Umumnya, orang akan membayangkan suasana perkuliahan program Doktoral atau Strata Tiga itu menyeramkan. Faktanya, justru suasananya lebih santai, dibanding waktu kuliah S1 dan S2. Nuansa "persaingan" antar mahasiswa yang dulu sangat kental, sama sekali tidak terlihat. Persaingan pada hakikatnya berasal dari masing-masing pribadi. Sejauh mana setiap orang melawan rasa malasnya, dan konsisten dengan target-target yang direncanakannya.
Catatan Perjalanan
Catatan ringan dari setiap perjalanan. Sekedar mengasah pena agar tak hilang ditelan waktu.
Suasana Kuliah S3
Terciderainya Mahkamah Konstitusi
Amar putusan Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi yang ditunggu-tunggu masyarakat Indonesia akhirnya telah dibacakan. Dalam pengambilan keputusan, berkali-kali Prof Jimly menyebutkan telah terjadi pelanggaran berat etik yang dilakukan para Hakim konstitusi. Adanya kebocoran hasil RPH kepada publik menjadi salah satu poin yang dibacakan. Pada akhirnya, MKMK memutuskan memberhentikan ketua MK akibat pelanggaran berat etik yang dilakukannya. Para hakim yang lain juga diputuskan melakukan pelanggaran secara kolektif. Dengan itu, mereka akan dikenai teguran lisan saja.
Mahkamah Kehormatan MK juga memberikan batas waktu 2X24 jam agar delapan hakim MK memutuskan ketua MK yang baru. Anwar Usman, didorong untuk segera mengundurkan diri agar tidak terlibat dalam proses pengambilan keputusan di MK.
Dari peristiwa ini, kita sangat sedih karena para Hakim Konstitusi yang diharapkan menjadi para penjaga konstitusi atau the guardian of law telah melakukan pelanggaran etik. Mereka seharusnya menjadi teladan dan contoh bagi masyarakat. Terlebih, posisi dan kewenangan Mahkamah Konstitusi yang memberikan putusan final dan mengikat. Tidak ada lagi banding, setelah putusan dari MK.
Meminjam pendapat Bertens (1989), etika seharusnya difahami sebagai nilai-nilai yang menjadi pegangan, baik bagi individu maupun organisasi dalam menjalankan perilakunya. Nilai-nilai ini kemudian harus dipraktikan karena dapat difahami sebagai bentuk penilaian etis atas suatu tindakan politik dan pemerintahan (Thomson, 1997). Etika akan berbicara tentang suatu perilaku benar atau salah dalam relasi antar manusia (Graham, 2010).
Akhirnya, cedera, bisa pulih namun perlu proses. Apakah itu singkat atau sebaliknya. Tergantung jenis cederanya. Sejatinya, itu akan dipengaruhi banyak faktor. Siapa dokter yang menanganinya, jenis obat yang diberikan, hingga mental apakah si pemain mau pulih kembali. Dan tentu, apakah si pemilik modal mau memainkannya pasca pulih? atau jangan-jangan, si pemain tidak cedera. Hanya dibuat-buat, karena ada pemain lain yang mau bermain di posisinya.
Sungguh, kita dibuat bingung hari ini.
Post-holiday urbanization
One of the problems after Eid al-Fitr in Indonesia is the increasing number of people who urbanize to cities. They usually go with family or friends who have worked in the city. For most people, working in the city is seen as an opportunity to improve their standard of living. This is because the income level in the city is above the average minimum wage.
In Jakarta, the number of new arrivals is estimated at 71,000 people (BBC, 2019). Governor Anies Baswedan said this number increased by 2,000 compared to last year. Meanwhile, the DKI Jakarta government will welcome newcomers and will not carry out justisi operations. Every citizen has the right to work anywhere and Jakarta respects this equality, said Anies.
U-turn: Indonesian Government Policy to Prevent the Spread of Corona
Ramlan Nugraha
Eid al-Fitr is a day awaited by Muslims around the world, including in Indonesia. The day when Muslims finish fasting for a whole month. One of the traditions that is carried out before the holiday is to return to your hometown. However, because this year is still in a pandemic condition, this yearly tradition for some people cannot be implemented. This is because the government has prohibited people from returning home so that the spread of Corona-19 can be controlled.
Kelahiran Anak Kami yang Ke-2
Anak kami yang kedua diberi nama Hafiz Multazam. Nama ini mengandung makna orang yang diharapkan menjadi penjaga dan pelindung agama serta memiliki sifat mulia. Multazam juga merupakan tempat yang berada diantara pintu kabah dan hajar aswad. Pada saat kami umrah tahun 2019, salah satu doa saya adalah semoga isteri diberikan kesehatan dan kami diberikan momongan lagi. Alhamdulillah doa tersebut dapat terkabulkan. Untuk mengingatnya maka nama belakangnya saya beri nama Multazam.
Kebijakan Pembangunan Hijau dalam Perencanaan Pembangunan di Provinsi Kalimantan Timur
Ramlan Nugraha, Mahasiswa SPs IPB
Pengantar
Pasca dilaksanakannya Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro, Brazil tahun 1992, keterlibatan Indonesia semakin aktif dalam mendorong aksi perubahan iklim di tingkat internasional. Hal ini dibuktikan dengan komitmen Pemerintah untuk melaksanakan kesepakatan internasional melalui penandatanganan United Nation Framework Convention on Climate Change. Komitmen ini berisikan pernyataan negara-negara untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Untuk mengimplementasikan komitmen tersebut, Indonesia kemudian meratifikasi Konvensi Perubahan Iklim melalui Undang-Undang No. 6 Tahun 1994.
Dalam perkembangannya, upaya Indonesia untuk terlibat dalam pengurangan emisi global terus dilakukan secara berkelanjutan. Pemerintah Indonesia mengesahkan berbagai kesepakatan internasional ke dalam peraturan seperti Protokol Kyoto melalui UU No. 17 Tahun 2004 dan Paris Agreement dengan UU No. 16 Tahun 2016. Langkah pengurangan emisi oleh Pemerintah Indonesia juga dilakukan secara sistematis dengan diterbitkannya UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Salah satu turunannya adalah Peraturan Presiden (Perpres) No. 61 Tahun 2011 Tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN GRK).
Dalam Perpres tentang RAN-GRK, Pemerintah menetapkan target nasional untuk menurunkan emisi GRK sebesar 26% pada tahun 2020 dari tingkat emisi BAU (Business as Usual/Tanpa rencana aksi) hingga 41% apabila ada dukungan pendanaan dari internasional. Komitmen ini kemudian diperkuat dengan adanya dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) pada tahun 2016 sebagai hasil kesepakatan Paris Agreement yang menetapkan target penurunan emisi secara berkala sebesar 29% (unconditional) hingga 41% (conditional dibandingkan BAU) pada tahun 2030.
Pemerintah telah menyusun strategi implementasi NDC dengan pendekatan strategis yang mengacu kepada prinsip yaitu 1) Menerapkan pendekatan lanskap yang terintegrasi; 2) Menyoroti best practices yang dilakukan pemerintah, swasta dan masyarakat; 3) Mengarusutamakan agenda perubahan iklim ke dalam perencanaan pembangunan; dan 4) Memajukan ketahanan iklim yang berkaitan dengan pangan, air, dan energi. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendekatan strategis NDC Indonesia memerlukan perencanaan yang komperehensif dan seksama dalam menerapkan pola produksi serta konsumsi berkelanjutan secara efektif, dan memanfaatkan kearifan lokal tradisional dan lembaga adatnya. (Strategi Implementasi NDC, 2017).
Dalam konteks perencanaan yang komperehensif, mengarusutamakan agenda perubahan iklim ke dalam perencanaan pembangunan juga membutuhkan dukungan yang nyata dari pemerintah daerah, mulai dari tingkat provinsi hingga desa. Hal ini agar upaya perubahan iklim tidak hanya dilakukan di level nasional namun juga dapat secara masif diterapkan di seluruh daerah.
Kalimantan Timur merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang berkomitmen menerapkan pembangunan hijau. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2019-2023, pembangunan hijau telah menjadi arah kebijakan bagi perencanaan pembangunan di Kalimantan Timur. Adanya integrasi pembangunan hijau dalam perencanaan daerah ini diharapkan dapat mendorong adanya keseimbangan antara kepentingan ekonomi dengan lingkungan hidup (Wahyuni et all, 2019).
Mengarusutamakan agenda perubahan iklim ke dalam perencanaan pembangunan merupakan salah satu strategi dalam mengimplementasikan National Determinant Contribution (NDC). Oleh karena itu, mengkaji lebih dalam mengenai kebijakan pembangunan hijau dalam perencanaan pembangunan di Kalimantan Timur, khususnya dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2019-2023 menjadi hal yang penting sebagai salah satu upaya kita memahami lebih lanjut bagaimana peran pemerintah daerah untuk mendorong aksi yang lebih strategis dalam melakukan perubahan di daerah.
Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur
Provinsi
Kalimantan Timur merupakan salah satu Provinsi yang memiliki wilayah yang cukup luas di Indonesia. Berdasarkan data dari Bappeda Kaltim,
luas wilayahnya mencapai 16.732.065 ha yang terbagi
menjadi luas daratan mencapai 12.638.931 Ha
atau 75% dan luas perairan laut yaitu 3,3 juta Ha atau 25 %. Dengan luas wilayah tersebut menjadikan Kalimantan Timur sebagai
Provinsi kedua terluas setelah Papua.
Kalimantan Timur juga memiliki hutan yang luas. Mengacu kepada Peraturan Daerah No 1 Tahun 2016 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), fungsi kawasan hutan terbagi ke dalam 3 (tiga) yaitu hutan lindung seluas 1,84 juta ha, hutan produksi seluas 5,93 juta ha, hutan konservasi seluas 0,12 juta ha. Selain itu terdapat kawasan hutan suaka alam seluas 0,43 juta ha, dan areal penggunaan lain seluas 4,29 juta ha.
Sebagai
wilayah yang memiliki sumber daya alam melimpah dengan hutan yang luas, Kalimantan Timur memiliki permasalahan yaitu kondisi
tutupan hutan yang semakin menurun akibat deforestasi yang sangat luas. Pada
tahun 2000 tutupan hutan mencapai 9,28 juta ha dan mengalami penurunan
signifikan setiap tahunnya. Pada tahun 2017 tutupan hutannya mencapai 6,28 juta
ha. Dengan kondisi tersebut, dalam kurun waktu 17 tahun
telah terjadi deforestasi di Kalimantan Timur seluas 3
juta ha atau 176 ribu ha/tahun.
Komitmen Pemerintah Daerah dalam Pembangunan Hijau
Insiatif Kalimantan Timur Hijau
Pada tahun 2010, Gubernur Awang Faroek Ishak meluncurkan Kalimantan Timur Hijau (Green East Kalimantan) sebagai salah satu strategi dalam pembangunan daerah. Strategi ini bertujuan untuk memperbaiki tata kelola sumber daya alam melalui berbagai inisiatif multistakeholder yang terdiri dari pemerintah, pihak perusahaan atau swasta dan masyarakat serta NGO di tingkat lokal maupun internasional.
Setahun kemudian, Pemerintah Kalimantan Timur menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 22 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kaltim Hijau. Melalui adanya Perda ini, Pemerintah Kaltim secara serius berkomitmen untuk mengajak para pihak untuk secara bersama mewujudkan Kaltim Hijau. Melalui Gerakan ini, Pemda telah berhasil menginisiasi keterlibatan multistakeholder dalam kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di Kalimantan Timur. Adanya partisipasi dari para pihak ini menjadi salah satu kunci dalam membuka peluang adanya alternatif pembiayaan yang mendukung upaya perubahan iklim. Tidak dapat dipungkiri, Gerakan Kaltim Hijau telah banyak menginisiasi berbagai lembaga/NGO internasional untuk terlibat dalam aksi perubahan iklim di Kalimantan Timur.
Sejalan dengan
itu, beberapa inisiatif juga dilakukan oleh Pemerintah Kalimantan Timur untuk
mewujudkan Kaltim Hijau, termasuk mengarustamakan upaya perubahan iklim melalui
REDD+ ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun
2014-2019. Inisiatif kegiatan
lain
yang dilakukan lebih lanjut dapat
dilihat dalam tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1. Intervensi Kegiatan Perubahan
Iklim di Kalimantan Timur
Sumber: Komalasari (2018)
Intervensi
Kegiatan |
Organisasi
Pelaksana |
Penerima
Manfaat |
Pendanaan |
1. Program perhutanan sosial -Pengelolaan
hutan rakyat |
Pemerintah pusat, Provinsi dan
Kabupaten, Pokja Perhutanan Sosial |
Komunitas lokal, masyarakat adat,
sektor kehutanan swasta, dan NGO |
APBN dan APBD Provinsi |
2. Program Kampung Iklim -Kegiatan
Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim di tingkat desa) |
Pemerintah Pusat,Provinsi/Kab, Swasta |
Komunitas lokal, swasta, NGO,
Universitas, Pemda |
APBN,APBD,Organisasi nirlaba lokal,NGO
internasional |
3.Moratorium penebangan kayu,
pertambangan dan perkebunan kelapa sawit -Moratorium
atas seluruh izin baru dan tinjauan kepatuhan pada izin yang telah ada). |
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten |
Pemegang ijin yang ada |
APBD Provinsi |
4.Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) 2014-2019 -
Pengarusutamaan REDD+ dan mitigasi perubahan iklim |
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten |
Provinsi, swasta, masyarakat, komunitas
lokal, masy adat |
APBN,APBD Prov,Organisasi nirlaba
lokal,NGO lokal dan internasional |
Komitmen Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur untuk mendukung upaya perubahan iklim terus berlanjut hingga adanya gerakan yang lebih besar berupa dilaksanakannya Deklarasi Kesepakatan Pembangunan Hijau atau Green Growth Compact (GGC) pada bulan Mei 2016. Deklarasi yang dihadiri oleh pemerintah pusat, pemerintah kabupaten/kota, swasta, dan masyarakat ini menghasilkan kesepakatan parapihak untuk berkomitmen mendukung pembangunan hijau di Kalimantan Timur.
Wahyuni et al (2019) menyebutkan Deklarasi Green Growth Compact (GGC) yang kemudian mendapat apresiasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ini menjadi momentum bagi Provinsi Kalimantan Timur untuk mendorong pembangunan hijau yang berorientasi pada keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan lingkungan hidup.
Parapihak yang hadir dalam deklarasi bersepakat bahwa praktek pengelolaan sumberdaya alam di Kalimantan Timur belum sepenuhnya melaksanakan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Deforestasi dan degradasi hutan dianggap menjadi penyebab menurunnya keanekaragaman hayati, penurunan kualitas lingkungan hidup dan berbagai bencana seperti banjir, kebakaran hutan dan lahan dan bencana ekologi lainnya. Dalam mengatasi permasalahan tersebut, maka para pihak terkait bersepakat untuk memperluas inisiatif terwujudnya pembangunan Kaltim Hijau. Selain itu, dalam GGC juga disepakati adanya komitmen untuk mengurangi deforestasi hingga 80% pada tahun 2025 dan meningkatkan reforestasi untuk mencapai nol deforestasi bersih pada tahun 2030, serta mengurangi emisi hingga 1.000 tCO2e per 1 juta USD PDB dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga 8% (Komalasari M, et al, 2018).
Untuk menindaklanjuti komitmen tersebut, pada pertemuan tahunan Satuan Tugas Gubernur untuk Iklim dan Hutan tahun 2017 di Balikpapan, para pihak yang terlibat dalam GGC sepakat untuk menandatangani inisiatif percontohan yang akan dikembangkan untuk mendorong Pembangunan Hijau yaitu:
1) Penguatan Perhutanan Sosial seluas 660 ribu ha;
2) Penguatan
aspek kelembagaan bagi 21 unit Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH);
3) Pengelolaan
terhadap Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) seluas 532 ribu ha untuk koridor
orang utan;
4) Peningkatan
kemitraan di Kawasan Delta Mahakam;
5) Program
Karbon Hutan Berau (PKHB);
6) Pengembangan
perkebunan berkelanjutan;
7) Pembentukan
Kampung Iklim;
8) Pengendalian Kebakaran lahan dan Kebun.
Komitmen Pembangunan Hijau yang diinisiasi Gubernur Awang Faroek Ishak juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan pembangunan pada saat kepemimpinan Gubernur Isran Noor saat ini. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2019-2023 yang ditetapkan melalui Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2019, Pembangunan Hijau secara tersirat diakomodir dalam Misi Kedua Pembangunan Daerah.
Integrasi Pembangunan Hijau dalam RPJMD
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) merupakan dokumen perencanaan daerah yang berisi arah dan strategi kebijakan termasuk program dan kegiatan pembangunan selama lima tahun. Secara substansi, penyusunan RPJMD mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) dan mengakomodir visi misi Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih. Kedudukan RPJMD dalam perencanaan pembangunan daerah diatur dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), dimana RPJMD menjadi pedoman bagi perangkat daerah untuk menyusun Rencana Strategis (Renstra) serta penyusunan perencanaan tahunan bagi daerah yang tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
Dalam strategi implementasi mewujudkan target penurunan emisi nasional yang ditetapkan oleh pemerintah melalui National Determinant Contributions (NDC), pendekatan strategis yang dilakukan diantaranya dengan melakukan pengarusutamaan upaya perubahan iklim dalam perencanaan pembangunan. Lebih lanjut diterangkan, pendekatan strategis dapat dilaksanakan dengan memerlukan perencanaan yang sistematis. Oleh karena itu, integrasi perubahan iklim dalam RPJMD menjadi bagian yang sistematis dan relevan dengan strategi implementasi NDC yang ditetapkan oleh pemerintah.
Upaya mengintegrasikan aksi perubahan iklim ke dalam perencanaan pembangunan daerah diawali dengan adanya komitmen dari kepala daerah. Gubernur dan Wakil Gubernur Terpilih memiliki visi dan misi yang sejalan untuk melaksanakan pembangunan lima tahun ke depan dengan memperhatikan aspek lingkungan. Dalam konteks Provinsi Kalimantan Timur, visi misi tersebut telah dituangkan dalam visi misi pembangunan daerah yang menjadi bagian tidak terpisahkan dalam RPJMD Tahun 2019-2023.
Visi Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dalam RPJMD Tahun 2019-2023 adalah “Berani untuk Kalimantan Timur Berdaulat”. Visi ini mengandung makna yaitu tekad, komitmen, dan keberanian Pemerintahan Provinsi Kalimantan Timur untuk menjalankan kewenangan secara otonom dalam mengatur dan mengelola potensi sumber daya alamnya, untuk mewujudkan masyarakat Kalimantan Timur yang mandiri, berdaya saing dan sejahtera. Visi ini kemudian dijabarkan dalam 5 (misi) pembangunan daerah.
Komitmen pembangunan hijau tertuang dalam misi kedua dan keempat pembangunan daerah, yaitu sebagai berikut:
- Misi Kedua yaitu “Berdaulat dalam pemberdayaan ekonomi
wilayah dan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan”. Dalam lima tahun ke
depan, pembangunan ekonomi akan difokuskan untuk mendorong lahirnya
industri hilir dan peningkatan nilai tambah komoditas produk unggulan.
- Misi Keempat yaitu “Berdaulat dalam pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan”. Misi ini dimaksudkan adanya transformasi ekonomi yang saat ini berbasis unrenewable resources berpindah ke renewable resources sehingga dapat mewujudkan keseimbangan antara ekonomi, lingkungan, dan sosial dalam perencanaan pembangunan menuju ekonomi hijau.
Untuk mengoperasionalisasikan visi misi pembangunan daerah, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur kemudian menurunkannya ke dalam tujuan dan sasaran pembangunan untuk lima tahun ke depan. Tujuan dan sasaran merupakan representasi dari upaya yang akan dilakukan dan kondisi yang ingin dicapai. Pada tabel dibawah ini menjelaskan tujuan dan sasaran pembangunan yang bersinggungan dengan pembangunan hijau sebagai penjabaran dari Misi Kedua dan Keempat pembangunan daerah yaitu:
Pada Misi Kedua, tujuan dan sasaran pembangunan hijau terdapat dalam Tujuan 3 dan Tujuan 4. Kedua tujuan tersebut bertujuan untuk meningkatkan ekonomi kerakyatan dan mewujudkan kemandirian ekonomi yang berkelanjutan dengan indikator adalah laju pertumbuhan ekonomi dapat meningkat.
Kehutanan yang menjadi sektor penyumbang emisi GRK terbesar masuk dalam
ruang lingkup misi kedua. Pertumbuhan ekonomi dari kehutanan diharapkan dapat
mewujudkan kemandirian ekonomi yang berkelanjutan sehingga orientasi produksi
diarahkan untuk tidak hanya menjual barang mentah tapi diolah dulu sehingga
dapat meningkatkan nilai tambah.
Tabel 2. Tujuan dan Sasaran Misi Kedua dalam RPJMD yang Terkait dengan Komitmen Pembangunan Hijau di Kalimantan Timur
Tujuan/Sasaran |
Indikator Kinerja |
Kondisi Awal |
Tahun |
Kondisi Akhir |
||||
2019 |
2020 |
2021 |
2022 |
2023 |
||||
Tujuan 3: Meningkatkan ekonomi
kerakyatan |
Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) |
3,13 |
3,5±1 |
3,5±1 |
3,5±1 |
3,5±1 |
3,5±1 |
3,5±1 |
Sasaran 8: Meningkatnya Keberdayaan Masyarakat Perdesaan |
Jumlah desa tertinggal dan sangat tertinggal (desa) |
518 |
503 |
478 |
448 |
413 |
368 |
368 |
Tujuan 4: Mewujudkan kemandirian ekonomi yang berkelanjutan |
Laju Pertumbuhan ekonomi non migas dan non batubara (%) |
5,24 |
6±1 |
6±1 |
6±1 |
6±1 |
6±1 |
6±1 |
Sasaran 14: Meningkatnya kontribusi
sektor perkebunan terhadap ekonomi daerah |
Kontribusi lapangan usaha sub sektor perkebunan terhadap PDRB (%) |
4,49 |
5,1 |
5,4 |
5,7 |
6 |
6,3 |
6,3 |
Sasaran 16: Meningkatnya kontribusi sektor kehutanan terhadap ekonomi daerah |
Kontribusi lapangan usaha sub sektor kehutanan terhadap PDRB (%) |
1,15 |
1 |
1,05 |
1,1 |
1,15 |
1,2 |
1,2 |
Pada Misi Keempat, pembangunan hijau berkaitan dengan tujuan keenam yaitu meningkatkan kualitas lingkungan hidup dengan indikator adalah Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH). Sasaran untuk mencapai tujuan ini adalah dengan menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) menjadi 29.33% pada 2023 dari kondisi BAU dan meningkatkan ketangguhan menghadapi bencana (Indeks Resiko Bencana menjadi 125 pada 2023).
Tabel 3. Tujuan dan Sasaran Misi Keempat dalam RPJMD
Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2019-2023
Tujuan/Sasaran |
Indikator Kinerja |
Kondisi Awal |
Tahun |
Kondisi Akhir |
||||
2019 |
2020 |
2021 |
2022 |
2023 |
||||
Tujuan 6: Meningkatkan Kualitas Lingkungan Hidup |
Indeks Kualitas LH |
75,65 |
75,75 |
75,85 |
75,95 |
76,05 |
76,15 |
76,15 |
Sasaran 23: Menurunnya Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) |
Persentase penurunan emisi dari BAU (%) |
7,2 |
26,3 |
26,89 |
27,75 |
28,5 |
29,33 |
29,33 |
Sasaran 24: Meningkatnya ketangguhan menghadapi bencana |
Indeks Resiko Bencana |
0 |
145 |
140 |
135 |
130 |
125 |
125 |
Strategi dan Arah Kebijakan Pembangunan Hijau
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah menyusun strategi dan arah kebijakan dalam RPJMD Kalimantan Timur Tahun 2019-2023. Komitmen pembangunan hijau yang menjadi bagian dari misi kedua dan keempat pembangunan daerah, diturunkan ke dalam strategi dan arah kebijakan pemerintahan. Dengan adanya strategi dan arah kebijakan yang disusun dalam RPJMD menjadi instrumen yang akan menjadi panduan bagi pemerintah untuk mencapai tujuan dan sasaran yang ingin dicapai selama lima tahun ke depan.
Strategi dan arah kebijakan Pemerintah Kalimantan Timur dalam mewujudkan pembangunan hijau adalah sebagai berikut:
1) Penguatan Perhutanan Sosial seluas 660 ribu hektar
Untuk mewujudkan komitmen pemerintah dalam mencapai target 660 ribu hektar pemberian ijin akses kelola hutan melalui program perhutanan sosial, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dalam RPJMD Tahun 2019-2023 akan melaksanakan strategi pengelolaan kawasan hutan yang berkelanjutan. Strategi ini akan dijabarkan melalui kebijakan Pemberian akses pengelolaan hutan kepada masyarakat di sekitar hutan. Kebijakan lain yang mendukung penguatan perhutanan sosial adalah 1) Mengurangi laju deforestasi melalui perlindungan dan pengamanan kawasan hutan, 2) Pemulihan kawasan hutan yang terdeforestasi dan degradasi, dan 3) Peningkatan produksi dan produktivitas komoditas sub sektor kehutanan.
2) Penguatan aspek kelembagaan bagi 21 unit Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)
Dalam RPJMD Kalimantan Timur Tahun 2019-2023, Pemerintah Provinsi mendorong adanya pengelolaan kawasan hutan secara berkelanjutan. Strategi ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari tugas dan fungsi pokok (Tupoksi) dari Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Berdasarkan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, KPH merupakan unit terkecil yang melaksanakan pengelolaan hutan di tingkat tapak. Dari sisi administratif, KPH merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) dibawah Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur. Penguatan aspek kelembagaan bagi KPH secara langsung akan mendorong optimalisasi peran yang akan dilakukan oleh KPH. Kebijakan pemerintah dalam RPJMD yang berkaitan dengan penguatan kelembagaan KPH adalah mengurangi laju deforestasi melalui perlindungan dan pengamanan kawasan hutan.
3) Pengelolaan terhadap Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) seluas 532 ribu ha untuk koridor orang utan.
Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) untuk koridor Orangutan yang menjadi komitmen pemerintah dalam mewujudkan pembangunan hijau terletak di Bentang Alam Wehea-Kelay seluas 532.143 ha. Kawasan ini berdasarkan fungsi merupakan kawasan hutan produksi, hutan lindung dan areal perkebunan (Wahyuni,2019). Dalam RPJMD Tahun 2019-2023, Pemerintah Kalimantan Timur telah menetapkan kebijakan yaitu pengelolaan areal perkebunan yang bernilai konservasi tinggi. Melalui kebijakan ini diharapkan segala aktivitas di sektor perkebunan yang terletak di Bentang Alam Wehea-Kelay dapat memperhatikan kawasan ekosistem esensial sehingga populasi Orangutan yang ada dapat terhindar dari kepunahan.
4) Peningkatan kemitraan di Kawasan Delta Mahakam
Delta
Mahakam (DM) terletak di bagian muara Sungai Mahakam dengan luas daratan sekitar
150 ribu hektar. Kawasan yang menjadi urat nadi masyarakat
di Kaltim ini sebagian besar kegiatannya didominasi oleh aktivitas budidaya tambak.
5) Program Karbon Hutan Berau (PKHB)
Program Karbon Hutan Berau (PKHB) merupakan program percontohan Reducing emissions from deforestation and forest degradation plus (REDD+). Program ini bertujuan untuk mengurangi emisi karbon dari deforestasi dan degradasi hutan serta peningkatan stok karbon melalui pengelolaan hutan secara lestari. Dalam RPJMD Tahun 2019-2023, strategi pemerintah untuk mendorong program ini yaitu dengan pengelolaan kawasan hutan yang berkelanjutan dan peningkatan kualitas perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Beberapa kebijakan yang dilaksanakan antara lain: 1) Pemberian akses pengelolaan hutan kepada masyarakat di sekitar hutan, 2) Pemulihan kawasan hutan yang terdeforestasi dan degradasi, dan 3) Peningkatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta daya dukung dan daya tampung lingkungan.
6) Pengembangan perkebunan berkelanjutan
Komitmen Pemerintah Kalimantan Timur untuk mengembangkan perkebunan
berkelanjutan telah menjadi strategi dalam mencapai pembangunan daerah. Hal ini
ditetapkan dalam RPJMD Tahun 2019-2023 dimana peningkatan produksi nilai tambah
komoditas perkebunan akan dilakukan secara berkelanjutan. Untuk mencapai hal
tersebut, beberapa kebijakan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
a.
Peningkatan nilai tambah dan
stabilitas harga di tingkat petani;
b.
Pemanfaatan limbah biomassa
perkebunan;
c.
Pengelolaan areal perkebunan
yang bernilai konservasi tinggi;
d.
Peningkatan kemitraan antara
petani swadaya dengan industri hilir;
e.
Pengendalian kebakaran lahan
perkebunan;
f. Pengembangan kebun rakyat di lahan cadangan karbon rendah melalui kemitraan.
7) Pembentukan Kampung Iklim
Program Kampung Iklim (Proklim) merupakan salah satu program nasional yang bertujuan untuk melibatkan masyarakat lokal dalam berpartisipasi mengembangkan aksi perubahan iklim. Dalam RPJMD Tahun 2019-2023, Pembentukan Kampung Iklim menjadi salah satu agenda yang terintegrasi dengan perencanaan daerah. Hal ini telah menjadi kebijakan pemerintah daerah yaitu menguatkan ketangguhan desa dalam menghadapi bencana dan perubahan iklim. Strategi yang digunakan adalah peningkatan kualitas pembangunan wilayah perdesaan secara merata. Kebijakan lain yang mendukung komitmen pemerintah terkait pembentukan Kampung Iklim adalah peningkatan kapasitas kelembagaan dan keterampilan masyarakat dalam pengurangan risiko bencana.
8) Pengendalian Kebakaran lahan dan Kebun
Pengendalian kebakaran lahan dan kebun telah terintegrasi dalam perencanaan daerah melalui komitmen Pemerintah Kalimantan Timur untuk menerapkan strategi perkebunan berkelanjutan. Kebijakan ini masuk dalam RPJMD Tahun 2019-2023 yaitu pengendalian kebakaran lahan perkebunan.
Dari paparan di atas, Komitmen Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur untuk
mewujudkan Pembangunan Hijau telah terintegrasi dalam RPJMD Tahun 2019-2023.
Integrasi Pembangunan Hijau yang mengacu kepada 8 (delapan) model percontohan
sebagai hasil kesepakatan Green Growth
Compact (GGC) ini telah dijabarkan melalui strategi dan arah kebijakan
pembangunan daerah yang sebagian besar sudah diakomodir oleh pemerintah daerah.
Dengan terintegrasinya kebijakan pembangunan hijau dalam RPJMD Provinsi Kalimantan
Timur menjadi dasar bagi pemerintah daerah untuk melakukan upaya perubahan
iklim secara lebih terencana dan terintegratif.
Usulan Kebijakan Pembangunan Daerah
Berdasarkan
praktik yang dilakukan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dengan
mengintegrasikan kebijakan pembangunan hijau ke dalam perencanaan daerah, ada
beberapa hal yang dapat menjadi bahan masukan atau usulan kebijakan pembangunan
daerah, yaitu sebagai berikut:
1. Meningkatkan Komitmen Kepala Daerah dalam
Aksi Perubahan Iklim
Komitmen
Kepala Daerah merupakan salah satu faktor penting untuk mendorong upaya
perubahan iklim ke dalam pembangunan daerah. Dalam makalah ini, Gubernur
Kalimantan Timur memiliki perhatian yang cukup tinggi untuk terlibat dalam
aksi-aksi perubahan iklim. Pada periode kepemimpinan Awang Faroeq, hal tersebut
dibuktikan dengan adanya insiatif Kaltim Hijau sejak tahun 2010, dilanjutkan
dengan adanya Pergub tentang Pedoman Kaltim Hijau, Keterlibatan dalam Deklarasi
Kesepakatan Pembangunan Hijau (Green
Growth Compact), Mengeluarkan kebijakan yang terkait dengan kesepakatan
Pembangunan Hijau, Mengarusutamakan REDD+ dalam RPJMD Tahun 2014-2019, serta
mengakomodir parapihak seperti NGO, mitra pembangunan dan lembaga internasional
untuk terlibat dalam pembangunan daerah. Komitmen untuk menjalankan pembangunan
hijau kemudian dilanjutkan oleh Gubernur terpilih yaitu Isran Noor dengan
mengintegrasikannya ke dalam RPJMD Tahun 2019-2023.
2.
Menjadikan
Pembangunan Hijau sebagai Prioritas Pembangunan Daerah
Organisation
for Economic Co-operation and Development (OECD) mendefinisikan Pembangunan
Hijau (Green Growth) sebagai upaya mendorong
pertumbuhan ekonomi dengan memastikan ketersediaan sumber daya alam dan jasa
lingkungan yang menjadi sandaran kehidupan. Konsep pembangunan hijau menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari upaya pengurangan emisi GRK yang menjadi
bagian dari komitmen Indonesia melaksanakan Paris Agreement. Pembangunan
berkelanjutan sendiri menjadi constraint
yang terdapat dalam RPJMN Tahun 2020-2024. Oleh karena itu, kebijakan
pembangunan hijau yang diintegrasikan dalam RPJMD sejalan dengan perencanaan di
tingkat pusat.
3.
Melibatkan
Partisipasi Masyarakat di tingkat Lokal dalam kebijakan Pembangunan Hijau
Kebijakan
pembangunan hijau dalam RPJMD Kalimantan Timur Tahun 2019-2024 sangat berkaitan
erat dengan partisipasi masyarakat sebagai bagian dari subjek pembangunan.
Penguatan perhutanan sosial sebagai bagian dari komitmen pembangunan hijau
merupakan salah satu program yang bertujuan untuk mewujudkan pembangunan hutan
yang lestari melalui partisipasi masyarakat di sekitar kawasan hutan melalui
pemberian ijin akses kelola hutan. Melalui Perhutanan Sosial, masyarakat
diberikan ijin untuk mengelola kawasan hutan negara secara legal serta
diberikan pendampingan dalam menjalankan usaha perhutanan sosial. Selain untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, program ini juga turut andil dalam
menjaga hutan tetap lestari.
4.
Mendorong
keterlibatan parapihak dalam mendukung upaya perubahan iklim di daerah
Adanya
integrasi pembangunan hijau dalam perencanaan daerah membuka peluang yang
semakin lebar bagi pemerintah untuk membiayai pendanaan perubahan iklim. Hal
ini menjadi sangat penting dimana pendanaan yang dimiliki oleh pemerintah
sangat terbatas, sementara target penurunan emisi GRK yang ditetapkan oleh
pemerintah dipandang cukup ambisius. Di tingkat nasional, kebutuhan pendanaan yang
dibutuhkan untuk
mencapai target dalam RAN/RAD GRK menurut Bappenas yaitu sebesar Rp 225,5 trilyun untuk kegiatan inti dan 18,5 triliun
untuk kegiatan pendukung. Sementara anggaran yang mampu dipenuhi oleh APBN
adalah sekitar 30-40%
(Parjiono,2018). Bagi daerah, adanya keterlibatan parapihak dalam
pembangunan akan membantu pemerintah daerah untuk mencapai target pengurangan
emisi GRK yang menjadi indikator dalam RPJMD sekaligus membantu pencapaian
target dalam NDC.
Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, simpulan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1) Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah mengintegrasikan Pembangunan Hijau sebagai hasil kesekatan dalam Green Growth Compact (GGC) dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2019-2023. Komitmen Pembangunan Hijau terkandung dalam Misi Kedua dan Keempat Pemerintahan Daerah. Melalui misi tersebut, Pemerintah kemudian menjabarkannya ke dalam tujuan dan sasaran pembangunan.
2) Kebijakan Pembangunan Hijau yang terintegrasi dalam RPJMD Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2019-2023 adalah sebagai berikut:
No |
Model
Pembangunan Hijau |
Kebijakan
dalam RPJMD Kaltim Tahun 2019-2023 |
1 |
Penguatan Perhutanan
Sosial seluas 660 ribu ha |
Pemberian
akses pengelolaan hutan kepada masyarakat di sekitar hutan. |
2 |
Penguatan aspek kelembagaan bagi 21 unit Kesatuan
Pengelolaan Hutan |
mengurangi
laju deforestasi melalui perlindungan dan pengamanan kawasan hutan. |
3 |
Pengelolaan terhadap Kawasan Ekosistem Esensial
(KEE) seluas 532 ribu ha untuk koridor orang utan. |
pengelolaan
areal perkebunan yang bernilai konservasi tinggi. |
4 |
Peningkatan kemitraan di Kawasan Delta Mahakam |
belum
secara eksplisit diatur dalam kebijakan. |
5 |
Program Karbon Hutan Berau (PKHB)
|
a)
Pemberian akses pengelolaan
hutan kepada masyarakat di sekitar hutan, b)
Pemulihan kawasan hutan yang
terdeforestasi dan degradasi, dan c)
Peningkatan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup serta daya dukung dan daya tampung lingkungan. |
6 |
Pengembangan
perkebunan berkelanjutan
|
a)
Peningkatan nilai tambah dan
stabilitas harga di tingkat petani; b)
Pemanfaatan limbah biomassa
perkebunan; c)
Pengelolaan areal perkebunan
yang bernilai konservasi tinggi; d)
Peningkatan kemitraan antara
petani swadaya dengan industri hilir; e)
Pengendalian kebakaran lahan
perkebunan; f)
Pengembangan kebun rakyat di
lahan cadangan karbon rendah melalui kemitraan. |
7 |
Pembentukan Kampung Iklim
|
a) Menguatkan ketangguhan desa dalam menghadapi bencana dan perubahan iklim. b)
Peningkatan kapasitas
kelembagaan dan keterampilan masyarakat dalam pengurangan risiko bencana. |
8 |
Pengendalian Kebakaran lahan dan Kebun |
Pengendalian
kebakaran lahan perkebunan. |
3) Untuk mewujudkan Pembangunan Hijau di daerah, upaya
yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah adalah sebagai berikut:
Meningkatkan Komitmen Kepala Daerah dalam Aksi
Perubahan Iklim
Menjadikan Pembangunan Hijau sebagai Prioritas
Pembangunan Daerah;
Melibatkan Partisipasi Masyarakat di tingkat Lokal
dalam kebijakan Pembangunan Hijau;
Mendorong keterlibatan parapihak dalam mendukung upaya
perubahan iklim di daerah.
Saran
1) Program dan kegiatan spesifik yang terkait dengan
Pembangunan Hijau belum secara mendalam penulis identifikasi karena ruang
lingkup penyusunan makalah ini dibatasi untuk mengetahui kebijakan Pembangunan
Hijau dalam RPJMD Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2019-2023. Oleh karena itu,
kajian mendalam untuk mengidentifikasi program dan kegiatan spesifik menjadi
hal yang dapat dilakukan oleh mahasiswa atau peneliti di masa mendatang.
2) Selain identifikasi program dan kegiatan spesifik yang terkait dengan Pembangunan Hijau, kajian mendalam terkait Identifikasi Anggaran Pembangunan Hijau (Green Budget Tagging) menjadi hal yang dapat dilakukan pada masa mendatang. Di tingkat nasional, Kementerian Keuangan dan rekan-rekan NGO telah menginisiasi adanya budget tagging untuk anggaran adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Mohon sertakan alamat blog ini apabila hendak mengutip isi tulisan.
DAFTAR PUSTAKA
Astana, Satria. 2020. Membangkitkan Sektor Riil Kehutanan di Era Pembangunan Rendah Emisi (Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Ekonomi Kehutanan dan Kebijakan Kehutanan). Bogor: Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kalimantan Timur. 2017. Profil Daerah Provinsi Kalimantan Timur. Diakses pada 22 Agustus 2020, dari https://bappedakaltim.com/profil-daerah-provinsi-kalimantan-timur.
Cahyanti, Ferry. 2017. Pemprov Kaltim Deklarasi Kesepakatan Pembangunan Hijau. Diakses pada 21 Agustus 2020, dari https://www.cendananews.com/2017/09/pemprov-kaltim-deklarasi-kesepakatan-pembangunan-hijau.html#:~:text=Gubernur%20Kalimantan%20Timur%2C%20Awang%20Faroek,di%20Kalimantan%20Timur%2C%E2%80%9D%20imbuhnya.
Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim. 2017. Buku Strategi Implementasi NDC (Nationally Determined Contribution). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kolopaking, L. M. 2020. Materi Kuliah Manajemen Sumberdaya Alam dan Lingkungan. IPB: Manajemen Pembangunan Daerah.
Komalasari M, et al. 2018. Kalimantan Timur, Indonesia: Keadaan Keberlanjutan Yurisdiksional. Bogor, Indonesia: CIFOR
Provinsi Kalimantan Timur, Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2019 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2019-2023.
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Tribun Kaltim. 2019. Kaltim Provinsi Pertama Pembangunan Rendah Karbon, Isran Tegaskan Pembangunan Hijau. Diakses pada 21 Agustus 2020, dari https://kaltim.tribunnews.com/2019/10/21/kaltim-provinsi-pertama-pembangunan-rendah-karbon-isran-tegaskan-pembangunan-hijau.
Wahyuni T, et al. 2019. Inisiatif-Inisiatif Model yang Dikembangkan dalam Upaya Implementasi REDD+ di Kalimantan Timur. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan, Vol. 16 (2): 145-160.
Widiadi,
Pietra dkk. 2017. Pedoman Penandaan
Anggaran Hijau (Green Budget Tagging) di Daerah. WWF-Indonesia.
Suasana Kuliah S3
Umumnya, orang akan membayangkan suasana perkuliahan program Doktoral atau Strata Tiga itu menyeramkan. Faktanya, justru suasananya lebih sa...
-
Bandung, 1 Maret 2010 [ketika perjalanan adalah energi untuk terus bergerak] “ Singsingkan lengan baju, hadapi lawan,..dst ”, bagian lagu in...
-
Umumnya, orang akan membayangkan suasana perkuliahan program Doktoral atau Strata Tiga itu menyeramkan. Faktanya, justru suasananya lebih sa...
-
Jum’at, 12 Februari 2010 Ditulis sebagai pengalaman pribadi waktu mengikuti Konferensi Nasional Anggaran Daerah pada 1-5 Februari di Hotel P...
-
Rabu, 31 Maret 2010 Tepat di akhir bulan ini saya mendaftarkan diri untuk mengikuti tes PTESOL (Profiency Test of English to Speakers of Oth...