil memang, sama halnya dengan Gramedia. Walaupun dijual di pameran, diskonnya kadang sama juga dengan apabila kita membeli di toko buku. Buku terbitan Kompas dan Gramedia dari sisi kualitas memang sudah tidak diragukan lagi, tapi dari sisi harga? Wuiih, sungguh pelit. Yang lain banting harga 60-30 persen, ini masih saja segitu. Entahlah, mungkin kalau diskon gede-gedean bisa jadi rating sebagai “perusahaan bonafitnya” luntur. Tapi kenapa saya beli bukunya? Ya itu tadi, berhubung bukunya bagus dan isi dompet mendukung, terpaksa saya sikat saja itu buku. Toh harganya masih dibawah Rp 50 ribu.
Kadang saya tertawa terbahak-bahak ketika membaca buku ini. Sebut saja waktu masuk ke tulisan yang berjudul “Jangan Rebut Dosaku”. Tulisan ini terinspirasi dari celetukan tukang becak waktu rame-ramenya Pemilihan Caleg 2009, “Alaaa wong nek nising nggowo pecut ae kathik nyaleg barang!”. Arti kalimat itu: “Orang dia ini kalau buang air besar selalu membawa cambuk saja kok berani-beraninya jadi caleg”. Emha pun bingung. “Apa hubungannya sama buang air besar dan cambuk?” tutur Emha. Orang itu tertawa lagi, bahkan agak kepanjangan. “Saking pelitnya, sehingga kalau orang itu buang air besar di sungai, lantas ada ikan-ikan datang berkerumun untuk memakan (maaf) tahinya, maka orang itu sudah siap mencambuki dan mengusir ikan-ikan itu.” Wakakakk..
Buku dengan tebal 282 halaman itu saya targetkan selesai dalam waktu seminggu. Sejak dibeli sampai sekarang record membaca saya amat buruk, hanya mampu menghabiskan 10 halaman/hari. Jadi ingat waktu baca Ayat-Ayat Cinta keluarannya Habiburahman el Shirazi, pas dapat tuh buku pukul 20.00 malam, langsung selesai pukul setengah satu malam. Wuiih dasar novel, memberikan cita rasa tertentu ketika kita membacanya. Sensasinya lebih-lebih enak daripada makan mie kocok Naripan ataupun Surabi Imoet.
Kenapa kok sedikit sekali membacanya? Jawabnya yaitu karena sudah dua hari ini saya sakit gigi. Gigi bagian atas yang berlubang sedang meradang, jadi buat malas segala hal, termasuk membaca. Kata Meggy Z sih lebih baik sakit gigi daripada sakit hati. Ga tau kenapa muncul anggapan seperti itu, yang jelas saya tetap berpendapat sakit hati itu lebih sakit daripada sakit gigi. Kalau sakit hati, buat malas segalanya, termasuk nyikat gigi. Nah, kalau dengan sakit gigi, minimal standar dua kali sehari dalam menggosok gigi kita lampaui. Bisa jadi tiga bahkan empat kali sehari. Masalah ngaruh atau tidak terserah, yang penting ga ada sisa makanan lagi di gigi. Masalah sakit hati mungkin akan dibahas di episode berikutnya. Saya punya pengalaman menarik tentang itu. Insya Allah kapan-kapan ditulis kalau sedang “mood”.
Beberapa buku saya beli waktu berkunjung ke pameran itu. Setiap tahun memang selalu diadakan pameran di Gedung Landmark ini. Setidaknya dalam enam tahun terakhir, saya sudah berkunjung selama lima tahun berturut-turut. Yang paling parah menurut saya adalah pada tahun lalu. Hampir ga ada buku keluaran terbaru yang mempunyai rating kualitas lima point. Tapi untuk tahun sekarang, setidaknya beres pemilu kemarin banyak inspirasi dan akhirnya terbukti, buku-buku baru di tahun 2010 ini cukup menarik untuk kita beli.
Berikut beberapa barang yang saya beli:
1. Demokrasi: La Roiba Fiih karya Emha Ainun Nadjib. Penerbit Kompas cetakan 2009: 282 halaman;
2. Revitalisasi Republik karya Franciscu Welirang. Penerbit Grafindo cetakan 2007: 317 halaman;
3. Mencetak Pemimpin karya DR. Thariq M. As-Suwaidan dan Faishal U. Basyarahil. Penerbit Khalifa cetakan 2006: 280 halaman;
4. Desentralisasi Pemerintah: Pengalaman Negara-negara Asia karya Abdul Azis dan David D. Arnold. Penerbit Pondok Edukasi cetakan 2003: 376 halaman;
5. Majalah National Geographic edisi Pemanasan Global.
6. CD Multimedia Arabindo: Belajar Bahasa Arab untuk Orang Indonesia.
7. CD E-book Motivasi.
Salam
Ramlan Nugraha,
Catatan ringan dari setiap perjalanan. Sekedar mengasah pena agar tak hilang ditelan waktu.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Suasana Kuliah S3
Umumnya, orang akan membayangkan suasana perkuliahan program Doktoral atau Strata Tiga itu menyeramkan. Faktanya, justru suasananya lebih sa...
-
Bandung, 1 Maret 2010 [ketika perjalanan adalah energi untuk terus bergerak] “ Singsingkan lengan baju, hadapi lawan,..dst ”, bagian lagu in...
-
Umumnya, orang akan membayangkan suasana perkuliahan program Doktoral atau Strata Tiga itu menyeramkan. Faktanya, justru suasananya lebih sa...
-
Jum’at, 12 Februari 2010 Ditulis sebagai pengalaman pribadi waktu mengikuti Konferensi Nasional Anggaran Daerah pada 1-5 Februari di Hotel P...
-
Rabu, 31 Maret 2010 Tepat di akhir bulan ini saya mendaftarkan diri untuk mengikuti tes PTESOL (Profiency Test of English to Speakers of Oth...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar